Mohon tunggu...
Ety Supriyatin
Ety Supriyatin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca

Menulis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. â– JUST BE MYSELFâ– 

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Skenario Tuhan

3 November 2023   22:04 Diperbarui: 3 November 2023   22:14 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit mendung di atas laut, seperti hati Rudi yang dirundung kegalauan dan rasa kecewa. Burung yang berseliweran hendak kembali ke sarang untuk beristirahat tak menghiraukan Rudi yang masih duduk sendiri. Sepi yang tak kunjung reda semakin dirasakan seiring merangkaknya senja setelah mentari tak lagi tersenyum.

Rudi merenungi nasibnya. Kenapa harus gagal dalam pekerjaan. Kesalahan yang kecil mengakibatkan dirinya dipecat dari posisi supervisor di tempat kerjanya. Faktor kecemburuan dari sahabatnya sendiri yang cari muka pada pimpinannya, sehingga tanpa surat peringatan lebih dulu dia langsung  dirumahkan.

Sebelum mendapatkan pekerjaan kembali, tidak disangka masalah baru muncul dan membuatnya hampir putus asa.

Winda, tunangannya memutuskan hubungan secara sepihak. Winda yang dijodohkan kedua orang tuanya dengan lelaki pilihan mereka, tiba-tiba mengembalikan cincin tunangan dan memutuskan hubungan cinta yang sudah lama mereka bina.

Namun tak disangka justru cinta mereka kandas di tengah jalan. Rudi kaget setengah mati. Entah apa yang menjadi alasan Winda mengambil keputusan sepihak.

"Tolong kamu jawab sejujurnya alasannya, Win!" desak Rudi saat menerima cincin tunangan yang dikembalikan Winda tadi pagi.

"Aaa...aku dijodohkan, Rud." Winda menjawab sambil terisak. Rudi bagai

disambar petir. Dia tidak habis pikir kenapa orang tua Winda menerima saat dia melamarnya.

Acara tunangan pun cukup meriah dan dihadiri kedua belah pihak keluarga. Rudi merasa heran pada akhirnya Winda dijodohkan dengan laki-laki lain. Padahal acara pernikahan sudah dikonsep dengan matang tinggal menentukan tanggal dan bulan.

"Kamu tahu kan alasan kenapa dijodohkan...?" Rudi kembali bertanya. Sesaat Winda terdiam.

"Ayo kamu jawab dengan jujur. Aku akan menerima apa pun jawaban kamu. Meskipun aku kecewa dan sakit hati!" tegas Rudi. Winda mencoba menatap wajah Rudi.

"Maafin aku ya, Rud..." Winda meminta maaf sambil menangis.

"Kamu jawab saja sejujurnya." Rudi memegang pundak Winda. "Mumpung aku belum pergi menjauh aku harus tahu jawabanmu," lanjut Rudi.

"Orang tuaku khawatir karena kamu belum punya pekerjaan tetap, Rud," jawab Winda sambil menunduk. Rudi tidak mampu protes. Dia hanya diam. Dalam hatinya mengakui memang dirinya masih belum punya pekerjaan tetap. Orang tua Winda khawatir dirinya tidak bisa menghidupi Winda.

Sejenak Rudi menatap wajah Winda yang masih menunduk. Lalu dia berkata, "Ya sudah, ini pertemuan kita terakhir. Semoga kamu hidup bahagia dengan pilihan orang tuamu." Rudi mengulurkan tangan menyalami Winda. Lalu pergi meninggalkan Winda yang masih terdiam.

"Rud...!" Winda memanggil Rudi sambil melihat kepergian Rudi. Namun Rudi tetap melangkah tanpa menoleh ke arah Winda.

Rudi langsung menuju ke laut. Membuang cincin yang dilemparnya jauh dan terbawa gelombang.

Pikirannya kacau. Entah apa yang harus diperbuat. Dia pun kebingungan mencari alasan yang harus dijelaskan pada orang tuanya.

Angin laut sudah mulai menusuk jantung Rudi. Dia meninggalkan pasir putih yang mulai terlihat coklat. Graduasi lampu mulai memancarkan sinar menambah keindahan pantai. Namun tak seindah hati dan pikiran Rudi.

Dia pulang ke rumah tante Vera. Dalam perjalanan Rudi banyak melamun. Pikirannya kalut. Tiba-tiba dia melihat seorang perempuan yang duduk di jok depan sedang  menangis.

