Mengapa Kurikulum 2013 Terkesan Diberlakukan Terburu-buru ?
Jika saja catatan hasil uji publik di 11 LPTK tersebut telah dilaksanakan dengan baik, dpat dipastikan kita tidak akan jumpai adanya ketidaksiapan guru, keterlambatan buku, dan kedaksiapan siswa menjalani Kurikulum 2013. Sekaligus menjadi wajar jika Mendikbud Anies Baswedan mengatakan bahwa Kurikulum 2013 ini terlalu dipaksakan dan terburu-buru diberlakukan, karena melihat kenyataan yang sebaliknya. Lalu pertanyaan logis selanjutnya, seperti yang dilontarkan Mendikbud, segera diberlakukannya Kurikulum 2013 ini untuk kepentingan siapa? Benarkan untuk kepentingan anak didik? Atau untuk diijadikan sebagai peninggalan oleh pejabat pada saat itu? Pertanyaan tambahan penulis adalah, adakah kepentingan lain?
Berbagai spekulasi bisa dibuat, namun faktanya, seperti yang disampaikan mantan Mendikbud Muhammad Nuh pada siaran pers di Kemdikbud, Jakarta, Kamis (31/1/2013) bahwa Kurikulum 2013 ini memiliki anggaran dari APBN (yang tidak sedikit) sebesar Rp. 2,491 Triliun yang sebagian besar digunakan Rp. 1.09 Triliun untuk pelatihan guru, dan Rp. 1,2 Triliun untuk pengadaan buku sebanyak 72,8 juta eksemplar bagi siswa dan guru. Mendikbud pada saat itu Muhammad Nuh menyampaikan bahwa seluruh kegiatan dan anggaran telah dibahas bersama Komisi X DPR termasuk diantaranya yang terkait dengan kurikulum.
Pemakaian Anggaran APBN Terbesar Kurikulum 2013
Kegiatan
Anggaran
Pelatihan Guru
Rp. 1.09 Triliun
Pengadaan Buku untuk Siswa dan Guru
Rp. 1,2 Triliun
Sementara itu, Panitia Kerja Kurikulum 2013 DPR, seperti yang diberitakan Republika On Line (ROL), 29 Januari 2013, melihat adanya potensi penyimpangan anggaran mengingat semula pemerintah hanya menganggarkan Rp. 684,4 miliar. Bahkan ROL mensinyalir hal ini berpotensi menjadi mega skandal proyek Hambalang jilid II. Poin krusial dari pembengkakkan anggaran Kurikulum 2013 menurut Ferdiansyah adalah pada pengadaan buku berisi kompetensi inti dan dasar dari tingkat SD sampai SMU/SMK. Lebih lanjut Ferdiansyah menambahkan bahwa anggaran buku (sebesar) ini menunjukkan Kemendikbud tidak profesional karena menurutnya draf pengadaan buku ini tidak memiliki standard danmanjemen profesional termasuk tentang penulisan yang baik, penerbitan maupun distribusi agar memenuhi standar murah, mutu, dan merata (3M). Menurut Ferdiansyah lagi, masih banyak cara yang harus dilakukan untuk efisiensi anggaran, termasuk diantaranya terkait dengan sosialisasi dan pelatihan guru. Menurutnya, selama ini peningkatan kualitas guru belum berjalan efektif, terutama untuk guru-guru di daerah pedalaman.
“Yang jelas, kesimpulan sementara secara akademis dan teknis pelaksanaan Kurikulum 2013 oleh Kemendikbud yang memaksakan kurikulum baru dalan jangka waktu enam bulan sangat dirasakan kurang” demikian tandas Ferdiasyah. Ditambahkannya, sangat tidak beralasan Mendikbud memaksakan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014, karena kurikulum yang berjalan selama tiga tahun saja belum terselesaikan secara tuntas, apalagi hanya enam bulan waktu yang disediakan, tambahnya.
“Saya khawatir kalau waktu yang disediakan hanya enam bulan maka hasilnya sudah dapat dipastikan kurikulum 2013 hanya produk copy paste dan jangan sampai pemerintah menjadikan guru sebagai kambing hitam yang dianggap tidak mampu melaksanakan kurikulum” tegas politisi Partai Golkar ini.
Alokasi Anggaran Penyempurnaan Kurikulum
Tahun
Nama Anggaran