Mohon tunggu...
Aira Namira
Aira Namira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi

Mahasiswa Psikologi yang memiliki peminatan dalam bidang industri & organisasi. Selain itu minat dalam menulis karya fiksi menjadi kegemaran dan telah diabadikan dalam beberapa buku antologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Langit yang Sama

24 Agustus 2024   20:18 Diperbarui: 24 Agustus 2024   20:20 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tema: Guru Sebagai Pahlawan

Di Bawah Langit Yang Sama

Masa kecil yang menyenangkan. Bisa bersekolah, bermain dengan teman, duduk di bangku kelas, mencoret di papan tulis, dan menyimak guru saat pembelajaran berlangsung adalah hal yang sangat mengasyikkan. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, slogan ini sangat mendunia dibilang pendidikan. Sejak SD, kalimat ini sangat populer di kalangan siswa. Sosok guru selalu jadi inspirasi bagiku, dan sejak saat itu juga aku berkeinginan menjadi seorang guru nantinya. Guru yang memberi ilmu di depan sangat mengagumkan bagiku. Terbayang di kepalaku, diriku yang berada di posisinya itu. Perbincangan teman kelas sangat mengasyikkan, saat jam istirahat akan ada banyak obrolan antar siswa.

"Katanya guru tanpa tanda jasa, nyatanya jasa guru itu dibayar. Kita aja bayar uang sekolah."

"Iya, sama saja. Sekolah negeri ataupun swasta, gurunya tetap dibayar."

"Benar-benar, makanya kalau swasta itu bayarannya mahal, soalnya siswa yang bayar jasa gurunya. Tapi kalau negeri lebih murah bahkan ada yang gratis yah itu karena program pemerintah juga berarti jasa gurunya ditanggung pemerintah."

"Tapi bukannya jasa pembayaran guru itu berupa uang? Nah uangkan tidak bisa jadi bukti jasa selamanya soalnya uang bisa habis."

"Aduh, sekarang kerja itu ada slip gaji. Itu bukti pembayaran jasakan. Lagian lah kerja emang gitu jasanya pakai uang."

Begitulah pembicaraan siswa tentang guru. Ada yang pro dan ada juga yang kontra. Pembicaraan ini selalu saja berlangsung. Saat jam istirahat membahas tentang itu, ketika jam istirahat berakhir pelajaran dilanjutkan. Dan pembahasan juga akan dilanjutkan di jam istirahat yang lain. Kadang aku merasa lucu dari perdebatan ini kadang juga pikiranku terpengaruh. 

"Ayo, masuk masuk. Baris yang rapi, tunjukkan kuku." Perintah sang guru ketika bel masuk berbunyi dan pelajaran akan segera dimulai. 

"Kukumu kenapa masih panjang?" Kata guru dan memukul tangan siswa tersebut. 

"Nah pendek dan rapi, langsung masuk kelas."

"Heh, sudah panjang kukumu kotor lagi. Potong besok yah." Dipukulnya dua kali. 

Jam istirahat memang selalu dinantikan para siswa, bermain di luar kelas, belanja ke kantin, jailin teman, dan hal lainnya selalu dilakukan. Semuanya diajak berteman dan bermain, teman kelas, adik kelas, kakak kelas, bahkan penjaga kantin dan pak satpam. Tapi yang tidak pernah ketinggalan adalah perbincangan mereka yang selalu berlanjut. 

"Tadi dipukul sakit banget, ih kesel. Ibuku gak pernah mukulin aku."

"Iya, tega banget gak punya hati emang."

"Kenapa sih kalau kuku panjang? Dia punya masalah apa sama kuku panjang?"

"Ih biar lebih rapi aja, kan lebih nyaman."

"Kan yang rasa itu kita bukan guru. Langian nyaman kok dengan kuku begini."

"Iya, ini tidak mengganggu belajar kita, kan bukan kuku kita yang berpikir."

Pembicaraan para siswa menimpali. Mereka semua seakan punya argumen masing-masing untuk diucapkan ketika sesi perbincangan dimulai. Meski memang mereka tidak merencanakannya terlebih dahulu. Selalu saja ada akal mereka untuk membuat pembicaraan jadi panjang 

Tiba saat kelulusan yang sangat dinantikan. Seragam merah putih akan terganti menjadi biru putih. Wah, makin besar kita makin punya banyak adik, sangat menyenangkan. Dipanggil kakak, dihormati bikin sulit berhenti senyum. Apalagi kalau disapa adik kelas dengan nyebut kak sebelum nama kita. 

"Selamat yah, belajar dengan sungguh-sungguh."

"Selamat, jangan malas-malasan."

"Selamat yah, pertahankan prestasinya."

"Selamat, kamu salah satu siswa baik yang kukenal. Teruslah jadi baik." Ucapan selamat untukku dari guruku, ia langsung memelukku. 

