Terdengar suara kepuasan. Berandalan itu mengambil celana jinnya. Ia mengenakan kembali kaus dan topi hitam.Â
"Mana?" tagih wanita itu.
"Apanya yang mana?"
"Bayaran!"
Tiba-tiba berandalan itu mengeluarkan sebilah pisau dari kantung saku bagian belakang celananya. Ia selintas teringat lagi kemarahan karena kalah balapan. Emosinya terbakar.
"Ini!"
Ia menghunjamkan pisau tepat di dada wanita itu.Â
"Clep!"
Pisau itu menusuk dalam. Wanita itu berteriak kencang. Ia meminta tolong, tetapi tidak ada yang dengar. Berandalan itu membekap mulutnya.Â
Ia menarik pisau itu, lantas menusukkan kembali berulang-ulang. Darah bermuncratan, berjatuhan memerahkan dedaunan. Sebagian terciprat mengenai wajah berandalan. Ia mengambil saputangan dan lekas membersihkan.
Pisau yang masih bersimbah darah bersama saputangan ia lemparkan jauh-jauh ke arah sungai di dekat lapangan. Wanita itu menggelepar. Tubuhnya mendadak dingin. Mulutnya keluar darah. Mukanya kian pucat. Kepalanya mulai pusing.Â