Kesadaran Bu Tejo atas generalisasinya terhadap etnis Tionghoa itu diperkuat lewat penempatan (blocking) karaktar Bu Tejo dan Acen di kursi penumpang, lalu Acen bersandar di pundak Bu Tejo. Adegan ini mengindikasikan runtuhnya jarak antara Bu Tejo (etnis Jawa) dengan Acen (etnis Tionghoa). Hal itu diperkuat dengan angle eye-level, yang mempertegas kesetaraan.
Jarak memainkan peran penting dalam mengindikasi tingkat keakraban seseorang dengan orang lain ketika berkomunikasi. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi (2021) karya Bonaraja Purba, dkk, proksemik diartikan sebagai bahasa ruang, yakni jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang lain.
Apabila merujuk pada empat zona proksemik Edward Hall, jarak yang terbentuk antara Bu Tejo dan Acen merupakan jarak intim (0 - 46 sentimeter). Zona intim adalah jarak dekat yang biasanya dilakukan oleh keluarga inti, teman dekat, kekasih, dan pasangan hidup.
Di scene ini Bu Tejo menunjukan kepeduliannya kepada Acen yang merindukan mendiang ibunya dan stres memikirkan ayahnya yang tak kunjung lepas dari kedukaan. Bu Tejo peduli dengan Acen sebagai manusia dan tak lagi memandangnya semata sebagai 'etnis Cina' yang berjarak.
Andibachtiar Yusuf juga menyegarkan tema multikulturalnya lewat karakter Acen dan ayahnya yang berbahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa di sini menyiratkan bahwa etnis Tionghoa bukanlah suatu kelompok terpisah dengan nasionalisme yang patut dipertanyakan sebagaimana zaman orde baru.
Di masa orde baru, berkembang stereotipe etnis Cina di Indonesia masih memiliki ikatan kuat dengan tanah leluhur sehingga jiwa nasionalisme mereka dirasa perlu diragukan. Stereotipe tersebut menimbulkan jarak dan segregasi etnis.
Namun dari sekian upaya menyingkirkan stereotipe itu, Andibachtiar malah menampakkan inkonsistensi ketika Tedy -- yang sedari awal meyakinkan ibunya bahwa tidak ada yang salah dengan etnis Cina dan menyiratkan bahwa ia adalah generasi muda yang telah berhasil memusnahkan stereotipe -- berkata; "Sudahlah Bu, Pak, gak usah grogi, namanya juga orang Cina rumahnya bagus," ucap Tedy.
Di sini, Tedy seolah memposisikan keluarganya di bawah keluarga Vanessa atau etnis Cina. Ia masih membudayakan pandangan bahwa Cina, secara general, adalah kelompok yang eksklusif dan dengan demikian kembali membentangkan jarak yang sudah berhasil dimusnahkan Bu Tejo.
Anggapan jika etnis Tionghoa lebih eksklusif dibanding etnis pribumi sudah terjadi turun-menurun. Warisan tersebut tak lain adalah imbas kebijakan Wijkenstelsel zaman kolonial Belanda yang memisahkan masyarakat zaman kolonialisme berdasarkan ras. Penggolongan ini menimbulkan eksklusivisme, karena masing-masing golongan diposisikan dalam stratifikasi sosialnya. Dari pemisahan itu, sejumlah tempat atau titik didominasi oleh etnis tertentu, tak terkecuali Tionghoa.
Resolution: Budaya dan Bahasa
Interaksi yang dilakukan warga masyarakat mengacu pada masalah sosial yang timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri, manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dari kebudayaan (Soekanto, 2015).Â
Meskipun bukan hal baru dalam media film, budaya dan bahasa tetap menjadi nilai jual dan memainkan fungsi vital di film ini. Di samping kental dengan Bahasa Jawa dan penggunaannya oleh etnis Tionghoa, film ini, melalui babak resolusi, mempertegas statement akan pentingnya saling menghargai budaya.