Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mubyarto, Ekonomi Kerakyatan, dan Neo Kerakyatan

20 April 2018   00:06 Diperbarui: 17 Juli 2018   07:37 3054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ghifari Ramadhan Firman, Ilmu Ekonomi 2016, Staf Ahli Departemen Kajian dan Penelitian HIMIESPA 2018

"Ekonomi Kerakyatan Sudah Mati!"

Begitulah ucapan seorang teman kepada penulis dalam sebuah forum. Begitu menggebu-gebu, ia mengatakan bahwa kebijakan yang ada saat ini tidak lagi memihak rakyat dan tidak sesuai dengan Pancasila. Ekonomi kerakyatan telah hilang dari diskursus dan ditinggalkan. Baginya, Pancasila hanya merupakan "narasi kosong", yaitu dapat dimaknai berbeda tergantung subjektivitas.

Mungkin, ada benarnya bahwa Pancasila merupakan narasi kosong. Maklum, Pancasila dibuat untuk mengakomodir kepentingan berbagai golongan dan pemahaman sehingga dapat diartikan berbeda - beda. Namun, pernyataan bahwa ekonomi kerakyatan telah mati sekiranya kurang tepat.

Masih eksisnya Pancasila, pembukaan UUD 1945 serta UUD 1945 merupakan bukti bahwa ekonomi kerakyatan masih bertahan. Selain itu, tanpa kita sadari, ekonomi kerakyatan beradaptasi dengan perkembangan zaman dan muncul dalam bentuk baru.

Ekonomi Kerakyatan

Seringkali, masyarakat masih bingung dengan istilah ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila sendiri adalah suatu pemahaman ekonomi yang dijiwai oleh sila-sila didalam Pancasila. Ekonomi Pancasila bersifat normatif, artinya penjabaran serta pemaknaannya sesuai dengan tuntutan waktu. Sedangkan, ekonomi kerakyatan adalah wujud konkret ekonomi Pancasila, yaitu sesuai dengan tuntutan masyarakat serta perkembangan zaman.

Hal ini membuat konsep ekonomi kerakyatan menjadi relevan karena bersifat dinamis dan dapat beradaptasi dengan keadaan zaman. Ekonomi kerakyatan (yang merupakan wujud ekonomi Pancasila) merupakan konsep ekonomi pasar. Namun, terkendali dengan pengendalinya yaitu Pancasila [1].

Konsep ekonomi yang berlandaskan Ketuhanan yang Maha Esa, menekankan pada kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan cara persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dimpimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konsep pembangunan dalam ekonomi kerakyatan tidak serta merta menggunakan konsep trickle-down effect. Ekonomi kerakyatan menjunjung pertumbuhan disertai pembangunan masyarakat kelas bawah dan pedesaan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat pedesaan merupakan lapisan masyarakat yang paling rawan terhadap kemiskinan.

Melihat data kemiskinan di Indonesia, ide tentang membangun masyarakat pedesaan merupakan ide yang penting. Sekitar 60 persen masyarakat miskin berada di wilayah pedesaan, dan sisanya sekitar 30 persen berada di wilayah perkotaan. Walaupun begitu, bukan berarti pemberantasan kemiskinan di perkotaan dipandang sebelah mata.

grafik-1-5ad8ca3e16835f442f7ba1b2.png
grafik-1-5ad8ca3e16835f442f7ba1b2.png
Selain pengentasan kemiskinan, ekonomi kerakyatan memandang penting pemerataan pembangunan. Almarhum Mubyarto, mantan guru besar Universitas Gadjah Mada dan seorang tokoh ekonomi kerakyatan, menyatakan bahwa pemerataan diperlukan untuk menciptakan dua macam keadilan, yaitu keadilan ekonomi dan keadilan sosial. Almarhum Mubyarto merujuk pada konsep yang diutarakan oleh Aristoteles, yaitu commutative justice dan distributive justice.

Keadilan ekonomi yang merupakan penjabaran dari commutative justice, yaitu kesetaraan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian. Sedangkan, keadilan sosial sesuai dengan distibutive justice merupakan keadilan dalam pendistribusian hasil kegiatan produksi atau pendapatan nasional.

Hal ini kemudian disebut redistribution with growth, yaitu pemahaman dimana keadilan diwujudkan bukan hanya melalui instrumen fiskal, tetapi juga meningkatkan partisipasi masyarakat kecil dengan memberikan ruang yang lebih besar. Tujuannya, agar dapat berpartisipasi lebih dalam perekonomian.

Pendekatan yang kemudian digunakan berupa people centered development. People centered development adalah suatu pendekatan yang merespon kebutuhan masyarakat secara spesifik. Pendekatan ini melihat masyarakat sebagai makhluk ideologis dan memiliki nilai sejarah dalam memberdayakan masyarakat tersebut (Daley 1990).

Ideologi, kultur, cara hidup, serta cita-cita masyarakat menjadi variabel pertimbangan dalam melakukan pembangunan. Pembangunan disesuaikan dengan aspek kualitatif masyarakat, bukan masyarakat yang menyesuaikan dengan model pembangunan. Sehingga, efek pembangunan menjadi lebih terasa dan meminimalisir termarjinalkannya masyarakat.

Selain keadilan ekonomi dan pemerataan, ekonomi kerakyatan juga fokus dalam pembangunan manusia. Karena pembangunan manusia tercantum dalam sila ke-2 Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan manusia dilakukan melalui aspek kesehatan serta pendidikan, guna menciptakan masyarakat yang adil makmur seutuhnya.

Bentuk Baru Ekonomi Kerakyatan

Jika kita merujuk pemaparan ekonomi kerakyatan pada sub bab sebelumnya, maka tidak sepenuhnya benar menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan telah mati. Banyak program pemerintah saat ini dikhususkan dalam pemberantasan kemiskinan dan ketimpangan. Meskipun tidak menggunakan slogan ekonomi kerakyatan secara eksplisit, tetapi program ini secara tidak langsung menganut asas ekonomi kerakyatan.

Pada zaman orde baru, kita mengenal berbagai program untuk membantu masyarakat pedesaan. Seperti Padi Sentra (1959 -- 1965), BIMAS (1965 -- 1985), KUT (1985 -- 1999) yaitu program kredit untuk para petani, serta IDT (1993 -- 1997), sebuah program yang menyediakan kredit mikro di desa pada level individu. Program-program ini merupakan bukti nyata dari ekonomi kerakyatan.

Dewasa ini, banyak program-program yang hadir untuk membantu masyarakat lapisan bawah. Seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yaitu sebuah program transfer dana untuk desa yang kemudian dipergunakan kelompok masyarakat penerima terkait dengan memenuhi berbagai kebutuhannya.

Masyarakat dipersilahkan untuk bebas menggunakan dana yang diberikan, asal masih dipergunakan untuk kepentingan banyak orang. Seperti memperbaiki sekolah, membayar bidan, dan lain sebgainya. PNPM tidak hanya diperuntukkan kepada masyaraat pedesaan, tetapi juga masyarakat perkotaan, yaitu dengan rincian 75 persen kelompok masyarakat penerima berasal dari desa, dan sisanya 25 persen berada di perkotaan (Resosudarmo 2017).

PNPM juga memiliki sub program seperti PNPM Generasi. Program ini terbukti dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan suatu kelompok masyarakat (Olken et al. 2014).

Selajutnya adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan program conditional cash transfer, yaitu program transfer uang tunai berkriteria kepada rumah tangga miskin untuk mengurangi beban pengeluaran dan peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan (Nazara dan Rahayu 2013). PKH mulai diterapkan pemerintah pada tahun 2007 dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

PKH secara spesifik ditargetkan untuk rumah tangga yang didalamnya terdapat ibu hamil, balita dan anak usia sekolah (Satriawan 2016). Tahun 2012, program PKH telah diberlakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2015, jumlah rumah tangga penerima PKH sebesar 3.5 juta, kemudian meningkat pada tahun 2016 menjadi 6 juta rumah tangga, dan ditargetkan tahun 2018 rumah tangga penerima mencapai 10 juta rumah tangga.

PKH terbukti meningkatkan konsumsi masyarakat perkapita, partisipasi sekolah dasar dan menenegah, pemerikasaan kehamilan serta imunisasi (Satriawan 2016).

Kemudian Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (JKN - PBI). JKN -- PBI merupakan bagian dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) khusus untuk masyarakat miskin dan dibebaskan dari biaya bulanan. Tujuan dari diadakannya JKN -- PBI untuk membantu masyarakat tidak mampu untuk mengakses kesehatan. Hingga tahun 2016, total 92 juta masyarakat terdaftar dalam JKN -- PBI (World Bank 2016).

Program lainnya yaitu Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang sekarang bernama Program Indonesia Pintar (PIP). PIP merupakan program transfer uang kepada siswa tidak mampu untuk dapat memenuhi kebutuhan bersekolah seperti seragam, sepatu, buku dan lain -- lain.

Program ini merupakan komplemen dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dimana kedua program ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi sekolah siswa/i Indonesia. Pada tahun 2016, PIP telah mencakup 19.5 juta siswa dengan total alokasi dana mencapai 10.5 triliun rupiah.

Program-program yang ada saat ini didukung dengan basis data yang komprehensif dan aktual, yaitu Basis Data Terpadu (BDT). BDT dinisiasi oleh BPS dan TNP2K guna tercipta basis data aktual yang mencakup 40 persen lapisan masyarakat dengan keadaan sosial ekonomi terendah, yaitu 24 juta rumah tangga dan 96 juta individu (TNP2K, 2018). BDT juga diperbarui pada tahun 2015.

Tujuan dari dibentuknya BDT agar program pemerintah berjalan efektif menyasar masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan layak mendapat program pemerintah. Dalam rangka meningkatkan tingkat ketepatan sasaran program, selain menggunakan BDT, pemerintah juga mengeluarkan Kartu Indonesia Sejahtera (KIS).

Kegunaan dari kartu ini agar identifikasi masyarakat penerima bantuan menjadi lebih tepat sasaran. Sehingga, mengurangi kemungkinan terjadinya salah sasaran program dan praktik KKN.

Neo Kerakyatan

Tidak sepenuhnya benar mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan sudah mati. Berbagai program pemerintah saat ini hadir membawa nilai-nilai Pancasila, namun dengan bentuk baru serta pelaksanaan program yang lebih baik didukung dengan basis data yang mumpuni. Selain itu, hadirnya lembaga ad hoc seperti TNP2K yang melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah yang terlibat dalam pemberantasan kemiskian dan melakukan evaluasi program merupakan bentuk baru ekonomi kerakyatan.

Di lain sisi, penggunaan metode-metode ekonomi terkini seperti randomized control trial guna melakukan evaluasi program (impact evaluation) juga merupakan penegasan bahwa ekonomi kerakyatan hadir dalam ranah yang lebih teknis serta mengikuti perkembangan zaman.

Kemudian, munculnya femomena sociopreneur menarik untuk diamati. Karena sociopreneur hadir tidak hanya untuk mengembangkan bisnis, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dan memecahkan permasalahan sosial yang ada. Aktor-aktor sociopreneur bisa dikatakan pelaku ekonomi kerakyatan model baru. Walaupun begitu, bukan berarti tidak ada kekurangan.

Ekonomi kerakyatan masih belum dapat memecahkan permasalahan keadilan dalam partisipasi masyarakat lapisan bawah dalam perekonomian. Koperasi, sebagai salah satu tulang punggung perekonomian, harus ditingkatkan perannya. Persoalan yang muncul adalah apa yang sebenarnya terjadi dengan koperasi dan apa yang harus dikakukan? Langkah konkret apa yang dapat dilakukan?     

