Mohon tunggu...
Ana
Ana Mohon Tunggu... Lainnya - Perangkai kata

Menemani anak salah satunya juga mengajarkan bersikap sebagai manusia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Kita yang Tak Pernah Terlupa

11 September 2020   20:06 Diperbarui: 11 September 2020   20:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nami kembali mengangguk.

"Mi ...."

"Ya, Mas ...?"

"Bolehkah aku memelukmu untuk terakhir kali?" pinta Heru.

Nami memeluk tubuh pria yang ternyata masih mencintainya itu. Meskipun mereka telah lama berpisah. Merasakan dingin dan lemah tubuhnya. Hingga tumpahan demi tumpahan airmata membasahi setelan rawat inap milik suaminya.

"Aku sayang kamu, Mi. Maafkan suamimu, ya," bisik Heru kemudian.

Sesaat kemudian tangan Heru melemah ... rebah ... terkulai. Lalu, tergolek tanpa detak nadi.Tubuhnya semakin dingin. Pria itu pun akhirnya ... pergi.

Isak yang coba ditahan Nami, pecah. Hidup mulai terasa begitu sepi. Entah mengapa,  saat itu Nami baru bisa merasakan arti kata RINDU. Setelah kebencian demi kebencian menumpuk di hati kecilnya.

Kepergian begitu menyakitkan. Penuh urai air mata. Namun, beberapa kepergian kadang harus terjadi demi mengobati sebuah LUKA.

"Maafkan aku juga, Mas." Hatinya terus mengatakan kalimat percuma itu. Hingga ia lupa kapan terakhir ia berhenti meminta maaf pada suaminya.

Fin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun