"Ayo kamu jawab dengan jujur. Aku akan menerima apa pun jawaban kamu. Meskipun aku kecewa dan sakit hati!" tegas Rudi. Winda mencoba menatap wajah Rudi.
"Maafin aku ya, Rud..." Winda meminta maaf sambil menangis.
"Kamu jawab saja sejujurnya." Rudi memegang pundak Winda. "Mumpung aku belum pergi menjauh aku harus tahu jawabanmu," lanjut Rudi.
"Orang tuaku khawatir karena kamu belum punya pekerjaan tetap, Rud," jawab Winda sambil menunduk. Rudi tidak mampu protes. Dia hanya diam. Dalam hatinya mengakui memang dirinya masih belum punya pekerjaan tetap. Orang tua Winda khawatir dirinya tidak bisa menghidupi Winda.
Sejenak Rudi menatap wajah Winda yang masih menunduk. Lalu dia berkata, "Ya sudah, ini pertemuan kita terakhir. Semoga kamu hidup bahagia dengan pilihan orang tuamu." Rudi mengulurkan tangan menyalami Winda. Lalu pergi meninggalkan Winda yang masih terdiam.
"Rud...!" Winda memanggil Rudi sambil melihat kepergian Rudi. Namun Rudi tetap melangkah tanpa menoleh ke arah Winda.
Rudi langsung menuju ke laut. Membuang cincin yang dilemparnya jauh dan terbawa gelombang.
Pikirannya kacau. Entah apa yang harus diperbuat. Dia pun kebingungan mencari alasan yang harus dijelaskan pada orang tuanya.
Angin laut sudah mulai menusuk jantung Rudi. Dia meninggalkan pasir putih yang mulai terlihat coklat. Graduasi lampu mulai memancarkan sinar menambah keindahan pantai. Namun tak seindah hati dan pikiran Rudi.
Dia pulang ke rumah tante Vera. Dalam perjalanan Rudi banyak melamun. Pikirannya kalut. Tiba-tiba dia melihat seorang perempuan yang duduk di jok depan sedang  menangis.
"Mbak mau ke mana?" tanya Rudi pelan. Perempuan itu menengok ke arah Rudi. Matanya sembab. Sambil menangis dia menjawab, "Nggak tahu mau ke mana."