Guru merupakan tugas yang sangat mulia di sisi Allah SWT.
Guru sebagaimana filosofi jawa merupakan orang yang "Digugu dan Ditiru" artinya menjadi panutan dan suri tauladan bagi siswa siswinya.
Guru harus mampu menjaga tutur kata, sikap dan perilakunya dalam setiap proses pembelajaran tidak saja ketika berada di dalam kelas melainkan juga ketika di luar kelas.
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Guru dan Dosen merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Sedangkan menurut Husnul Chotimah. Guru merupakan orang yang memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik.
Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas sebagai guru bisa dilakukan secara formal maupun non formal, disekolah maupun diluar sekolah.
Dikalangan masyarakat aktivitas sebagai guru yang melakukan proses peralihan ilmu atau mengajari suatu kebaikan kepada orang lain dikenal dengan berbagai sebutan seperti Penceramah, Ustazd, kyai, tuan guru dan lain lain.
Orang orang tersebut menjalankan aktivitas yang bertujuan untuk merubah orang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, dari tidak baik menjadi baik, dan seterusnya.
Akan tetapi dalam rangka menjalankan tugas tersebut, beberapa dari kalangan mereka telah mengalami pergeseran nilai dari tujuan mulia sebagai guru, Â berubah menjadi tujuan kepentingan dunia dan jabatan semata.
Sehingga tugas utama untuk menjadikan siswa siswinya  sebagai orang  terpelajar, terlatih, terbina, terdidik, bernilai dan berakhlak mulia sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita menjadi terabaikan.
Pergeseran nilai tersebut sangat bergantung dari niat awal atau orientasinya memilih profesi sebagai guru, ustazd atau kiyai. Karena sesunguhnya segala perbuatan yang kita lakukan tidak terlepas dari niat. Innamal'amalu Binniayati.
Jika kita lihat perjalanan orang bijak terdahulu yang mengabdikan dirinya sebagai seorang guru, dapat dilihat dari profil lulusan peserta didik yang dihasilkan, baik secara keilmuan, sikap dan perilakunya.
Proses pembelajaran yang demokratis dan berkualitas dapat kita baca pada kisah Imam Syafi'i yang belajar kepada Imam Malik tentang masalah rizqi.
Dikisahkan bahwa suatu saat Imam Syafi' i berdiskusi dengan gurunya Imam Malik tentang bagaimana Allah memberi  rizqi kepada hambanya.
Imam Malik menjelaskan bahwa rizqi akan datang melalui jalan yang tidak disangka sangka bagi siapa saja yang bersungguh sungguh bertaqwa secara benar, Â berdoa dan berharap semata mata kepada Allah.
Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa rizqi akan diperoleh oleh seseorang jika telah melakukan ikhtiar secara sungguh sungguh kemudian berdoa kepada agar Allah memberinya rizqi.
Dalam perjalanan pulang dari rumah Imam Malik. Imam Syafi'i melewati kebun anggur yang sedang dipanen oleh pemiliknya. Kemudian Imam Syafi'i menemui petani pemilik anggur tersebut untuk ikut membantu memanen buah anggur dengan harapan diberikan buah anggur untuk dimakan sebagai imbalannya.
Setelah pekerjaannya selesai Imam Syafi'i diberikan buah anggur yang diperoleh dari hasil kerjanya membantu petani tersebut.
Dengan perasaan senang Imam Syafii langsung membawa buah anggur tersebut untuk dimakan bersama dengan gurunya Imam Malik sekaligus ingin membuktikan pendapatnya tentang rizqi kepada Imam Malik.
Sesampai didepan gurunya, Imam Syafii dengan bangga menceritakan apa yang telah dilakukan hingga dia dapat menikmati lezatnya buah anggur bersama gurunya, yang didapatkan dari  membantu petani memanen anggurnya.
Dengan tenang sang guru mengulangi penjelasanya dan menceritakan keinginannya sambil berdoa kepada Allah agar hari ini diberikan buah anggur untuk bisa dinikmati bersama muridnya.
Ternyata Allah mengabulkan permohonanku melalui engkau wagai murid tercintaku, demikian Imam Malik menimpali Imam Stafi'i.Â
Lalu sambil menikmati buah anggur yang diinginkan, mereka bercanda dan saling berpelukan serta mengucapkan syukur kepada Allah atas  anugerah yang telah dilimpahkan kepada beliau berdua.
