Dalam perspektif psikologi tedapat 4 (empat) jenis konflik[16], yaitu (1) konflik yang bersifat pilihan semata. Sekalipun terdapat banyak pilihan namun pilihan-pilihan itu menuju satu tujuan. Reaksi psikologis terhadap konfil ini tidak pernah berupa reaksi yang tidak wajar bahkan pada dasarnya seringkali tidak terdapat konfilik yang subyektif. (2) Pilihan antara dua jalan menuju tujuan yang sama yang bersifat pokok. Konflik jenis ini apabila keputusan telah diambil, biasanya konflik tersebut hilang. (3) Konflik yang bersifat pilihan yang ditujukan pada tujuan yang berbeda. Dalam hal ini keputusan pilihan biasanya tidak dapat meredakan konflik karena putusan itu melepaskan sesuatu yang hampir sama pentingnya dengan yang dipilih. (4) Konflik yang merupakan bencana besar. Alternatif pilihan yang tersedia berdampak pada efek yang menakutkan, atau kalau tidak hanya ada satu kemungkinan (konflik avoidance).
Konflik juga terjadi karena adanya dorongan dari luar individu. Konflik dapat terjadi dikarenakan terganggunya hubungan atara dua orang atau dua kelompok, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatanyang lain sehingga salah satu dari keduanya merasa saling terganggu. Beberapa hal yang sering menyebabkan adanya konflik batin anatara lain:[17]
- Agresi, yakni menunjukkan bahwa konflik terjadi karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.
- Kehilangan, merujuk pada perpisahan traumatik individu terhadap suatu benda atau seseorang yang sangat berarti.
- Kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian terhadap faktor pencetus konflik.
- Kognitif, depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya, dunia seseorang dan masa depannya.
- Ketidak berdayaan, trauma bukanlah satu-satunya faktor menyebabkan masalah tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendaliterhadap hasil yang penting dalam kehidupannya.
- Perilaku, perkembangan dari kerangka teori belajar sosial bahwa penyebab terjadinya konflik dalam diri terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.
- Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi – pribadi yang berbeda.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Upaya penyelesaian konflik
Psikoterapi yang ditawarkan Al-Ghazali dalam menyelesaikan berbagai konflik yang cenderung mengarah kepada situasi frustasi telah disebutkan dalam karyanya yang berjudul al-Qawaid al-‘Asyr berikut ini:[18]
- Konsistensi dan ketulusan niat. Niat yang konsisten dan kuat dapat mengoptimalkan kekuatan hati untuk menolak segala konflik batin dan melakukannya semata-mata demi pengabdian kepada Allah Swt.
- Ikhlas yang ditujukan hanya semata-mata karena Allah Swt. Konflik yang muncul dalam diri seseorang pada dasarnya diakibatkan oleh adanya ambisi jiwa yang dapat menggeser fitrah manusia ke arah yang sesat. Melalui motivasi yang kuat seseorang dapat mengalihkan ambisi jiwa tersebut untuk tetap berada pada fitrahnya.
- Penyesuaian diri dengan kehendak Allah Swt dengan cara melakukan pengendalian nafsu dan bersabar baik ketika senang maupun susah.
- Tidak melakukan bid’ah. Segala perilaku yang dihasilkan hendaknya ada tata laksana yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. Dengan berpedoman kepada ajaran Rasulullah saw dapat meyakinkan hati atas sebuah kebenaran.
- Memiliki cita-cita yang tinggi dengan tidak menunda pekerjaan.
- Merasa lemah dan hina di hadapan Allah swt. Melalui sikap ini dapat menghilangkan rasa rendah diri dan keterasingan dari masyarakat karena sikap ini menunjukkan bahwa dirinya memiliki posisi yang sama dengan makhluk lainnya, tidak ada kekuatan selain kekuatan Allah Swt.
- Memiliki sifat khauf dan Raja (takut dan pengharapan) hanya kepada Allah Swt. Sikap ini menghasilkan perilaku manusia yang selalu berpikir positif baik kepada Allah Swt maupun sesama manusia.
- Melakukan wirid secara berkelanjutan pada hak Allah Swt maupun hak makhluk.
- Senantiasa melakukan muraqabah, yaitu suatu kondisi di mana seseorang merasakan bahwa Allah Swt selalu melihat dan memperhatikan segala gerakan dan perbuatannya.
- Senantiasa memohon kepada Allah Swt untuk dapat menaati Allah Swt.
Psikoterapi yang ditawarkan Al-Ghazali di atas secara jelas menunjukkan bahwa Al-Ghazali tetapi konsisten dalam filosofisnya tentang al-nafs al-insani yaitu fitrah manusia yang bersifat al-ruh al-rabbaniyyah. Konflik-konflik yang terjadi dalam jiwa manusia pada dasarnya adalah bentuk penyimpangan dari fitrah manusia. Oleh karena itu psikoterapi yang diberikan adalah upaya-upaya yang mengarahkan jiwa seseorang agar kembali kepada fitrahnya. Psikoterapi atas konflik jiwa yang muncul tersebut dialami Al-Ghazali sebagaimana dia tulis dalam al-Munqidz min al-dlalal yang membawanya ke dunia tasawwuf.[19]
Tasawuf mengajarkan tentang hidup yang bahagia sebagai upaya dalam penyelesaian konflik. Makna hidup bahagia meliputi hidup dengan sehat baik secara fisik maupun batin. Dengan hidup dengan bahagia maka problem individu yang menimbulkan konflik batin tidak akan pernah didapatkan. Untuk menangani konflik batin, yang biasa dilakukan oleh para psikoterapis terhadap kliennya antara lain hipnoterapi, neurolinguistic program dan spiritual thinking. Sedangkan secara Islam teknik yang biasa digunakan adalah takholli, tahlli dan tajalli. Dengan metode semacam ini, diharapkan bagi seseorang dapat menemukan solusi atas permasalahannya. Hal ini sering disebut dengan self therapy atau penyembuhan atas dirinya sendiri. Akan tetapi untuk penggunaan teknik pada setiap implementasinya berbeda-beda, tergantung dari masalah yang dialami.
ENDNOTE
[1] Waslah, “Peran Ajaran Tasawuf Sebagai Psikoterapimengatasi Konflik Batin”, At-Turats, Vol. 11 No. 2 (2017) 153-161, h. 153.
[2] Lukman Nul Hakim, “Psikoterapi al-Quran sebagai Sebuah Konsep dan Model”, Intizar, Vol. 19, No. 1 (2013), h. 70.
[3] Jalal Muhammad Musa, Nasy’at al-Asy’ariyyat wa Tathawwaruha, (Beirut: Darul Kitab al-Banani, 1975), cet. Ke-1, h. 415.
[4]Margareth Smith, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam al-ghazali, Terj. Al-Ghazali – The Mistic, (Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 1-57.