***
"Kami akan mengatur semuanya Wak Haji," sahut paman Firdaus pada Wak Seruni. Kebetulan Seruni memang tinggal bersamanya.
"Ya kau bantu-bantulah. Sedikit banyak, semua kan akan jadi keluarga juga nantinya. Kebetulan mereka berdua sama-sama anak yatim dan aku sebagai Waknya Seruni, juga sedang kurang sehat."
"Iya Wak. Rencananya sih begitu. Biar kami saja dari pihak mempelai pria yang mengatur semuanya, kasihan juga kalau harus memberatkan Mamak Seruni," tegas Om Firdaus.
Wak Haji menoleh pada Seruni yang duduk di sudut ruang tamu sebelah kanan, persis di belakangnya.
"Seruni ... mau kau menikah dengan Alit?" tanya pria paruh baya itu.
Seruni menjawab dengan senyum sambil tertunduk.
"Baiklah ... wak akan restui pernikahanmu," ucap Wak Haji.
Rupanya senyuman seorang wanita bisa juga berarti 'ya'. Kalau aku ... Menjawab pertanyaan Mama dengan senyum, pasti mama memburuku sampai aku berani bicara, 'ya atau tidak.' Â "Seorang pria dididik dengan lebih keras dari wanita agar jadi pemimpin tangguh," begitu kata Mama dahulu.
Akhirnya pihak orang tua  memutuskan agar kami menikah dengan  pilihan mereka, dengan seperangkat alat salat sebagai maskawin. Juga sejumlah emas untuk mempelai wanitanya.
Orang bilang menjadi anak yang penurut lebih mudah meraih kebahagiaan dunia akhirat. Kuikuti pepatah itu. Aku tak pernah bermimpi memiliki istri yang cantik seperti Seruni.
***