Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cerita Fotografi | Penggunaan Mode Auto dan Manual pada Kamera

30 Agustus 2022   19:17 Diperbarui: 30 Agustus 2022   19:27 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Kompas.com 

Di era kecanggihan teknologi saat ini, siapa saja pertama kali memegang kamera dan memulai memotret, pasti menggunakan mode auto. Namun, pertanyaannya adalah mengapa tidak langsung menggunakan mode manual?

Berikut ini, saya mencoba menjelaskan berdasarkan pengalaman saya selama geluti dunia fotografi di Ternate dari 2011- sekarang.

Namun, sebelum mengetahui apa itu mode auto dan manual, kiranya kita harus tahu apa itu fotografi, yang jelas bahwa secara harfiah fotografi bermakna "menggambar dengan cahaya." Pengertian ini tentu familiar bagi semua fotografer. 

Namun, kata John Hedgecoe, tanpa cahaya, tidak mungkin dapat dihasilkan sebuah foto. Nah, untuk memahami sifat cahaya dalam dunia fotografi, maka kita harus pahami teknik-teknik fotografi. 

Yang dimaksud dengan teknik fotografi, tentu memotret dengan mode auto atau manual. Tapi, yang saya maksudkan adalah teknik memotret dengan menggunakan kamera SLR digital, bukan SLR analog. 

Meskipun kamera tipe analog dan digital memiliki cara kerja yang kurang lebih sama, namun anatomi SLR analog dan SLR digital memiliki perbedaan yang cukup banyak. 

Jadi, saya lebih memilih menjelaskan mode auto dan manual dari kamera SLR digital. Sebab, untuk kamera SLR analog, "mungkin" sudah jarang ditemui di pusat perbelanjaan elektronik, kalaupun ada pasti tidak banyak. 

Tapi, prinsipnya, saat ini, semua fotografer sudah menggunakan kamera digital dengan fitur-fitur canggih. Sebab, kamera jadul bagi sejumlah kalangan fotografer dinggap sudah kalah bersaing dan tentunya, cara kerja dalam menghasilkan gambar pun sudah jauh berbeda. 

Mode auto

Saya pertama kali memulai hobi dalam dunia fotografi, setiap hari harus berkutat dengan mode yang dianggap praktis ini. Sebab, rasanya sulit jika harus men-setting kamera secara manual. 

Selain, karena masih pemula, setingan manual harus kita paham betul shutter speed, aperture dan Iso yang hendak kita pakai. Kalau pun tidak, maka foto yang kita hasilkan tidak bagus. 

Untuk itu, sebagai pemula rasanya sulit jika memotret dengan menggunakan setingan manual. Sehingga, saya tetap setia memakai mode semi-otomatis Aperture Priority (A/Av) kurang lebih selama 2 tahun, dan kemudian membeli sejumlah buku fotografi dan belajar secara otodidak hingga "pintar" men-setting mode manual. 

Tapi, untuk saat ini, memakai mode auto, bukan berarti dianggap sebagai fotografer pemula. Namun, ada sejumlah alasan penting yang melatarinya. 

Semisal memotret momen-momen candid, mode auto sangat tepat digunakan. Sebab, jika kita menggunakan mode manual, tentu kita harus setting exposure, maka momen tersebut lenyap dan kita tidak mendapat gambar. 

Sehingga, sejak pertama kali memegang kamera saya lebih memilih untuk berjalan di sudut-sudut kota dan meng-candid momen-momen Human Interest (HI), dan lama-kelamaan settingan manual pun saya pahami. 

Dengan begitu, ketika sudah familiar menggunakan setingan manual, file foto human interest (HI) cukup banyak saya hasilkan. Sebab, berkat memotret dengan mode auto. 

Menurut saya, jika kita tidak memulai memotret dengan alasan menunggu belajar men-setting manual, maka rugi. Karena, begitu banyak momen penting yang terlewati pada tiap hari. 

Untuk itu, dengan modal mode auto, ratusan foto yang saya hasilkan, pada setiap daerah; baik di kota Tidore, kota Ternate, pulau Maitara, kabupaten Pulau Morotai bahkan di kabupaten Halmahera Selatan, dan di kabupaten Halmahera Barat.

Bahkan pertama kali bergabung dengan teman-teman di Jakarta pada 2014 silam, kala hunting amal (motret model), karena belum paham tentang setingan kamera secara manual, maka mode auto tetap menjadi andalan. 

Walaupun, hasil foto sangat jauh berbeda dengan teman-teman dari fotografer Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Namun, dari kegiatan hunting bareng inilah, saya mulai tertantang ingin lebih tahu tentang kamera. 

Hingga, membeli buku dan memulai utak-atik kamera dan akhirnya perlahan-lahan pahami cara kerja kamera SLR digital, bahkan saat menggunakan DSLR pada tahun 2017, saya sudah enjoy, bahkan untuk memotret model, atau terkadang momen jurnalistik pun kerap saya menggunakan mode manual. 

Fotografer yang memakai mode auto sering dianggap sebagai fotografer pemula. Namun, hal ini tidak berlaku bagi pewarta foto. Mengapa? Karena untuk mendapatkan momen bernilai berita, seorang pewarta foto dituntut harus dapatkan foto. 

Soal foto bagus dengan setingan manual tidak dikenal dalam dunia jurnalistik. Sehingga, bagi pewarta foto, mode auto, merupakan mode kesukaan. 

Seperti yang saya jelaskan di atas, apabila seorang pewarta menggunakan mode manual, dan tetiba momen penting yang melibatkan seorang pejabat publik atau seorang tokoh terjadi secara tiba-tiba, dan dia terlambat mengabadikan momen tersebut lantaran harus men-setting kamera. 

Dan, dalam waktu bersamaan, pewarta foto yang memakai mode auto mendapatkan momen tersebut dan ditayangkan pada halaman utama koran atau majalah, maka si pewarta foto yang tidak mendapatkan gambar tersebut, pasti "dimarahi" pihak redaktur. 

Saya mencotohkan, seperti pada momen upacara bendera tiba-tiba wali kota jatuh pingsan, dan ada beberapa pewarta foto dapat abadikan momen tersebut dengan mode auto, sementara seorang pewarta yang menggunakan mode manual, tidak dapatkan gambar yang baik, lantaran setingan Iso yang tidak sesuai dan membuat fotonya "rusak" pasti si pewarta tersebut pasti galau. 

Jadi, mode auto memang sangat familiar bagi para jurnalis. Untuk itu, dalam dunia foto jurnalistik berbeda dengan genre foto model. Sebab, seorang pewarta foto hanya dituntut membuat foto bernilai berita. 

Namun, bukan terkesan hanya menekan shutter kamera, tapi setidaknya walaupun memakai mode auto, seorang pewarta harus lebih jeli dalam mengatur komposisi foto, agar foto yang dihasilkan selain bernilai berita, tentu menarik perhatian si pembaca berita dengan komposisi yang baik pula. 

Jadi, prinsipnya, mode auto, selain digunakan oleh para fotografer pemula, mode ini sangat familiar dengan fotografer yang geluti genre human interest (HI) dan tentunya, foto jurnalistik. Terlebih, saat memotret olahraga, tentu mode auto sangatlah tepat. Walaupun begitu, untuk fotografer profesional, dalam keadaan apapun, dan situasi apapun mode manual bisa melahirkan karya jurnalistik yang baik. 

Mode manual

Mode ini, memang sering saya gunakan jika membuat karya foto jurnalistik. Walaupun dianggap mode paling fleksibel. Dan memiliki kelemahan seperti saya sebutkan di atas. Namun, mode ini jika sudah kita kuasai, maka foto yang kita hasilkan pun terlihat lebih bagus, karena setting diafragma, speed dan Iso bukan secara otomatis melainkan berdasarkan keinginan kita. 

Mode manual memang sangat tepat jika digunakan fotografer yang jatuh cinta dengan genre landscape. Terlebih, jika memotret sunrise atau sunset. 

Untuk dapatkan gambar yang indah, maka dituntut harus men-setting kamera sesuai dengan kondisi yang ada. Sebab, memotret sunrise jika pengaturan cahaya yakni diafragma yang tepat, maka menghasilkan foto yang baik dan tentunya sangat dramatis. 

Walaupun ada yang berkata bahwa memotret sunrise dan sunset menggunakan mode auto juga menghasilkan gambar yang bagus. Tapi, menurut saya, sangat jauh berbeda jika kita menggunakan mode manual. 

Terlebih, jika memotret sunset atau sunrise dengan teknik Slow Speed (SS), atau memotret kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, maka mode manual lah yang paling baik. 

Untuk itu, apabila ada yang berkata bahwa sangat mudah dan dapatkan gambar yang bagus, jika memotret motor atau mobil dengan kecepatan tinggi, memakai mode auto. Maka, si fotografer tersebut pasti berbohong. 

Namun, terlepas dari mode auto dan manual. Seorang fotografer atau pewarta foto dituntut lebih mengasah kemampuan memotret, agar foto yang dihasilkan pun sangat bagus. 

Sebenarnya, penjelasan soal mode auto dan manual cukup panjang. Terlebih, pada cara seting diafragma, iso dan lain-lain. Namun, untuk sementara cukup sampai di sini dulu. 

Dan, selanjutnya, akan saya bahas teknik memotret human interest (HI) membuat foto jurnalistik yang baik, agar bisa ditampilkan pada halaman utama sebuah koran atau majalah. 

Sebab, dua genre tersebut merupakan genre favorit saya selama geluti dunia fotografi. Bahkan, pada sejumlah kesempatan, terkadang saya berkelakar, jika tidak bekerja sebagai ASN, maka profesi paling saya sukai adalah menjadi pewarta foto. (*) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun