Ketiga, al-nafs sebagai emosi dan hasrat (ghadab dan syahwat) yang merupakan inti dari manusia dan bagian terpenting dalam kajian tasawwuf. Kondisi al-nafs individu mengalami tingkatan secara berturut-turut dari tingkatan terendah hingga tingkatan tertinggi yaitu al-nafs ammarah bi al-su, al-nafs lawwamah, dan al-nafs al-mutmainnah. Derajat al-nafs ini bergantung kepada usaha individu untuk mengendalikan dan mengarahkan emosi dan hasrat. Semakin baik individu mengendalikan keduanya dan cenderung mengarahkan pendekatan diri kepada Allah Swt maka semakin tinggi derajat al-nafs tersebut sampai pada tingkat al-nafs al-mutmainnah.
Keempat, al-aql. Kajian yang memiliki relevansi dengan pembahasan ini terdapat dua makna yaitu pengetahuan tentang hakikat suatu permasalahan, dan kedua dalam makna latifah sepert makna dari ketiga terima sebelumnya.
Motivasi
Makna motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang.
Dalam perspektif tasawwuf, motivasi ditunjukkan melalui mekanisme ghadab dan syahwat (emosi dan hasrat). Hal ini pula konsep yang digunakan oleh Al-Ghazali dengan term yang berbeda. Al-Ghazali menjelaskan motivasi melalui term junud al-qalb (tentara hati).[7]
Ada 3 (tiga) fungsi dari junud al-qalb dalam konsep motivasi ini. Pertama, sebagai pembangkit dan pendorong sekaligus motif, kedua sebagai impuls, dan ketiga sebagai instrumen pengetahuan dan pencerapan (kognitif).[8] Kekuatan kognitif ini meliputi daya persepsi (al-hiss al-musytarak), imjainasi (khayal), daya pikiran, ingatan, dan hafalan.[9] Proses pencerapan tersebut keduanya bekerja seara sistematis dan saling berkaitan satu sama lain.
Al-Ghazali membagi dua macam junud al-qalb, yaitu junud al-qalb dalam makna fisik dan junud al-qalb dalam makna psikis. Sistem perilaku manusia dalam perspektif Al-Ghazali terjadi karena adanya hubungan antara hati, emosi, dan hasrat di mana hati merupakan pusat dari perilaku tersebut yang oleh Al-Ghazali disebut sebagai raja.[10]
Junud al-qalb dalam arti fisik berfungsi sebagai penggerak tubuh atas perintah hati. Panca indera seperti tangan, kaki, mata, telinga, dan lidah merupakan anggota junudl al-qalb yang bertugas melayani dan mengikuti perintah hati. Dalam pengertian fisik ini junud al-qalb berfungsi untuk memenuhi segala kebutuhan fisiologis dirinya sendiri seperti makan dan minum.
Selanjutnya, ghadab dan syahwat (emosi dan hasrat) merupakan bagian dari junud al-qalb dalam arti psikis. Ghadab (emosi) berfungsi sebagai impuls yang melawan atau menolak dari sesuatu (motif menjauh), sedangkan syahwat (hasrat) berfungsi sebagai impuls yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu (motif mendekat). Motif mendekat merupakan penyebab munculnya motivasi yang terjadi karena dorongan instrinsik, dan motif menjauh menjadi penyebab timbulnya motvasi yang didasarkan oleh dorongan luar individu (ekstrinsik). Atas konsep tersebut Al-Ghazali menggunakan term al-sabab al-dakhili (motif instrinsik) dan al-sabab al-khariji (motif ekstrinsik).[11]
Teori motivasi di atas bukanlah teori motivasi yang sesungguhnya dimaksudkan Al-Ghazali pada manusia. Perilaku motivasional manusia sesungguhnya adalah sebuah perilaku yang didasarkan atas pengetahuan dan kehendak (iradat). Pengetahuan manusia melalui akalnya juga memiliki keinginan (dorongan), namun dorongan yang bersumber dari akal berbeda dengan dorongan yang bersumber dari hasrat (syahwat). Dorongan yang bersumber dari akal cenderung perilaku untuk mendapatkan kemaslahatan bagi dirinya.
 Emosi