Saya kira, kesombongan Jakarta mesti diluruhkan. Indonesia ini beragam. Keberagaman itu bisa diwujudkan dengan pembangunan yang merata di semua daerah. Tak semua harus mengikuti pola Jakarta. Jika demikian pola pembangunan, maka yang ada adalah keseragaman, bukan keberagaman. Dan, apa yang di Jakarta bagus, belum tentu bagus di daerah.
Selain itu, perpustakaan umum kecamatan ini sesuai dengan tekad Jokowi untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Indonesia ini memiliki 6.793 kecamatan. Bayangkan bila semua kecamatan itu memiliki perpustakaan umum yang memadai.
Keempat, memadai. Konsep memadai lebih penting ketimbang megah dan mewah. Megah, mewah, dan indah belum tentu memadai. Karena indonesia ini bhineka, soal bentuk bangunan tentu akan lebih elok bila disesuaikan dengan kondisi lokalnya. Jadi, perpustakaan ini akan menjadi pengejawantahan konsep kebudayaan lokalnya. Misalnya, perpustakan sebuah kecamatan di Kalimantan Barat menggunakan konsep rumah panjang.
Kelima, Perpustakaan umum DPR ini ingin memberikan lingkungan lebih baik dalam dunia keseharian parlemen. Saya kira, poin ini mesti ditelisik lebih dalam lagi. Sekadar informasi, DPR kini memiliki perpustakaan umum. Berada di Gedung Nusantara II dan memiliki koleksi 105.381 eksemplar, perpustakaan itu tak dimanfaatkan secara maksimal.
Menurut pengamatan Kompas (27/3/2016) perpustakaan itu cenderung sepi. Jika yang ada sekarang saja sepi dan tak dimanfaatkan secara maksimal, kenapa harus membangun perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara.
Selain itu, ada hal penting yang juga menjadi perhatian semua: kinerja DPR belum maksimal. Indonesian Corruption Watch (ICW) bahkan menyebut kinerja DPR 2014-2015 itu “tanpa” kerja. Bayangkan apa jadinya jika kinerja DPR yang tak maksimal ini kita berikan apresiasi? Apresiasi sepatutnya kita berikan kepada mereka yang telah bekerja secara maksimal.
Keenam, anggaran pendidikan sudah besar. Saya kira, angka 1,7 triliun untuk penambahan dana pendidikan tetap sangat signifikan. Angka itu setara dengan anggaran satu direktorat jenderal. Jika memang diniatkan untuk pembangunan perpustakaan kecamatan, ya tugas DPR mengawal agar dana ini hanya untuk pembangunan perpustakaan kecamatan. Jangan untuk kegiatan lainnya.
Dana ini lalu akan masuk ke kementerian pengelola anggaran pendidikan, seperti Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Desa.
Saya yakin, tokoh DPR yang mengawal ini akan dicatat sejarah sebagai politisi yang berkomitmen terhadap masa depan bangsa. Nama mereka akan ditorehkan dalam tinta emas. Mereka berada di garda terdepan dalam melakukan pembaharuan.
Ketujuh, kebaruan. Rizal bilang bahwa perpustakaan umum DPR dibangun itu seperti halnya Library of Congress, Amerika. Jika kita mengikuti pola pikir ini, maka tak ada kebaruan di sini. Saya menantang anggota DPR untuk melakukan pembaharuan.
Jika ingin mengambil kebaruan, maka membangun perpustakaan umum kecamatan adalah kebaruan. Bahkan, mungkin, pemerintah Amerika tidak pernah mengeluarkan kebijakan pembangunan perpustakaan di setiap wilayah setingkat kecamatan.