"Sini sayang, kepalanya di atas paha ibu," ucap ibunya berusaha menenangkan, Melisa hanya bisa menurut.
"Sayang, kalah itu wajar, namanya juga perlombaan. Kalau menang semua nanti ngga ada tantangannya. Dengan warna merah gini, kamu bisa tau mana yang sebaiknya diperbaiki biar menjadi warna emas, bukan lagi hijau. Percaya ngga sama ibu?" tanya ibunya dengan nada yang penuh kasih sayang.
"Tapi kesempatan Melisa buat mendapatkan beasiswa itu hilang ibu," keluh Melisa dengan nada bicara yang tersedak-sedak dan mata yang masih sembab.
"Beasiswa bisa didapatkan tidak hanya dengan cara seperti itu kan?" tanya ibunya lagi agar Melisa kembali berpikir positif.
"Apa iya Melisa bisa Bu?" ucap Melisa dengan rasa ragu.
"Iyaa, ibu percaya sama kamu," jawab ibunya sambil memeluknya erat, mencoba memberi semangat anak bungsunya itu. Senyum Melisa kembali terukir cantik.
Beberapa jam setelah itu, Melisa mencoba menghubungi Diva. Ia mengirimkan chat agar Diva mau datang ke rumah dengan alasan ada yang mau dibicarakan serius. Beruntung Diva menyetujuinya. Tak lama, Diva datang dan langsung menghampiri Melisa ke atas balkon.
"Ga dingin disini?" tanya Diva basa-basi.Â
"Engga," jawab Melisa singkat.
"Hari ini ada kejutan apa?" tanya Diva yang tak tega melihat Melisa dengan tatapan kosong.
"Sayapku patah," jawab Melisa singkat lagi.