Saat ini negara-negara di dunia sedang menghadapi krisis energi global, kenaikan harga energi dan juga gangguan dalam rantai pasok, yang mana hal ini menyulut terjadinya stagflasi.Â
Ekonom-ekonom global memperkirakan China akan menghadapi stagflasi ini seiring kita lihat munculnya tanda-tanda stagflasi di ekonomi China saat ini.Â
Harga suatu barang di negeri China terus-menerus mengalami kenaikan, sementara data manufaktur yang didapati menunjukkan produksi China melambat. Banyak juga sinyal-sinyal yang mengonfirmasi bahwa ekonomi China kemungkinan sudah mengalami stagflasi.Â
Maka pada artikel kali ini, kita akan membahas bagaimana stagflasi China dan bagaimana dampaknya terhadap Indonesia.
ISI
Baru saja dunia menghadapi kehidupan normal-baru pasca pandemi. Terlihat dari pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai tumbuh, namun ada perubahan pada proses produksi dan rantai pasok (supply chain) akibat dari penyesuaian normal baru (new normal).Â
Disrupsi supply chain dikhawatirkan akan membawa dampak stagflasi (inflasi dan stagnasi). Seperti yang sedang mengancam China belakangan ini, China beresiko mengalami stagflasi di mana perekonomian mereka melambat (stagnasi) dan disertai inflasi yang tinggi.
Gejala perlambatan terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus melemah dari 18,3 persen di kuartal I turun ke 7,9 persen di kuartal II dan di kuartal III hanya 4,9 persen.Â
Resiko stagflasi turut mengancam negara ekonomi utama dunia seperti Amerika. Fenomena ini pernah terjadi di Amerika pada tahun 1970-an, ketika itu perlambatan ekonomi terjadi bersamaan dengan krisis bahan bakar, akibatnya PDB Amerika selama 5 kuartal mengalami pertumbuhan negatif.
Menurut Dornbusch, secara teoritis terdapat trade off  ---pengorbanan dari setiap keputusan--- dalam mencapai tingkat ekonomi yang tinggi (output meningkat) dan nilai inflasi yang rendah, pada kondisi meningkatnya output, terjadi trade off yang ditandai oleh meningkatnya inflasi.Â
Tetapi stagflasi ini kontradiktif, saat stagflasi ekonomi mengalami stagnan (pdb tertekan) tapi inflasi malah meningkat. Seperti yang terjadi di China, meskipun diikuti oleh tingkat inflasi yang tinggi, output perekonomian China malah melambat.Â