Namun, perlu diperhatikan bahwa koperasi bukanlah satu-satunya cara untuk meningkatkan peran masyarakat lapisan bawah dalam perekonomian. Terobosan baru dilakukan dengan mengimplementasikan penggunaan teknologi digital. Seperti kebijakan inklusi keuangan, microfinance, serta branchless banking.

Kebijakan-kebijakan ini menarik untuk dikawal mengingat umurnya yang tergolong muda dan penggunaan teknologi meningkatkan efisiensi juga efektifitas. Selain itu, implementasi pasal 33 UUD 1945 perlu dikaji kembali relevansinya. Bagaimana secara konkret implementasi poin sumber daya alam digunakan sebaik-baiknya digunakan untuk kepentingan rakyat. Apakah ide nasionalisasi masih relevan, ataukah ada jalan alternatif lain untuk mewujudkan pasal 33 UUD 1945?

Kemudian kualitas birokrasi beserta institusi yang masih buruk beserta praktek KKN yang masih marak menjadi tantangan bersama. Karena terbentuknya institusi serta birokrasi yang transparan, akuntabel, serta profesional merupakan perwujudan dari sila ke-4 Pancasila. Perlu ada perhatian khusus pada reformasi aparatur negara dan sistemnya.

Masih banyak pekerjaan rumah untuk kita semua dalam mengembangkan ekonomi kerakayatan di era modern. Apalagi saat ini dunia sedang dihadapkan dengan Revolusi Indsutri 4.0, yang diprediksi akan merubah tatanan perekonomian global khususnya Indonesia. Kita tidak dapat memungkiri bahwa ekonomi kerakyatan merupakan bentuk ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa Indonesia, karena lahir dari kebudayaan Indonesia, yaitu Pancasila.

Sehingga, agar ekonomi kerakayatan tetap eksis maka diperlukan pembaharuan pemikiran ekonomi kerakyatan. Diperlukan pembaharuan pemahaman menuju ekonomi "neo" kerakyatan guna menjawab tantangan bangsa di masa depan. Sebagai civitas akademik, sudah sepatutnya kita ikut berkontribusi dalam pengembangan ekonomi "neo" kerakyatan melalui pengembangan ide yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Untuk kritik dan saran: himiespa.dp@gmail.com

Referensi:

Daley, Michael & Angulo, Julio. (1990). People-Centered Community Planning. Journal of the Community Development Society. 21(2). Pp 88-103

Mubyarto. (2002). Peran Ilmu Ekonomi Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. 17 (3). Pp 233-242

Mubyarto. (1988). Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Nazara, Suahasil & Rahayu, S. (2013). Program Keluarga Harapan (PKH): Indonesian Conditional Cash Transfer Programme. IPC Research Brief no 42

Olken, Benjamin et al. (2014). Should Aid Reward Performance? Evidence from a Field Ecperiment on Health and Education in Indonesia. American Economic Journal: Applied Economics. 6(4). Pp 1 - 34

Resosudarmo, Budy P. (2017). Rural Development in Indonesia. Dipresentasikan pada Mubyarto Public Policy Forum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 10 Mei 2017.

Satriawan, Elan. (2016). Evaluating Longer-term Impact of Indonesia's CCT Program: Evidence from A Randomised Control Trial. Dipresentasikan pada JPAL SEA Conference on Social Protection, Jakarta, 12 Januari 2016.

Sumodiningrat. (1997). Mengembangkan Ekonomi Rakyat Untuk Mewujudkan Ekonomi Pancasila. Arsip Bappenas.

TNP2K. (2018). Tanya Jawab: Basis Data Terpadu. http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/basis-data-terpadu/. Diakses pada 18 April 2018.

World Bank. ( 2016). Indonesia Social Assistance Public Expenditure Review Update: Towards a Comprehensive, Integrated, and Effective Social Assistance System in Indonesia. Jakarta: The World Bank Office Jakarta

[1] Gunawan Sumodiningrat, Disampaikan pada Mubyarto Public Policy Forum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 10 Mei 2017 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun