Saya sebagai pembaca pertama harus melakukan observasi dulu melalui diri saya, apakah cerpen itu memikat atau tidak. Baru setelah yakin, saya agihkan.Â
Perjalanan panjang
Saya memang belum lama menulis cerpen, baru sekitar satu tahunan. Boleh dibilang, saya masih dalam tahap belajar dan seterusnya tetap belajar. Tetapi, kemajuan demi kemajuan barang sedikit yang saya alami harus saya apresiasi agar semangat menulis cerpen tetap terjaga.
Sejauh ini, sudah enam buku kumpulan cerpen terbit. Di luar itu, ada satu buku tentang praktik mudah menulis cerpen. Satu buku lagi sedang proses, terkait coretan beberapa puisi saya di Kompasiana.
Sekiranya agar lebih bermanfaat, izinkan saya berbagi pengalaman kepada Anda, agar kita sama-sama bisa berkembang menulis cerpen semakin baik.
Perbanyak baca
Ingin banyak menulis, sudah tentu wajib banyak baca. Dalam proses belajar, saya menyengajakan diri membaca karya-karya cerpen terpilih. Yang sudah mendapat kritik sastra dari para ahli.
Sekaliguslah saya belajar materi cerpen dari pengarang bersangkutan dan kekurangan serta kelebihan cerpen itu berdasarkan penilaian sang kritikus. Itu semua dapat saya temui di buku-buku cerpen pilihan Kompas dari tahun 1971 s.d. 2019.
Ada keuntungan lain saya dapatkan. Saya menemukan berbagai jenis cerpen dengan beragam gaya penceritaan dari para pengarang kenamaan. Sebutlah Seno Gumira Ajidarma, Yanusa Nugroho, Ahmad Tohari, Ratna Indraswari Ibrahim, Indra Tranggono, Agus Noor, dan lainnya.
Saya tidak bosan membaca buku itu karena banyak variasi. Di samping itu, saya juga mengoleksi buku-buku dari pengarang tertentu yang memang saya suka.