Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Kecil 10 Tahun Perdamaian Aceh

15 Agustus 2015   17:39 Diperbarui: 15 Agustus 2015   17:39 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya dengan dana yang cukup banyak setiap tahunnya selama kurun waktu 10 tahun terakhir Aceh sudah lebih maju dibandingkan dengan daerah-daerah lain.  Nampaknya masyarakat Aceh kebanyakan menjadi penonton dengan mengalirnya dana trilyunan rupiah ke Aceh. Harus diingat ketidakadilan ekonomi akan berdampak tidak baik.  Apa yang ditutut oleh kelompok Din Minimi yang saat ini berkaitan dengan ketidakadilan itu.

Kita bisa memaklumi itu, sebab data BPS pada September 2014 penduduk  miskin Aceh mencapai 16,98% atau 837.000 orang. Hal ini membuat Aceh menjadi provinsi tiga besar dengan tingkat kemiskinan paling di Indonesia. Menurut BPS ekonomi Aceh triwulan pertama 2015 hanya mampu tumbuh 1,65% menurun -2,38% dibandingkan akhir tahun 2014.  Menurut para pakar ekonomi tingkat pertumbuhan ekonomi seperti ini akan meningkatkan angka pengangguran.

Penyebabnya  merosotnya ekonomi Aceh padahal dana mengalir ke Aceh cukup banyak bisa disebabkan karena pemanfaatan yang tidak sesuai sasaran. Tidak tahu harus berbuat apa. Kurang ada perencanaan yang matang dan juga (kemungkinan) terjadi korupsi yang merajalela dalam berbagai sektor. Sehingga dana yang cukup besar hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Padahal biaya untuk membangun infrastruktur tidak begitu besar lagi. Karena infrastruktur di Aceh sudah diperbaiki dengan dana bantuan tsunami. Sehingga dana yang ada itu semestinya lebih difokuskan untuk membina masyarakat dalam membangun perekonomian keluarga. Bukan memberi bantuan tanpa kolkulasi yang benar.

Bidang sosial politik kelihatan juga tidak lebih baik selama 10 tahun perdamaian Aceh. Meskipun situasi ini terlihat pada para elit yang berimbas pada perpecahan dalam masyarakat. Saat ini, disenyalir antara gubernur dan wakil gubernur digambarkan seperti tidak akur.

Bila kita membaca media local baik online  maupun cetak terlihat ada kurangnya harmonisasi anatar para elit. Bahkan antara kombatan GAM saja, saat ini sudah memperlihatkan persaingan untuk menjadi orang nomor 1 di pemerintahan Aceh.  Kasat kusut hal ini di Aceh sudah menjadi rahasia umum. Apakah semua itu hanya permainan politik?  Bagi orang awam atau orang kecil tidak tahu menahu tentang ini. Tetapi yang jelas antara kombatan GAM ada friksi-friksi sendiri yang berbeda. Sehingga memunculkan amatan bahwa GAM dengan PA nya retak. Meskipun hal ini kemudian dibantah oleh Wali Nanggroe Aceh sendiri.

Akibatnya, meskipun pilkada masih lama yaitu 2017, namun antara satu dengan yang lainnya sudah membuat jurus-jurus tertentu. Tentu semua ini sangat mempengaruhi sosial politik masyarakat Aceh.

Meskipun demikian, perlu diberi apresiasi yang luar biasa berkaitan dengan ini. Meskipun masih ada kekurangan sedikit di sana sini, proses pemilihan umum termasuk pemilihan Gubernur dan Cawagub berjalan lancar. Artinya, dari konflik bersenjata berubah ke arah demokrasi. Transisi itu bisa berjalan dengan lancar.

Kemudian masalah pendidikan. Masalah ini merupakan masalah yang sangat krusial dalam membentuk generasi-generasi tangguh Aceh di masa yang akan datang. Membicarakan pendidikan berarti membicarakan kualitas.  

Secara kualitas pendidikan di Aceh selama ini juga sangat tidak mengembirakan.  Masih di bawah rata-rata provinsi lain. Namun,  dana yang diplotkan untuk pendidikan Aceh juga  begitu wah.  Tahun 2014 saja dana pendidikan di Aceh untuk meningkatkan mutu mencapai 300 miliar. Tetapi hasil yang diperoleh tidak maksimal. Dilihat dari segi kelulusan UN Aceh masih berada pada tingkatan bawah. Lalu kemana uang sebanyak itu?

Okelah, dulu pada masa konflik rendahnya kualitas  pendidikan Aceh bisa beralasan karena dalam situasi konflik. Selama 10 tahun perdamaian Aceh tidak mungkin lagi beralasan seperti itu. Apalagi dana untuk itu ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun