Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kue Keranjang

21 Januari 2023   09:29 Diperbarui: 23 Januari 2023   00:05 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Tini masih menyimpan tangis lantaran lelaki di depannya belum selesai menaikkan alis. Sorot mata lelaki itu nyalang. Nada suaranya menyentak.

"Kamu jangan suka-suka kamu di sini."

"Kalau mau kerja, ikut aturan!"

"Ini bukan toko moyangmu!!!"

Sedari tadi sampai sekarang, Tini masih tak bersuara. Kepalanya tertunduk. Ia terduduk. Ia menyaksikan kedua tangannya mengepal di atas paha. Ada bunyi embusan napas dihempas.

"Waktu itu cuan, Tin. Cuan, cuan, cuan. Ingat!" lanjut lelaki bertubuh tinggi dan berkulit putih itu. Matanya sipit.

"Kamu tahu, kita rugi berapa karena kamu terlambat? Ha!?"

Semakin keras terdengar sentakan. Lelaki itu berkacak pinggang.

Pagi barusan, tampak memang Tini paling akhir masuk kantor. Ketika gerbang hendak ditutup satpam, Tini baru datang, itu pun sudah lari tergopoh-gopoh.

Hari pertama bekerja, betapa sial, banyak aturan, gumam Tini. Pagi hari pukul tujuh, semua karyawan harus sudah sampai kantor. Istirahat siang hanya setengah jam. Jam satu siang, semua wajib kembali kerja. Tak ada keluar kantor seenaknya. Pukul lima, setelah semua kerjaan selesai, pekerja baru boleh pulang.

"Lain kali jangan diulang!" kata lelaki itu lewat pesan WA ke ponsel Tini, lagi dan lagi, sesaat setelah ia melihat meja kerja Tini kosong pukul satu lebih satu menit siang itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun