Agus menyatakan, fakta itu bisa ditelusuri setelah maraknya janda-janda dan anak-anak yatim dari keluarga PKI akibat Operasi Trisula di Blitar, Jawa Timur. Kiai-kiai NU secara bijak mengambil anak tanpa ayah itu untuk dipesantrenkan, disekolahkan, dan dibesarkan.
Salah satu contoh nyata rekonsiliasi menurut Agus, bisa ditemukan di Desa Trisulo, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, yang saat itu seratus persen warganya anggota PKI. Karena trauma, penduduknya tak menerima ormas apapun masuk ke desa itu. Namun, KH Ishom Hadziq justru berhasil mengikat persaudaraan dengan membentuk ranting NU Trisulo dan ranting Ansor Trisulo pada tahun 1997.
Penulis buku Banser Berjihad Menumpas PKI ini merasa janggal ketika sejumlah media mendorong rekonsiliasi, sebuah ajakan yang sebetulnya sudah dilakukan sejak lama. Dan dia menduga ada kepentingan pihak ketiga yang sedang menunggangi tuntutan ini, termasuk upaya pembelokkan sejarah kekejaman PKI. “Kalau ada yang seperti ini mereka (keluarga PKI, red.) pasti ketakutan. Karena setting ini pasti bukan keinginan dari anak-anak PKI dan pasti ada pihak lain,” ujar Agus.
Satu hal yang pasti, rekonsiliasi bukanlah hal yang bisa selesai dengan gembar-gembor di media massa. Penyelesaian kasus HAM, bukan hanya untuk konsumsi kampanye dan tertulis dalam program para calon pemimpin agar dipilih oleh rakyat. Rekonsiliasi bukan saja sebuah tindakan dan aksi sosial, namun juga harus sekaligus menjadi aksi hukum, aksi penulisan kembali sejarah bangsa. Rekonsiliasi hanya bisa terjadi jika pemegang kekuasaan negeri ini mau betul-betul menyelesaikan persoalan dengan komprehensif, mengambil aksi dan tindakan hukum untuk mencari kebenaran dan pada akhirnya menuliskan sejarah yang lebih baik, yang sesuai faktasecara akademis dan ilmiah,serta bisa diterima oleh semua pihak dengan jiwa besar.
Apapun itu, jalan sejarah bangsa ini telah tercatatkan dengan persepsi dan alur yang berbeda sesuai dengan kepentingan yan menuliskannya. Jika hal ini dibiarkan terjadi terus menerus tanpa kepastian, tanpa proses penyelidikan hukum secara komprehensif dan tanpa tindakan hukum apapun, maka rekonsiliasi sejati tidak akan pernah terjadi, karena setiap masing-masing merasa menjadi korban dan mengharapkan keadilan sejati. Ya, keadilan sejati untuk setiap tindakan pelanggaran HAM di negeri ini. Tidak hanya yang terjadi pada PKI, keluarganya dan yang dianggap berafiliasi dengannya, tapi juga korban-korban PKI. Kasus Priok, kasus penghilangan aktivis, kasus kudatuli, kasus trisakti, semanggi I & II, kasus pembunuhan Munir, Marsinah, hingga Salim kancil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H