Â
  Melihat contoh di masa lalu, Made menekankan bahwa kebijakan harus mencakup secara ketat. Mengingat permintaan melebihi pasokan dan terdapat masalah keterjangkauan, jangan jadikan kebijakan ini sebagai bisnis.“Misalnya pekerja tetap dan masyarakat menengah yang memiliki Tapera dan bisa memiliki rumah, bisa menjual rumah yang dibelinya melalui Tapera. Oleh karena itu, kebijakan ini tidak efektif. Di sisi lain, hal ini sebagai pelengkap kebijakan publik yang memilah aspek kelembagaan yang akan mewujudkan hal tersebut, ujarnya.
Â
  Dosen Fakultas Ekonomi (FEB) UNAIR ini menegaskan, suatu kebijakan bisa dikatakan efektif jika sampai pada sasaran penerima manfaat. Artinya, kebijakan Tapera perlu dikaji ulang agar bisa memberikan manfaat bagi masyarakat.
Â
C. Â KesimpulanÂ
Â
  Berdasarkan penjelasan di atas, pengelolaan dana dengan pengelolaan Tapera diawali dengan tiga tahapan yaitu penghimpunan dana, penghimpunan dana, dan pemanfaatan dana. Dana Tapera dikelola oleh Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Iuran Tapera sebesar 3%, pekerja 2,5%, dan pengusaha 0,5%. Dana Tapera digunakan melalui kepemilikan rumah, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah. Alasan lahirnya UU Tapera adalah untuk menjalankan kewajiban Pasal 28H UUD 1945.
Â
  Pasal-pasal UU Tapera mendapat penolakan dari pekerja dan pengusaha karena merupakan beban yang tidak semestinya yang harus dibayar pengusaha setiap bulannya. Dari sudut pandang pemberi kerja, terdapat juga kebingungan mengenai dari mana jumlah nominal yang tercantum dalam iuran tersebut berasal. Dalam konteks ini, manfaat UU Tapera mungkin juga dirasa tidak diperlukan karena jaminan terhadap pekerja seperti BPJS sudah ada di berbagai sektor.
Â