Saya melihat persoalan meningkatkan mutu pendidikan bukanlah perkara yang rumit bila pihak-pihak yang terlibat punya cara dan pemikiran untuk itu. Apalagi yang kita ajarkan adalah manusia-manusia yang masih bisa diatur. Hanya saja, semuanya harus jujur. Jangan sampai perencanaan peningkatan mutu pendidikan dilakukan warung-warung kopi. Atau habis dana dalam melakukan survey-survei yang hasilnya tidak begitu jelas.
Sekarang bagaimana perencanaan peningkatan mutu pendidikan di Aceh sudah dipikir dengan serius? Pelatihan-pelatihan yang dilakukan itu masih cocok dengan kondisi sekarang? Sebab jauh-jauh hari pelatiihan terus-terusan dilakukan. Kita tidak ingin pelatihan guru dipandang sebagai sebuah proyek belaka. Tidak dilakukan secara serius. Â
Begitu pula dengan guru sebagai unjung tombak pendidikan. Perlu ada perubahan-perubahan baik cara pandang maupun pola pikir. Â Sehingga pendidikan di Aceh benar-benar dapat diperhitungkan.
Bila kemudian dana itu bukan hanya untuk pelatihan guru atau yang lainnya. Tetapi juga digunakan untuk membangun sekolah. Ini juga patut dipertanyakan. Berapa buah sekolah yang dibuat setiap tahunnya. Padahal bukankah pada saat pasca tsunami hampir semua sekolah sudah dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana.
Memalukan memang, 10 tahun perdamaian Aceh dan dengan dana yang begitu banyak mutu pendidikan di Aceh masih belum mengembirakan.
Tanggal 15 Agustus 2015 ini, MoU Helsinki sudah genap 10 tahun. Berarti MoU itu sudah umur satu dekade. Moment ini menjadi moment perenungan bagi semua orang Aceh dan orang-orang yang peduli dengan Aceh untuk bertekad membangun Aceh yang lebih bermartabat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H