"Mbak mau ke mana?" tanya Rudi pelan. Perempuan itu menengok ke arah Rudi. Matanya sembab. Sambil menangis dia menjawab, "Nggak tahu mau ke mana."

"Loh kok nggak tahu? Memangnya mbak dari mana?" tanya Rudi lagi.

"Dari rumah. Saya pergi dari rumah karena ada masalah," jawabnya datar.

"Terus sekarang mbak mau pergi ke mana...?" tanya Rudi penasaran.

"Nggak tahu." Perempuan itu menyeka air matanya. Tiba-tiba pikiran Rudi ingin menolongnya. Dia menawarkan ikut ke rumahnya.

"Kalau begitu kamu mau nggak main ke rumah saya? Ikut saya saja?" tanya Rudi penuh harap. Perempuan itu mengangguk.

Rudi berubah pikiran. Ketika sampai di terminal dia justru mencari bus jurusan Lampung. Tidak jadi ke rumah tantenya.

Setelah membeli tiket dia lembar dia mengajak Rima, perempuan yang baru dikenalnya untuk naik bus. Kebetulan tepat jam pemberangkatan.

Perjalanan satu hari satu malam dimanfaatkan keduanya saling berbagi cerita. Akhirnya sampai pada kesepakatan untuk menikah dalam waktu satu minggu.

Sesampainya di rumah, orang tua Rudi marah besar.

"Kamu ngapain bawa-bawa perempuan ke sini?!" tanya ibu Rudi setengah membentak saat mereka di ruang tengah. Sementara Rima duduk di ruang tamu sendirian.

"Aku diputusin Winda, Bu. Dia pacarku dulu yang sekarang nyambung lagi," jawab Rudi berbohong.

"Kami sepakat minggu depan mau menikah, Bu. Makanya Rima aku ajak ke sini," lanjut Rudi. Ibunya terperanjat. Sedangkan ayah Rudi hanya terdiam.

"Ya sudah nikah saja! Tapi ayah dan ibu nggak bakalan hadir." Ibu Rudi

menjawab dengan nada kecewa. Winda yang diharapkan jadi menantunya dan sudah saling cocok ternyata gagal.

Rima menginap satu malam di rumah Rudi. Pagi-pagi Rima diantar ke terminal. Pulang ke rumah orang tuanya untuk menyampaikan rencana akad nikah dengan Rudi. Mereka sudah sepakat pada saat akad nikah tidak dihadiri orang tua Rudi. Hanya tante Rudi dan beberapa teman yang ada di Jawa.

Pelaksanaan pernikahan yang sangat sederhana tanpa ada pesta dan tamu undangan akhirnya berjalan lancar.

Ketika acara makan bersama, tiba-tiba datang dua orang keluarga Rima. Rudi terkejut ketika tamu yang datang masuk duluan adalah perempuan yang dikenalnya.

Sambil berbisik pada Rima dia bertanya, "Itu yang baru datang keluarga kamu?" "Iya, mas. Dia adik ibu yang tinggal di Tegal. Sebenarnya dia sudah bertunangan enam bulan yang lalu sama pacarnya. Waktu itu memang aku dan ayah-ibu tidak bisa hadir. Tapi akhirnya Tante Winda dijodohkan sama eyang dengan seorang pengusaha." Rima dengan santainya menceritakan Winda. Dada Rudi terasa sesak. Jadi Winda tantenya Rima? Jadi orang tua Winda eyangnya Rima? Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam hati Rudi seperti sulit dipercaya.

"Tante kenalin, ini mas Rudi!" Tiba-tiba Rima mengenalkan Rudi pada tantenya ketika menghampiri mereka.

"Oya. Selamat ya!" Winda yang terlihat kaget ketika melihat wajah Rudi menyalami duluan. Rudi berusaha tenang menyambut uluran tangan Winda. Jadi Winda sekarang tanteku? Rudi bertanya sendiri dalam hati.

"Kenalin ini mas Bram tunangan saya," kata Winda begitu seorang laki-laki bertubuh tegap mendekati Winda. Rudi terperanjat ketika laki-laki yang ada di depannya adalah Om Bramantyo, bekas suami tante Vera. Tak kalah kagetnya tante Vera yang duduk di sebelah kiri Rudi. Ya Tuhan! Kenapa dunia sesempit ini? Pertanyaan yang sama muncul dalam hati Rudi dan tantenya. Skenario Tuhan tak bisa diprediksi oleh manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun