Keadilan ekonomi yang merupakan penjabaran dari commutative justice, yaitu kesetaraan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan perekonomian. Sedangkan, keadilan sosial sesuai dengan distibutive justice merupakan keadilan dalam pendistribusian hasil kegiatan produksi atau pendapatan nasional.
Hal ini kemudian disebut redistribution with growth, yaitu pemahaman dimana keadilan diwujudkan bukan hanya melalui instrumen fiskal, tetapi juga meningkatkan partisipasi masyarakat kecil dengan memberikan ruang yang lebih besar. Tujuannya, agar dapat berpartisipasi lebih dalam perekonomian.
Pendekatan yang kemudian digunakan berupa people centered development. People centered development adalah suatu pendekatan yang merespon kebutuhan masyarakat secara spesifik. Pendekatan ini melihat masyarakat sebagai makhluk ideologis dan memiliki nilai sejarah dalam memberdayakan masyarakat tersebut (Daley 1990).
Ideologi, kultur, cara hidup, serta cita-cita masyarakat menjadi variabel pertimbangan dalam melakukan pembangunan. Pembangunan disesuaikan dengan aspek kualitatif masyarakat, bukan masyarakat yang menyesuaikan dengan model pembangunan. Sehingga, efek pembangunan menjadi lebih terasa dan meminimalisir termarjinalkannya masyarakat.
Selain keadilan ekonomi dan pemerataan, ekonomi kerakyatan juga fokus dalam pembangunan manusia. Karena pembangunan manusia tercantum dalam sila ke-2 Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan manusia dilakukan melalui aspek kesehatan serta pendidikan, guna menciptakan masyarakat yang adil makmur seutuhnya.
Bentuk Baru Ekonomi Kerakyatan
Jika kita merujuk pemaparan ekonomi kerakyatan pada sub bab sebelumnya, maka tidak sepenuhnya benar menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan telah mati. Banyak program pemerintah saat ini dikhususkan dalam pemberantasan kemiskinan dan ketimpangan. Meskipun tidak menggunakan slogan ekonomi kerakyatan secara eksplisit, tetapi program ini secara tidak langsung menganut asas ekonomi kerakyatan.
Pada zaman orde baru, kita mengenal berbagai program untuk membantu masyarakat pedesaan. Seperti Padi Sentra (1959 -- 1965), BIMAS (1965 -- 1985), KUT (1985 -- 1999) yaitu program kredit untuk para petani, serta IDT (1993 -- 1997), sebuah program yang menyediakan kredit mikro di desa pada level individu. Program-program ini merupakan bukti nyata dari ekonomi kerakyatan.
Dewasa ini, banyak program-program yang hadir untuk membantu masyarakat lapisan bawah. Seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, yaitu sebuah program transfer dana untuk desa yang kemudian dipergunakan kelompok masyarakat penerima terkait dengan memenuhi berbagai kebutuhannya.
Masyarakat dipersilahkan untuk bebas menggunakan dana yang diberikan, asal masih dipergunakan untuk kepentingan banyak orang. Seperti memperbaiki sekolah, membayar bidan, dan lain sebgainya. PNPM tidak hanya diperuntukkan kepada masyaraat pedesaan, tetapi juga masyarakat perkotaan, yaitu dengan rincian 75 persen kelompok masyarakat penerima berasal dari desa, dan sisanya 25 persen berada di perkotaan (Resosudarmo 2017).