Bingung dan kikuk begitu kesan yang disampaikan Dewi siswa kelas X sebuah SMA Negeri di Jakarta Selatan ketika pertama kali mengikuti pelajaran sekolah di Kurikulum 2013. Kebingungannya terutama karena guru dianggapnya tidak memberi penjelasan yang cukup sebelum memberi tugas. Dan ketika tugas sudah diberikan, menurutnya juga tidak diberi penjelasan yang cukup untuk dapat dipahami dengan baik.
Berdasarkan penjelasannya ada perbedaan mendasar dari cara mengajar guru saat masih di SMP dan sekarang setelah masuk SMA, yang tadinya lebih banyak menjelaskan menjadi terlalu kurang menjelaskan. “Percuma ngasih tugas setumpuk, harus dikerjakan sampai larut malam, kalau akhirnya tidak ada penjelasan yang cukup. Apalagi penilaiannya cuma ini bagus dan ini kurang bagus tanpa dijelaskan mengapa bagus dan mengapa kurang bagus.” katanya menambahkan.
Kebingunan juga dialami oleh Yanti, orang tua tunggal siswa kelas VII SMP negeri di Jakarta, karena setiap hari tidak pernah absen anaknya membawa tugas sekolah yang cukup banyak, dan bahkan melebihi kemampuan sang anak dan dirinya dalam hal penggunaan teknologi komputer dan internet. Hal ini terutama terkait dengan telah diubahnya Teknologi Informasi Komputer (TIK) yang semula menjadi mata pelajaran, menjadi media pembelajaran yang harus sudah dikuasai oleh siswa.
Kebingungan juga dialami oleh Mira, ibu rumah tangga yang putra ketiganya baru masuk sekolah dasar, yang sebelumnya dapat menelusuri perkembangan pelajaran anak-anak lewat buku-buku pelajaran yang dibawa pulang, sekarang dengan metode tematik, buku pelajaran hanya dijadikan semacam pendamping saja.
Kebingungan ternyata tidak hanya dialami oleh siswa dan orangtua, namun juga dialami oleh para guru. Dalam berbagai pemberitaan, meski sudah mengikuti pelatihan selama lebih kurang enam hari, guru-guru nampak masih bingung terutama mengaplikasikan sistim penilaian Kurikulum 2013 yangtidak hanya menilai keterampilan dan pengetahuan, namun juga sikap sosial dan sikap spiritual. Hal lain yang juga menjadi kendala adalah, Kurikulum 2013 ini menuntut kreatifitas guru dalam menyampaikan materi pembelajaran serta menuntut keterampilan guru dalam mengakses teknologi informasi komputer (TIK).
Hal lain yang juga dirasa mengganjal oleh Iwan, salah satu orang tua siswa SMA Negeri, adalah penjurusan di kelas X yang hanya berdasarkan nilai Ujian Nasional (UN) SMP. Hal itu dirasa kurang tepat, mengingat dengan seleksi komputerisasi berdasarkan nilai UN tertinggi, batas minimal ditentukan oleh nilai UN para siswa pendaftar 0n-line di suatu sekolah, padahal sekolah tersebut sudah memiliki kuota untuk penerimaan siswa IPA dan IPS. “Sepertinya tidak ada batasan yang jelas seorang siswa bisa masuk jurusan IPA, semua tergantung nilai pasaran tertinggi pendaftar sebuah sekolah dan kuota jumlah siswa kelas IPA. Sehingga siswa yang berminat masuik IPA meski nilai UN SMP nya tidak buruk, tidak dapat masuk karena sekolah tersebut. Harusnya kelas IPA-nya dibuka lebih banyak kalau peminat dan yang memenuhi standar minimumnya lebih banyak.” Katanya. Iwan menambahkan mestinya penjurusan tidak hanya berdasarkan nilai UN dan minat siswa saja, namun ada ukuran yang jelas tentang potensi akademik atau sejenisnya yang memastikan minat siswa tersebut tepat.
Signal adanya ketidakberesan dalam kurikulum 2013, sebenarnya sudah disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Anies Baswedan pada kesempatan pertama memimpin kementeriannya beberapa bulan lalu. Bahkan seperti yang diberitakan Harian SINDO 20 November, Rektor Universitas Paramadina nonaktif itu menyatakan keheranannnya mengapa pemerintah sebelumnya memaksakan kurikulum diberlakukan menjelang akhir periode pemerintahan.
“Kurikulum terlalu dipaksakan. Terburu-buru. Jika ingin segera jalan untuk kepentingan siapa? Buat anak didik atau pejabatnya yang ingin buat peninggalan?” katanya. Lebih lanjut penggagas gerakan Indonesia Mengajar ini menyatakan akan menindak tegas dengan meminta pertanggungjawaban mereka yang memaksakan kurikulum ini berjalan.
Setelah beberapa kali diberitakan melakukan dialog dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk meninjau dan mewawancarai siswa sekolah dan guru, Mendikbud menyayangkan adanya guru yang belum mengerti cara penilaian siswa yang harus dinilai secara deskriptif. Menurutnya penilaian seperti ini hanya bisa dilakukan oleh guru-guru di negara maju dengan jumlah murid setiap kelas hanya 20 orang yang dipandu oleh 2 sampai 3 guru. Sedangkan kondisi di Indonesia, satu kelas terdiri dari 40 orang siswa dipandu oleh seorang guru, bahkan seorang guru dapat merangkap memandu beberapa kelas.
Lebih lanjut menurut Retno Listyarti, selaku pengamat kurikulum yang sejak awal mengkritisi kurikulum 2013 mengatakan bahwa ada ketidaksingkronan antara dokumen silabus, kompetensi dasar dan buku pelajaran. Retno berharap sekolah kembali menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) karena kebanyakan guru sudah menguasai materinya terutama karena banyak sekolah yang belum memperoleh buku kurikulum 2013.
Sementara itu Said Hamid Hasan, selaku mantan Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 menekankan bahwa kurikulum dikembangkan berdasarkan RPJMN 2010-2014 dan bukan karena keinginan Mendikbud pada saat itu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada RPJMN pasal 3 disebutkan agar pemerintah menghentikan pembelajaran untuk kelulusan. Dan pada pasal 5 disebutkan bahwa pemerintah harus mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan karakter, siswa belajar, aktif, dan kewirausahaan. Senada dengan yang diungkapkan Retno Listyarti, jika dilihat dari beberapa persoalan yang berkembang, menurut Said Hamid Hasan yang perlu ditinjau pada kurikulum 2013 ini adalah pelatihan guru, buku, silabus dan kompetensi dasar.
Menyadari dampak ketidakpastian kelanjutan kurikulum 2013 yang menimbulkan ketidaktenangan guru dan siswa menjelang Ujian Nasional tahun ini, Mendikbud Anies Baswedan setelah sebelumnya memastikan tidak ingin mengganti kurikulum dan hanya menyempurnakannnya, belakangan malah memutuskan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang baru menerapkan satu semester, dan tetap meminta untuk melanjutkan Kurikulum 2013 untuk 6.221 sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 sejak tahun ajaran 2013-2014 atau tiga semester.
Aroma Kegagalan Kurikulum 2013
Aroma kegagalan Kurikulum 2013 sebetulnya sudah tercium sejak pembagian hasil ujian tengah semester lalu. Pagi itu sekitar 29 orang tua siswa sudah hadir di kelas untuk menunggu dipanggil satu persatu oleh wali kelas dalam pembagian hasil belajar tengah semester sebuah SMA Negeri di Jakarta Selatan. Dari pengamatan penulis berdasarkan sejumlah percakapan terbuka antara wali kelas dan wali siswa ketika penyerahan hasil belajar tengah semester, yang mencengangkan adalah tidak ada satupun siswa yang tidak perlu remedial, bahkan rata-rata sebanyak 4 sampai 6 mata pelajaran harus remedial.
Menjawab pertanyaan seorang wali siswatentang bagaimana nilai rata-rata di kelas ini atau bahkan di seluruh kelas 10 sekarang ini dibanding tahun sebelum diberlakukan Kurikulum 2013, wali kelas menjelaskan bahwa nilai batas minimum adalah 75 untuk semua mata pelajaran, tanpa memberi rincian tentang bagaimana nilai rata-rata kelas dibandingkan dengan standar minimum itu. ibu wali kelas itumenjelaskan bahwa meski kurikulum 2013 lebih menekankan agar siswa aktif dalam belajar namun di sekolah ini guru-guru pro aktif untuk menjelaskan materi-materi kepada siswa.
Penurunan nilai akibat pemberlakuan Kurikulum 2013 nampaknya tidak hanya terjadi di SMA di Jakarta, tapi juga terjadi di tingkat SD, SMP dan SMA di beberapa kota seperti Yogyakarta, Bandung dan seluruh Kota Tanggerang. Seperti diberitakan jpnn.com 13 Oktober 2014, seorang guru di Tangerang mengatakan bahwa hasil ujian tengah semester siswa-siswanya jauh dari memuaskan bahkan dibawah standar kelulusan yang ditargetkan. Alasan utamanya terutama adanya keterlambatan mendapatkan buku, pemahaman guru yang belum maksimal, sarana yang kurang memadai, serta siswa yang belum terbiasa.
Hasil ujian tengah semester yang jauh dari memuaskan ini, menurut dosen Pengembangan Kurikulum STAINU, Muhayar Ibnu Abdul Muqim, menunjukkan bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 belum diaplikasikan secara menyeluruh dan masih menjadi wacana. Menurutnya bisa jadifaktor penyebabnya karena anak yang belum siap dengan jumlah soal yang banyak. Perlu diketahui bahwa pada Kurikulum 2013, pelajarantidak fokus membahas satu tema karena isinya ada IPA, IPS, budi pekerti, matematika dan ekonomi.
Kurikulum 2013
Bila diusut ke belakang, program kurikulum 2013 diprakarsai oleh wapres pada saat itu Boediono dan Mendikbud pada saat itu Muhammad Nuh, dimana pemerintah berpandangan bahwa Indonesia perlu menyiapkan generasi berkualitas melalui peningkatan proses belajar-mengajar yang dilakukan dengan mengubah kurikulum.
Adapun proses pengembangan kurikulum 2013, setelah dilakukan penyusunan di lingkungan internal Kemendikbud yang melibatkan sejumlah ahli dari berbagai disiplin ilmu termasuk sejumlah praktisi, pada 13 Nopember 2012 dipaparkan desain kurikulum 2013 ini di hadapan Wapres Boediono selaku Ketua Komite Pendidikan. Kemudian pada tanggal 22 Nopember 2012 dipaparkan di depan komisi X DPR RI. Selain itu dilakukan pula uji publik untuk mendapatkan masukan masyarakat, salah satunya melalui on-line untuk kemudian dilakukan penyempurnaan dan ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Bila dilihat secara sekilas nampaknya perbedaan Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)lebih kepada sistim penilaian, namun untukstandar proses pembelajaran nampak adanya kesamaan, namun persoalan yang terjadi nampaknya bukan pada kurikulum namun masalah pelaksanaannya di kelas. Lebih lanjut perbedaan Kurikulum seperti yang diringkas Fatur Thok dalam blog Sahabat Pembelajar sebagai berikut :
Perbedaan Umum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan Kurikulum 2013
No.
KTSP
Kurikulum 2013
1.
Penentuan Standar Isi ditetapkan melalui Permendiknas No. 22 Tahun 2006 sebelum ditetapkannya Standar Kompetensi Lulusan (SKL) melalui Permendiknas No. 23 Tahun 2006.
Penentuan Standar Isi sesuai dengan permendikbud No. 67, 68, dan 70 Tahun 2013 ditetapkan setelah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) ditetapkan lebih dahulu lewat Permendikbud No. 54 Tahun 2013.
