literatur menyatakan bahwa:
Sekarang ini, saya sebetulnya tidak percaya diri jika mengagihkan sebuah cerpen ke pembaca kurang dari 1.000 kata. Bahkan, saya pernah baca sebuahCerpen mini adalah cerpen dengan jumlah kata antara 750 - 1.000 kata.
Cerpen ideal adalah cerpen dengan jumlah kata antara 3.000 - 4.000 kata.
Cerpen panjang yaitu cerpen yang jumlah kata 4.000 - 10.000 kata.
KBBI pun menegaskan cerpen sebagai kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika). Sampai 10.000 kata masih dikategorikan sebuah cerpen.
Tentu, di awal saya salah sekali. Tanpa pemahaman benar, saya menulis hanya 500 kata dan menganggapnya sudah termasuk cerpen. Disebut mini pun tidak layak.
Akhirnya, saya berjuang membangun semangat belajar. Semakin ke sini, puji Tuhan, saya semakin terbiasa menulis minimal 1.000 kata.Â
Cerpen terakhir saya sebelum tulisan ini (Beberapa Hari Setelah Kematian Bapak) mengandung 1.349 kata.
Barangkali dari segi jumlah kata sudah sedikit lebih baik (kendati belum bisa dibilang ideal, karena belum mencapai 3.000 kata).Â
Sepanjang penulisannya, ada tantangan sendiri menyajikan seribu lebih kata agar tetap menarik.
Setiap bagian benar-benar dengan sengaja dan sadar diracik sedemikian rupa supaya bisa menggiring pembaca membaca sampai akhir.Â
Saya sebagai pembaca pertama harus melakukan observasi dulu melalui diri saya, apakah cerpen itu memikat atau tidak. Baru setelah yakin, saya agihkan.Â
Perjalanan panjang
Saya memang belum lama menulis cerpen, baru sekitar satu tahunan. Boleh dibilang, saya masih dalam tahap belajar dan seterusnya tetap belajar. Tetapi, kemajuan demi kemajuan barang sedikit yang saya alami harus saya apresiasi agar semangat menulis cerpen tetap terjaga.
Sejauh ini, sudah enam buku kumpulan cerpen terbit. Di luar itu, ada satu buku tentang praktik mudah menulis cerpen. Satu buku lagi sedang proses, terkait coretan beberapa puisi saya di Kompasiana.
Sekiranya agar lebih bermanfaat, izinkan saya berbagi pengalaman kepada Anda, agar kita sama-sama bisa berkembang menulis cerpen semakin baik.
Perbanyak baca
Ingin banyak menulis, sudah tentu wajib banyak baca. Dalam proses belajar, saya menyengajakan diri membaca karya-karya cerpen terpilih. Yang sudah mendapat kritik sastra dari para ahli.
Sekaliguslah saya belajar materi cerpen dari pengarang bersangkutan dan kekurangan serta kelebihan cerpen itu berdasarkan penilaian sang kritikus. Itu semua dapat saya temui di buku-buku cerpen pilihan Kompas dari tahun 1971 s.d. 2019.
Ada keuntungan lain saya dapatkan. Saya menemukan berbagai jenis cerpen dengan beragam gaya penceritaan dari para pengarang kenamaan. Sebutlah Seno Gumira Ajidarma, Yanusa Nugroho, Ahmad Tohari, Ratna Indraswari Ibrahim, Indra Tranggono, Agus Noor, dan lainnya.
Saya tidak bosan membaca buku itu karena banyak variasi. Di samping itu, saya juga mengoleksi buku-buku dari pengarang tertentu yang memang saya suka.
Karena buku-buku itu adalah karya pilihan, saya akan sangat pelan-pelan dalam menikmatinya.Â
Saya tidak mau kehilangan adegan demi adegan, bahasa demi bahasa, yang disajikan apik dan menarik oleh pengarangnya.Â
Saya pelajari itu baik-baik sebagai bekal menulis. Ke depan, saya masih perlu dan sangat ingin menambah lagi koleksi buku cerpen saya.
Perbanyak mengarang
Alah bisa karena biasa. Orang bisa menulis cerpen dengan baik karena terbiasa dengan baik menulisnya. Pepatah itu sudah lama, tetapi selalu relevan. Berlaku pula bagi saya.
Kita harus memperbanyak mengarang. Sengajakanlah diri dengan niat sungguh dalam mengarang. Bukan hanya soal kuantitas, melainkan juga kualitas.
Boleh jadi jumlah karangan semakin banyak, tetapi jika tidak dibarengi dengan semakin banyak kualitas bagusnya, kali-kali saja kita sedang terjebak dalam pengetahuan yang sempit sehingga karya tidak berkembang.
Setelah banyak baca, perbanyaklah mengarang. Ide-ide yang muncul langsung dieksekusi, jangan biarkan mereka menghilang. Nanti, kita pasti berkembang dalam menulis cerpen.
Perbanyak sunting
Setelah karangan sudah ada, jangan lupa perbanyak sunting. Baca berkali-kali itu cerpen sebelum disajikan ke pembaca. Kalimat setiap kalimat dicermati, bila perlu dibunyikan.
Rasakan setiap penekanan emosi. Pilih dan pilah mana kata yang tidak tepat dan perlu dibuang. Awasi pula penggunaan tanda baca agar lebih tepat dalam mendukung penggambaran emosi.
Salah ketik wajib diminimalisir. Penggunaan kata baku diupayakan, kendati ada beberapa hal yang memang lebih asyik jika tidak baku, seperti percakapan antarsahabat. Tentu, jika santai, lebih terlihat layaknya kehidupan nyata.
Mengagihkan cerpen yang minim kesalahan dalam berbahasa apalagi tepat benar pasti memiliki nilai lebih di mata pembaca.Â
Saya pribadi paling terganggu jika ada bagian cerpen saya yang salah ketik. Saya akan baca dan perbaiki berulang-ulang sampai benar.
Akhirnya...
Tidak ada yang instan dalam menulis cerpen yang baik. Kita perlu belajar dan terus memperbaiki diri tanpa mengutamakan ada atau tidak apresiasi. Apresiasi itu datang sendiri dari pembaca seiring dengan semakin bagusnya kualitas cerpen.
Mari kita sama-sama belajar menulis cerpen sebaik-baiknya. Perbanyaklah baca, perbanyaklah mengarang, dan perbanyak pula sunting. Kelak dan pasti, kualitas cerpen kita semakin baik.
...
Jakarta
16 September 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H