pada kenyataanya notaris tidak pernah mendapatkan hak-hak sebagai pejabat publik (pegawai-pegawai umum atau ambtenaar). Akan tetapi, menjadi tidak realistis, ketika notaris mempunyai tugas kewajiban dan tanggungjawab sebagai pejabat umum yang harus tunduk pada undang-undang Layanan publik maupun undang-undang lainnya yang terkait dengan pejabat umum. Lalu apakah masih pantas notaris disebut sebagai pejabat publik (pegawai-pegawai umum atau ambtenaar) ? Bukankah hal ini membuat rancu ketika dihubungkan dengan hak dan kewajiban pertanggungjawaban notaris kepada pemerinta, seperti wajib menyampaikan pajak dan lain-lain kewajiban yang menjadi janggal dan bias.
Adakah pegawai pemerintah yang dikenakan pajak atas tugas dan tanggungjawabnya sebagai pelayan publik? Misalkan kepala kantor Agraria dan Tata Ruang, apakah dia dikenakan pajak atas tugas dan kewenangannya sebagainkantah ATR/BPN? Tentunya berbeda antara pajak penghasilan dan pajak tugas-jabatannya. Padahal menjalankan tugas-jabatan notaris itu secara normatif merupakan tugas, kewajiban dan kewenangan negara yang diemban oleh notaris.
hal ini jelas diatur secara tegas dalam UUJN kewajiban-kewajiban notaris dalam memelihara akta dan merahasiakan minuta akta serta mengadministrasikan dalam menjilid bundel-bundel akta yang diarsipkan menjadi hak negara termasuk pelaporannya kepada negara melalui kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum menjadi kewajiban notaris.
Dalam kebijakan lain, notaris memiliki kewenangan menggunakan lambang negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 54 ayat 1 dan 2 UU. No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Isinya adalah sebagai berikut:
pasal 54
1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh:
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Dewan Perwakilan Rakyat
d. Dewan Perwakilan Daerah