Demikianlah salah satu  contoh pembelajaran demokratis dan berkualitas yang dilandasi  oleh niat lurus dari seorang guru.
Memberikan kebasasan berpendapat bagi muridnya untuk mencari solusi yang terbaik dengan penuh kasih sayang dan saling menghargai.
Itulah guru yang menginginkan anak didiknya menjadi orang yang berhasil, terdidik dan berakhlak mulia  tanpa mengharapkan pemberian dan tunjangan dari siapapun kecuali semata mata dari Allah yang maha pemberi.
Banyak kisah dan cerita disekeliling kita tentang guru inspiratif, yang mengabdikan dirinya sebagai pendidik. Mengharap hanya semata mata mencari keridhaan Allah SWT.
Mereka mengajarkan ilmu dengan tulus, mendidik muridnya dengan penuh kesabaran, tutur kata, sikap dan perilaku tercermin dalam aktivitas kesehariannya.
Tanggung jawab, kerja keras, disiplin dan kasih sayang ditunjukkan dengan perbuatan sebagai teladan bagi murid muridnya.
Sungguh, itulah guru yang namanya selalu hidup dalam sanubari muridnya, laksana embun penyejuk dalam kehausan muridnya, bagaikan pelita ditengah kegelapan dan namanya terukir dalam hati anak didiknya.
Demikianlah profile guru yang dirindu yang dapat membentuk generasi tangguh, berakhlak mulia dan semakin dekat dengan sang pencipta.
Akan tetapi, sungguh kita sayangkan profile yang tertulis dalam syair lagu Hymne Guru di atas semakin jarang kita jumpai.
Perubahan orientasi dari tujuan mulia sebagai pahlawan tanpa tanda jasa telah berubah menjadi tujuan harta dan jabatan semata.
Faktor utama terjadinya krisis moral dikalangan  siswa maupun guru. Tudak terlepas dari niat, pikiran, perkataan dan perbuatan yang tidak sama dari seorang guru didepan murid muridnya
Perilaku tidak terpuji, memberikan uang pelicin untuk mendapat kedudukan dan jabatan seakan menjadi hal yang biasa.
Keselarasan hati, pikiran, perkataan dan perbuatan merupakan pilar utama dari proses pembelajaran.
Kejujuran dari seorang guru kunci dari jati diri sebagai pendidik, teladan bagi pengembangan karakter peserta didik.
Hilangnya kejujuran dari seorang guru merupakan malapetaka bagi dunia pendidikan, karena proses pembelajaran menjadi tidak bernakna disebabkan oleh kebohongan yang merajalela.
Kejujuran sebagai aspek utama dalam membangun karakter ditinggalkan begitu saja tanpa rasa menyesal dari seorang guru.
Praktik menggunakan uang pelicin untuk menjadi kepala sekolah dan jabatan lainnya, menandakan berubahnya orientasi sebagai guru.
Disiplin, kerja keras dan tanggung jawab seakan tergantikan oleh uang. Hasil kerjapun hanya diukur dengan ABS (Asal Bos/Bapak Senang).
Belajar kejujuran cukup dari Eyang Hoegeng. Seorang jenderal polisi bintang empat. Mantan kapolri di era Soekarno.
Tidak menerima pemberian apapun ketika menjabat. Menegakkan aturan tanpa pandang bulu.
Masa pensiun tanpa punya rumah dan fasilitas layaknya mantan pejabat negara.
Tiada meninggalkan harta, rumah dan jabatan bagi masa depan anak cucunya. Â Itulah contoh nyata untuk kita semua betapa utamanya kejujuran dalam proses pembelajaran.
Melalui Hari Guru Nasional ini
Kita kembali kejati diri sebagai guru
Sebagai orang yang "DIGUGU & DITIRU" agar tercipta Generasi Tangguh, Berakhlak Mulia Dan Religius serta Berpedoman pada ajaran Agama.
SELAMAT HARI GURU NASIONAL, TANGGAL 25 MEI 2021
SEMOGA KITA SELALU TERUKIR DALAM SANUBARI SISWA SISWI DAN MENJADI PELITA DALAM KEGELPAN.
Aamiin Ya Rabbal'alamin
SALAM LITERASI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H