"Memangnya ini terbuat dari apa, Yu?" lelaki gondrong ingin tahu setelah semua cairan gelap itu habis diminumnya. Selintas dia meludah. Matanya terpejam. Mungkin jamu itu begitu pahit.
"Oh, kalau itu rahasia perusahaan. Bahaya kalau saya jelaskan. Nanti banyak yang niru. Jualan saya jadi sepi dong."
"Ah, bisa aja Yu Mince," lelaki berkulit hitam membelai pundak Yu Mince. Dia tersenyum kecil, sedikit menggoda, dan Yu Mince betul-betul tergoda. Yu Mince membalas dengan senyuman.
"Kalau yang ketiga ini apa Yu?"
"Ini jamu antitua. Kalian kalau minum ini, dijamin tidak keriputan. Meskipun umur tambah tua, wajahnya malah tambah imut seperti bayi. Nah, jamu ini sepaket dengan jamu tahan lama. Kalau minum jamu tahan lama, harus dibarengi dengan ini."
"Ini bukannya air putih?" lelaki gondrong berujar. Warna air dalam botol itu memang begitu putih, seperti air minum biasa.
"Memang, Pak. Ini air putih, tetapi sudah ada doa-doanya. Jadi mau tidak? Saya sih tidak masalah kalau kalian tidak mau minum, kalau nanti semisal kalian cepat tambah tua dan istri sudah tidak suka lagi."
"Boleh-boleh," lelaki bertopi segera menyodorkan gelas. Mereka bertiga akhirnya meminumnya. Tidak ada reaksi di wajah mereka, karena memang itu betul-betul air putih.
"Jadi semua berapa Yu," tanya lelaki gondrong sambil mengambil dompet di sakunya.
"Hmmm... Sebentar ya, saya hitung. Tolak kere segelas lima puluh ribu, tiga berarti seratus lima puluh ribu. Tahan lama dua puluh ribu, tiga berarti enam puluh ribu. Sementara antitua tiga puluh ribu, tiga berarti sembilan puluh ribu. Semuanya tiga ratus ribu, Pak."
Ketiga lelaki itu diam sejenak. Mereka serasa tidak percaya dengan begitu mahal jamu-jamu itu.