2.
Kompetensi lulusan menekankan pada aspek pengetahuan.
Kompetensi lulusan meliputi keseimbangan antara aspek sikap/ karakter, keterampilan dan pengetahuan.
3.
Pada jenjang SD, diberlakukan Tematik Terpadu pada kelas I sampai dengan III.
Pada jenjang SD, diberlakukan Tematik Terpadu pada kelas I sampai dengan IV.
4.
Jumlah mata pelajaran lebih banyak.
Jumlah mata pelajaran lebih sedikit.
5.
Jumlah jam pelajaran dalam satu minggu lebih sedikit.
Jumlah jam pelajaran dalam satu minggu lebih banyak.
6.
Standar proses pembelajaran dilakukan dengan pendekatan Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi.
Standar proses pembelajaran dilakukan dengan pendekatan Ilmiah (scientific approach) yaitu Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
7.
Menjadikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran.
Menjadikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai media pembelajaran, bukan sebagai mata pelajaran.
8.
Standar penilai berdasarkan hasil, yang lebih dominan pada aspek pengetahuan.
Standar penilaian dengan memakai penilaian otentik berdasarkan proses dan hasil, dengan mengukur seluruh aspek kompetensi yang meliputi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
9.
Pramuka adalah kegiatan ekstra sekolah (ekstakulikuler) tidak wajib.
Pramuka menjadi kegiatan ekstra sekolah (ekstakulikuler) wajib.
10.
Penjurusan (Peminatan) untuk jenjang SMA/MA mulai kelas XI (kelas 2)
Penjurusan (Peminatan) untuk jenjang SMA/MA mulai kelas X (kelas 1 ).
11.
Bimbingan Konseling (BK) ditujukan untuk menyelesaikan masalah siswa.
Bimbingan Konseling (BK) ditujukan untuk pengembangan potensi siswa.
Kurikulum 2013 ini sebelum diberlakukan di tahun 2014 untuk seluruh SD kelas 1, 2, 4 dan 5, SMP kelas 7 dan 8 serta SMA kelas 10 dan 11 sebagaipengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun,telah melalui uji coba di beberapa sekolah percobaan. Namun dengan adanya perubahan pada aspek penilaian yang meliputi aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek sikap dan perilaku, serta adanya materi yang dirampingkan dan ditambahkan yang disesuaikan dengan standar Internasional, maka perlu kesiapan guru, serta perangkat pendukung berupa buku-buku dan media pembelanjaran serta modul yang memadai.
Lebih lanjut berdasarkan kesimpulan Analisa Kurikulum yang dilakukan oleh Suhartono, S.Pd. tentang perbedaan antara KTSP dan Kurikulum 2013 yang esensial adalah seperti pada tabel berikut:
Analisa Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
No.
KTSP
Kurikulum 2013
1.
Mata pelajaran tertentu mendukung kopetensi tertentu.
Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi; berupa; sikap, keterampilan dan pengetahuan.
2.
Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri.
Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas.
3.
Bahasa Indonesia sejajar dengan mata pelajaran lain
Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain (sikap, keterampilan dan pengetahuan).
4.
Tiap mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan berbeda.
Semua mata pelajaran diajarkan dengan pendekatan yang sama (saitifik) melalui; mengamati, menanya, mencoba, menalar
5.
Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah.
Bermacam jenis konten pembelajaran diajarkan terkait dan terpadu satu sama lain. Konten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya.
6.
Tematik untuk kelas I-III belum integratif
Tematik integratif untuk kelas I-III
7.
TIK mata pelajaran sendiri.
TIK merupakan saran pembelajaran, dipergunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain.
8.
Bahasa Indonesia sebagai pengetahuan.
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge.
9.
Untuk SMA penjurusan sejak kelas XI
Tidak ada penjurusan SMA. Ada mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat.
10.
SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi.
SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang sama terkait dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
11.
Penjurusan di SMK sangat detil.
Penjurusan di SMK tidak terlalu detil sampai bidang studi, di dalamnya terdapat pengelompokkan peminatan dan pendalaman.
Suhartono juga menyimpulkan bahwa perpedaan tujuan, Standar Kelulusan_Kompetensi Dasar (SK_KD), mapun evaluasi secara umum adalah dimana dalam KTSP, diluar mata pelajaran tertentu yang dikembangkan di satuan pendidikan bersangkutan, pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, sedangkan dalam Kurikulum 2013 pengembangan silabus merupakan kewenangan pemerintah.
Komposisi Bobot Kurikulum 2013
Penilaian
SD
SMP
SMA
Aspek Karakter
80%
60%
20%
Aspek Pengetahuan
20%
40%
80%
Melihat Kurikulum 2013 lebih jauh, dengan maksud penyesuaian dengan pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah sebelumnya, komposisi bobot tiap aspek yang diterapkan dalam kurikulum 2013 untuk jenjang SD lebih menekankan aspek karakter dengan bobot 80% sedangkan aspek pengetahuan dibobot 20%, berbanding terbalik dengan jenjang SMA yang membobot aspek pengetahuan dengan bobot 80% dan aspek karakter 20%.Untuk jenjang SMP bobot 60% untuk aspek karakter dan 40% untuk aspek pengetahuan.
Selain aspek pengetahuan dan karakter, hal yang juga menjadi muatan kurikulum 2013 adalah aspek keterampilan, dimana peserta didik diberikan keterampilan dalam membuat, melaksanakan, dan mengerjakan soal atau proyek serta keterampilan membuat teks dan menjawab soal secara lisan. Sikap dan perilaku merupakan aspek yang dinilai oleh guru, teman sejawat dan oleh diri sendiri selama proses pembelajaran.
Hasil Uji Publik Kurikulum 2013
Dalam jumpa pers yang diselenggarakan pada 28 November 2012, hasil uji publik Kurikulum 2013 yang telah dilakukan selama tiga pekan ini seperti dijelaskan Mendikbud saat itu Muhammad Nuh bahwa masyarakat menyambut baik rencana kehadiran kurikulum baru pada tahun 2013.
Dari informasi tertulis berdasarkan justifikasi perlunya kurikulum baru, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan struktur kurikulum, disebutkan bahwa lebih banyakmasyarakat yang menyatakan setuju atas rancangan kurikulum baru daripada yang tidak setuju.
Hasil Uji Publik Kurikulum 2013 dari Responden Online
Setuju
Tidak Setuju
Tidak Berpendapat
Alasan (justifikasi) Perubahan Kurikulum
76,2%
14,2%
8,9%
Standar Kompetensi Kelulusan (SKL)
66 %
29,1%
4,9%
Struktur Kurikulum
32,3%
15,2%
52,4%
Hasil uji publik Kurikulum 2013 yang berakhir pada 23 Desember 2012 sebagian besar atau 76,2% responden online (12.205 pendaftar dan 6.924 diantaranya aktif) menyatakan setuju atas alasan (justifikasi) mengenai perlunya perubahan kurikulum, 14,2% menyatakan tidak setuju dan 8,9% tidak berpendapat. Mengenai Standar Kompetensi Lulusan (SKL), 66 % responden menyatakan setuju, 29,1% tidak setuju, dan 4,9% tidak berpendapat. Sedang untuk struktur kurikulum terdapat 32,3% setuju, 15,2% tidak setuju, dan 52,4% tidak berpendapat.
Hasil Uji Publik Kurikulum 2013 dari Responden Tatap Muka
Setuju
TidakSetuju
Tidak Berpendapat
Alasan (justifikasi) Perubahan Kurikulum
88,7%
5,2%
6%
Standar Kompetensi Kelulusan (SKL)
84,6%
4,2%
11,2%
Struktur Kurikulum
62,7%
10,7%
26,6%
Selain secara online, uji publik Kurikulum 2013 juga dilakukan secara tatap muka di 30 kota dengan melibatkan 7.055 peserta, yang hasilnya adalah sebagian besar atau 88,7% peserta setuju atas justifikasi, 5,2% tidak setuju dan 6% tidak berpendapat. Untuk SKL sebanyak 84,6% setuju, 4,2% tidak setuju, dan 11,2% tidak menyampaikan pendapat. Adapun yang berkaitan dengan struktur, 62,7% peserta menyatakan setuju, 10,7% tidak setuju, dan 26,6% tidak berpendapat.
Terlepas dari metode yang dilakukan dan khalayak umum yang menjadi responden, berdasarkan uji publik secara online dan tatap muka, nampaknya Kurikulum 2013 diterima masyarakat dengan gemilang. Kendati demikian berdasarkan uji publik yang dilaksanakan secara khusus di 11 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memiliki kompetensiuntuk menguji kurikulum, nampaknya secara justifikasi, kurikulum baru ini disambut baik yaitu dalam rangka pembinaan siswa, namun untuk Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan struktur kurikulum ada sejumlah catatan diantaranya :
- Kompetensi Dasar (KD) yang sudah dirumuskan perlu dibuat lebih terukur, namun disadari sangat sulit untuik membuat KD yang terukur untuk kompetensi pada ranah sikap.
- Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 sangat tergantung pada guru, sehingga strategi pelatihan yang tepat dan sosialisasi yang intensif harus dilakukan.
- Penajaman dan sinkronisasi KD banyak mendapatkan masukan LPTK.
Mengapa Kurikulum 2013 Terkesan Diberlakukan Terburu-buru ?
Jika saja catatan hasil uji publik di 11 LPTK tersebut telah dilaksanakan dengan baik, dpat dipastikan kita tidak akan jumpai adanya ketidaksiapan guru, keterlambatan buku, dan kedaksiapan siswa menjalani Kurikulum 2013. Sekaligus menjadi wajar jika Mendikbud Anies Baswedan mengatakan bahwa Kurikulum 2013 ini terlalu dipaksakan dan terburu-buru diberlakukan, karena melihat kenyataan yang sebaliknya. Lalu pertanyaan logis selanjutnya, seperti yang dilontarkan Mendikbud, segera diberlakukannya Kurikulum 2013 ini untuk kepentingan siapa? Benarkan untuk kepentingan anak didik? Atau untuk diijadikan sebagai peninggalan oleh pejabat pada saat itu? Pertanyaan tambahan penulis adalah, adakah kepentingan lain?
Berbagai spekulasi bisa dibuat, namun faktanya, seperti yang disampaikan mantan Mendikbud Muhammad Nuh pada siaran pers di Kemdikbud, Jakarta, Kamis (31/1/2013) bahwa Kurikulum 2013 ini memiliki anggaran dari APBN (yang tidak sedikit) sebesar Rp. 2,491 Triliun yang sebagian besar digunakan Rp. 1.09 Triliun untuk pelatihan guru, dan Rp. 1,2 Triliun untuk pengadaan buku sebanyak 72,8 juta eksemplar bagi siswa dan guru. Mendikbud pada saat itu Muhammad Nuh menyampaikan bahwa seluruh kegiatan dan anggaran telah dibahas bersama Komisi X DPR termasuk diantaranya yang terkait dengan kurikulum.
Pemakaian Anggaran APBN Terbesar Kurikulum 2013
Kegiatan
Anggaran
Pelatihan Guru
Rp. 1.09 Triliun
Pengadaan Buku untuk Siswa dan Guru
Rp. 1,2 Triliun
Sementara itu, Panitia Kerja Kurikulum 2013 DPR, seperti yang diberitakan Republika On Line (ROL), 29 Januari 2013, melihat adanya potensi penyimpangan anggaran mengingat semula pemerintah hanya menganggarkan Rp. 684,4 miliar. Bahkan ROL mensinyalir hal ini berpotensi menjadi mega skandal proyek Hambalang jilid II. Poin krusial dari pembengkakkan anggaran Kurikulum 2013 menurut Ferdiansyah adalah pada pengadaan buku berisi kompetensi inti dan dasar dari tingkat SD sampai SMU/SMK. Lebih lanjut Ferdiansyah menambahkan bahwa anggaran buku (sebesar) ini menunjukkan Kemendikbud tidak profesional karena menurutnya draf pengadaan buku ini tidak memiliki standard danmanjemen profesional termasuk tentang penulisan yang baik, penerbitan maupun distribusi agar memenuhi standar murah, mutu, dan merata (3M). Menurut Ferdiansyah lagi, masih banyak cara yang harus dilakukan untuk efisiensi anggaran, termasuk diantaranya terkait dengan sosialisasi dan pelatihan guru. Menurutnya, selama ini peningkatan kualitas guru belum berjalan efektif, terutama untuk guru-guru di daerah pedalaman.
“Yang jelas, kesimpulan sementara secara akademis dan teknis pelaksanaan Kurikulum 2013 oleh Kemendikbud yang memaksakan kurikulum baru dalan jangka waktu enam bulan sangat dirasakan kurang” demikian tandas Ferdiasyah. Ditambahkannya, sangat tidak beralasan Mendikbud memaksakan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014, karena kurikulum yang berjalan selama tiga tahun saja belum terselesaikan secara tuntas, apalagi hanya enam bulan waktu yang disediakan, tambahnya.
“Saya khawatir kalau waktu yang disediakan hanya enam bulan maka hasilnya sudah dapat dipastikan kurikulum 2013 hanya produk copy paste dan jangan sampai pemerintah menjadikan guru sebagai kambing hitam yang dianggap tidak mampu melaksanakan kurikulum” tegas politisi Partai Golkar ini.
Alokasi Anggaran Penyempurnaan Kurikulum
Tahun
Nama Anggaran
Jumlah
2012
Alokasi Dana Pengembangan Kurikulum
Rp. 170.891.439.000,-
2013
Anggaran Perubahan atau Penyempurnaan Kurikulum
Rp.95.020.000.000,-
Sumber : FITRA
Dugaan adanya penyimpangan anggaran sudah mengemuka saat pengembangan Kurikulum 2013. Koordinator Investigasi dan Advokasi dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Sky Khadafi seperti diberitakan Kompas.com, Selasa, (27/11/2012) menduga anggaran pengembangan kurikulum ini diwarnai akal-akalan oleh Kemdikbud karena dinilai alokasi anggaran cenderung tidak masuk akal, dan boros hanya untuk sebuah proyek penyempurnaan kurikulum. Dijelaskannya, anggaran untuk kurikulum baru, sudah mulai dialokasikan pada tahun 2012 dengan nama alokasi dana pengembangan kurikulum yang mencapai Rp. 170.891.439.000,-. Kemudian pada tahun 2013 muncul anggaran perubahan atau penyempurnaan kurikulum dengan alokasi sebesar Rp. 95.020.000.000,-.
“Alokasi dananya saja untuk dua tahun berturut-turut. Kalau BPK serius melakukan audit Investigasi, akan ditemukan indikasi penyimpangan anggarannya.” ungkap ucok.
Menanggapi hal tersebut, Mendikbud pada saat itu, Muhammad Nuh, membenarkan bahwa alokasi anggaran untuk penyempurnaan kurikulum sudah ada sejak beberapa tahun sebelumnya. Namun menurutnya anggarannya tidak sebesar seperti yang disebut oleh pihak tertentu.
Terlepas dari kebenaran berbagai sangkaan dan dugaan yang dilontarkan oleh segenap pihak, ketergesaan waktu pemberlakuan Kurikulum 2013 yang bertepatan dengan satu tahun sebelum penggantian pemerintahan, menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2014, menjadi sangat mengundang spekulasi negatif. Entahlah siapa yang diuntungkan !?
ooOoo
Penulis :
Orang tua siswa dan penggiat komunikasi penyehatan lingkungan, tinggal di Jakarta Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H