Pemerintah Indonesia, dengan inisiatif DPR, bisa mengawali ini. Jika Rizal berpatokan kepada Library of Congress di Amerika, maka dalam bayangan saya, dalam beberapa tahun lagi orang-orang di dunia justru akan melihat inisiatif baru ini sebagai inspirasi. Mereka yang akan mengikuti inisiatif kita.Â
Dan, anggota DPR yang mengawal peraturan ini bukan hanya dicatat dalam tinta emas di dalam negeri, melainkan juga seantero dunia. Ini serius. Saya kira, masyarakat Indonesia akan rela mencatat dengan nada positif dalam memori mereka tentang orang-orang DPR yang mengawal pembangunan perpustakan di setiap kecamatan ini. Nama-nama mereka juga akan tercantum dalam buku-buku sejarah, yang akan dibaca di setiap kecamatan se-Indonesia.Â
Kedelapan, menghidupkan ekosistem bahan bacaan. Para pengarang, pegiat perbukuan, dan pembuat bahan bacaan sudah sering mengeluhkan ihwal daya serap dan distribusi produk mereka. Sementara ini, distribusi bahan bacaan masih dimonopoli beberapa pemain besar. Â
Dengan adanya perpustakaan di setiap kecamatan, para pembuat bahan bacaan ini tidak akan kesulitan untuk menyalurkan produk mereka. Mereka bisa langsung berhubungan dengan sebuah perpustakaan di satu kecamatan. Namun, untuk menjaga kualitas bahan bacaan, perpustakaan di kecamatan itu mesti dikelola dengan benar. Dan, pengelolanya mesti terpilih. Â
Pejuang Literasi
Pertanyaan selanjutnya, jika memang perpustakan umum kecamatan sudah ada, siapakah yang mengelola? Saya mengusulkan untuk perekrutan anak-anak muda potensial yang dinamakan Pejuang Literasi. Saya meminjam istilah ini dari teman-teman yang selama ini bergiat di bidang literasi.
Pejuang literasi ini adalah anak-anak muda yang berminat kepada penumbuhan minat baca di semua daerah. Ini seperti Sekolah Guru Indonesia-nya Dompet Dhuafa atau Gerakan Indonesia Mengajar, namun lebih fokus kepada baca dan tulis. Dia akan mengurus perpustakaan umum kecamatan itu.Â
Tugas utamanya adalah membuat perpustakaan lebih semarak. Juga peningkatan literasi kepada masyarakat secara umum. Pejuang Literasi ini berupaya memasyarakatkan perpustakaan, memperpustakaankan masyarakat. Pendeknya, Pejuang Literasi inilah yang akan memimpin dan membangkitkan perpustakaan umum kecamatan itu.Â
Jika pemerintah—dalam hal ini DPR dan Kementerian—mengajak anak-anak muda untuk mau membangun negeri ini dengan menjadi Pejuang Literasi, saya kira peminatnya akan terus membludak. Stok pemuda pejuang masih bejibun di negeri ini.Â
Ada dua pendekatan dalam pengelolaan Pejuang Literasi ini. Pertama, jika memang ada pemuda lokal, maka diutamakan mengambil pemuda lokal. Dengan menjadi Pejuang Literasi, hobi dan cita-cita mereka terwadahi dengan baik. Keuntungan model pertama ini adalah Pejuang Literasi ini tak perlu waktu lama untuk adaptasi dengan lingkungan sekitar. Dia berasal dari daerah itu. Dengan begitu, efek yang ditimbulkan akan segera terasa.
Kedua, mengambil Pejuang Literasi dari daerah lain. Namun, untuk pendekatan kedua ini mesti dibatasi waktu. Misalnya, 2 tahun. Dengan begitu, dia memiliki kewajiban tambahan untuk membibit calon-calon pejuang literasi lokal. Ada satu keuntungan lain dengan model seperti ini, yaitu mengeratkan semangat kebangsaan.Â