Mata Tini masih menyimpan tangis lantaran lelaki di depannya belum selesai menaikkan alis. Sorot mata lelaki itu nyalang. Nada suaranya menyentak.
"Kamu jangan suka-suka kamu di sini."
"Kalau mau kerja, ikut aturan!"
"Ini bukan toko moyangmu!!!"
Sedari tadi sampai sekarang, Tini masih tak bersuara. Kepalanya tertunduk. Ia terduduk. Ia menyaksikan kedua tangannya mengepal di atas paha. Ada bunyi embusan napas dihempas.
"Waktu itu cuan, Tin. Cuan, cuan, cuan. Ingat!" lanjut lelaki bertubuh tinggi dan berkulit putih itu. Matanya sipit.
"Kamu tahu, kita rugi berapa karena kamu terlambat? Ha!?"
Semakin keras terdengar sentakan. Lelaki itu berkacak pinggang.
Pagi barusan, tampak memang Tini paling akhir masuk kantor. Ketika gerbang hendak ditutup satpam, Tini baru datang, itu pun sudah lari tergopoh-gopoh.
Hari pertama bekerja, betapa sial, banyak aturan, gumam Tini. Pagi hari pukul tujuh, semua karyawan harus sudah sampai kantor. Istirahat siang hanya setengah jam. Jam satu siang, semua wajib kembali kerja. Tak ada keluar kantor seenaknya. Pukul lima, setelah semua kerjaan selesai, pekerja baru boleh pulang.
"Lain kali jangan diulang!" kata lelaki itu lewat pesan WA ke ponsel Tini, lagi dan lagi, sesaat setelah ia melihat meja kerja Tini kosong pukul satu lebih satu menit siang itu.