Sesi ini tanpa air mata, bahkan dengan senyum bahagia. Melihat kami belajar dan melepaskan kami untuk pendidikan selanjutnya. Para guru memberi ucapan selamat untuk para siswa dan juga banyak nasehat serta kalimat motivasi yang akan diterima. 

Suasana SMP agak beda dari SD. Tapi aku masih senang dengan aktivitas kelas yang mengasyikkan. Hanya saja di waktu istirahat, sudah tidak ada permainan di luar kelas. Selain jajan di kantin, teman-teman biasa main di kelas misalnya main TTS atau yang sejenisnya. Dan yang tidak hilang juga adalah perbincangan antar siswa. 

"Guru ini itu galak banget. Gak ngumpulin tugas wuh habis kita dimarahin. Killer."

"Killer? Tapi diakan tidak membunuh."

"Dia membunuh, membunuh pikiranku. Aku itu bisa berpikir tapi karena cara bicaranya yang begitu, marah mulu. Itu pikiranku jadi mati."

"Nah kan, terus guru sana itu jarang banget masuknya. Kelas kosong mulu kalau jam pelajaran."

"Iya, gak disiplin banget, makan gaji buta. Gak ngajar tapi gaji jalan."

"Bukannya, guru tanpa tanda jasa?"

"Heleh, guru itu jasanya dibayar."

Masih sama saja para siswanya seperti waktu SD lalu. Mereka selalu adu argumen dan pembahasannya juga masih sama saja. Selalu saja ada bahan untuk memperpanjang pembahasan. 

"Husst, husst, gurunya datang."

Tegur salah satu teman kelas, dan siswa di kelas dengan cepat langsung menduduki bangku masing-masing. Kembali ke rutinitas belajar seperti sebelumnya. Hal ini tidak pernah membosankan bagiku. Dan semua pembahasan siswa tidak pernah menghilangkan niatku untuk menjadi seorang guru. Bahkan aku masih kagum saja dan kekagumanku malah bertambah pada guru yang mengajar. Aku sangat salut dia menjelaskan sangat luar biasa. Mata pelajaran makin banyak dan gurunya pun makin banyak. Wah betapa senangnya diriku, mengenal guru sesuai dengan keahlian mata pelajaran yang mereka ajarkan. Semakin penasaran aku dan ingin tahu bagaimana cara menjadi seorang guru. 

Di hari kelulusan ini sedikit memberikan air mata. Perpisahan dengan guru favorit, dan teman dekat ataupun sahabat. Tapi cepat usai, setelah mendapat teman baru di SMA sudah pulih sedihnya. Dan pastinya masih menerima ucapan selamat dari sang guru. 

"Selamat yah, jangan pernah menyerah teruslah mengejar cita-cita. Jangan takut mencoba, jika tidak kamu coba maka sulit untuk kamu tahu. Jangan takut gagal, karena itu adalah pembelajaran." Ucapan selamat untukku dari guru kesayanganku. 

Akhirnya yang selama ini kuinginkan telah kudapatkan. Menggunakan seragam putih abu-abu. Wah semuanya tampak keren, suasananya sangat berbeda. Mulai dari fasilitas sekolah, teman-teman, dan proses pembelajaran. Aku hidup di zaman teknologi digital. Orang-orang menyebutnya generasi Z, sejak aku lahir teknologi sudah ada. Belajar pun menjadi sangat canggih. 

Teman-teman di sini beda dari yang sebelumnya. Sudah tidak ada sama sekali permainan di luar kelas ataupun di dalam kelas. Aktivitasnya tinggal ke kantin, pendekatan sama lawan jenis, dan sibuk dengan handphone masing-masing di dunia maya. Kami belajar menggunakan handphone juga dalam mata pelajaran yang telah diberi izin dari sekolah. Bahkan ujiannya pun pakai handphone. Eits, tapi tidak ketinggalan satu hal, masih ada kok perbincangan antar siswa. 

"Tugas guru sekarang, lebih ringan yah. Yang menjelaskan bukan guru lagi, tapi internet."

"Tugas siswanya juga lebih ringan, yang berpikir bukan siswa lagi, tapi internet."

"Tapi kan, sekarang guru itu hanya masuk nyuruh nyari materi udah selesai. Nanti yang menjelaskan materi itu siswanya."

"Iya, benar. Presentasi mulu, dianya udah nggak menjelaskan."

"Kan ada proses diskusi sama gurunya setelah presentasi itu."

"Sama saja, siswanya juga yang disuruh jawab pertanyaan."

Nah kan, begitulah pembahasan tentang guru itu tidak pernah habis. Kukira itu akan usai seiring pendidikan makin meningkat. Tapi tidak akan tergantikan kemuliaan sosok guru di hatiku. Guru-guru di sini sangat muda. Bahkan mereka disapa kak, makin akrab saja aku dengan guruku itu. Mereka sangat asyik dan senang diskusi. 

"Udah gak usah terlalu dipikirin, tugas kamu itu belajar dengan baik." Ucap salah satu guruku yang menyemangati karena aku selalu mendapatkan teguran dari keterlambatan datang ke sekolah akibat jarak rumah yang jauh dan pembayaran sekolah yang kian menumpuk. 

Teman-temanku kini tidak banyak bicara, mereka lebih sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Canda tawa sudah sulit didengarkan. Makanya tidak jarang para guru selalu mendatangi kami dan membahas banyak hal, kami selalu berdiskusi, hal yang sangat kusenangi. Tapi ada kalanya mereka berkumpul dan terjadi pembicaraan juga di antara mereka. 

"Sekarang belajar itu tidak hanya dari guru saja, dari gadget juga bisa."

"Iya, materi, ilmu, sudah bisa diakses dari banyak sumber. Kalau guru yah, perannya sudah sedikit berkurang."

"Tapi kan tanpa guru juga bingung mau belajar tentang apa. Nah guru itu sekarang sebagai arah yang nunjukin gitu."

"Pokoknya internet pahlawan belajarku."

Masih saja berlanjut, sepertinya hal ini yang tidak berubah dari teman-temanku sejak SD. Tapi bagiku guru adalah seseorang yang memberikan jasanya tanpa perhitungan. Dan apapun yang diberikan tidak akan pernah bernilai pembayaran atas upah jasa itu. Karena jasa yang diberikan sangat mulia dan setulus hati. 

Di hari kelulusan ini diwarnai dengan air mata. Banyak terjadi pertumpahan air mata, perpisahan dengan guru luar biasa, sahabat dan teman-teman, serta mungkin teman dekat lawan jenis. Hari ini sangat memukul batin para lulusan, bagaikan sebuah kabar bahagia yang dicampur dengan duka. Bahagia karena telah menyelesaikan pendidikan namun duka karena perpisahan dengan orang-orang tersayang. 

"Sudah sayang, kuat dan tetap semangat. Perpisahan bukan akhir perjuangan. Kamu harus terus melangkah tanpa berbalik dari kisah yang tidak kamu senangi. Meskipun nantinya entah kamu akan kerja di mana atau mungkin melanjutkan pendidikan lagi, kamu harus ingat kalau kita masih dalam satu langit yang sama. Dan juga ingat yah kita pernah berada dalam atap yang sama saling berdiskusi dan belajar. Teruslah belajar, belajar tanpa memandang siapa yang berbicara. Tapi pilahlah apa yang dibicarakan, jika menurutmu itu baik maka ikutilah tapi jika kamu merasa itu tidak baik maka hindarilah." Ucapan guruku yang akan selalu kukenang. 

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Itu akan menjadi slogan yang sangat benar. Dari sejak aku SD hingga SMA, aku selalu mendengarkan kritikan tentang seorang guru. Dan banyakan dari siswa merasa bahwa jasa guru itu dibayar dan merasa slogan guru tanpa tanda jasa ini tidak benar. Padahal menurutku jasa guru ini tidak akan mampu terbalaskan. 

Membayar jasa guru? Lantas merasa bahwa slogan itu tidak benar? Selama aku mengenal seorang guru aku menjadi paham bahwa menjadi seorang guru tidaklah mudah. Membutuhkan banyak niat dan usaha. Menjadi seorang guru harus menempuh pendidikan yang diakui sebagai lulusan sarjana. Tidak semua orang bisa menempuh itu, banyak kok para lulusan sarjana yang tidak jadi guru. Kenapa? Karena tidak ada niat untuk menjadi seorang guru. Masih meragukan jasa guru? 

Bagaimana dengan membayar jasa seorang guru? Bukannya sebelum menjadi guru ada pendidikan yang harus ditempuh? Tentunya ada juga pembayaran yang dikeluarkan. Dan pendidikan itu mahal, karena pendidikan sangat penting dan hal yang akan selalu berlaku di mana saja. Membayar jasa guru mungkin hanya akan menggantikan pengeluaran mereka sebelum menjadi guru. Upah yang mereka terima juga mungkin tidak seberapa dibandingkan kerelaan mereka dalam mengajar. 

Jasa mulia seorang guru yang akan selalu berusaha mencerdaskan anak bangsa. Wah ini adalah hal luar biasa yang entah dengan apa bisa membalasnya. Selamat kepada para sang guru, terima kasih atas segala ilmu, nasehat, dan motivasinya selama ini. Dan semangat pada para calon guru, sukses selalu dalam mencerdaskan anak bangsa. Guruku pahlawan belajarku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun