“Banyak sekali bawaannya, mbak?” kata sang supir mengajak saya bicara.
“Iya, pak. Punya satu keluarga, cuma kami hampir ketinggalan pesawat tadi, Bagasinya sudah ditutup, jadi kopernya tidak bisa ikut masuk.”
“Pake pesawat apa memangnya?”
“Dari maskapai xxx, pak.”
“Oh, sudah biasa itu, mbak.” Dan supir itu tertawa mendengar jawaban saya.
Di Hostel, saya mencari alternatif penerbangan ke Pontianak, mulai dari Bandung, Solo, Yogya, semua kota di Pulau Jawa yang memiliki bandara, saya cek satu-persatu jadwalnya. Akhirnya ketemu, Surabaya, 3 hari lagi.
Tak lama, kakak saya menelpon, dia mengabarkan telah sampai di Pontianak. Namun, temannya yang seorang pemilik agen travel, mengatakan tidak ada penerbangan kosong ke Pontianak.
Dengan ringan saya mengatakan, “Ada dari Surabaya, nanti naik kereta ke sana. Tapi 3 hari lagi.”
“Oh ya udah, pakai saja uang di ATM.” Alhamdulillah… Kali ini saya bersorak dalam hati mendengarnya, maklum kantong saya tipis, jiwa miskin saya menangis membayangkan uang yang harus saya keluarkan untuk tiket dan biaya lain-lain.
Setelah itu saya mulai mencari tiket kereta, tetapi melihat jaraknya, saya geleng-geleng kepala. Bisa remuk pinggang ini duduk belasan jam di kereta. Saya cari alternatif singgah di Jawa tengah, dan Jogja menjadi pilihan.
Besoknya, pagi-pagi saya berangkat dari stasiun Pasar Senen menuju Yogyakarta.