Hanya saja secara praktik penerapan affirmative action ini punya problem politik pada elit-elit politik yang sampai saai ini tidak pernah tuntas dalam implementasinya dan sangat melelahkan dalam diskursusnya.
Padahal persfektif hukum memperhatikan keterwakilan 30% adalah kewajiban negara untuk memastikan dan menghargai afirmatif dalam rangka mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan hak-hak yang relevan dan kompensasi tertentu tentang representasi keterwakilan perempuan.
Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu
Namum sampai saat ini kebijakan affirmatif itu masih setengah hati apabila tidak mau dikatakan setengah mati (susah/sulit). Bukan karena faktor sumber daya manusia perempuan yang lemah atau kurang, tetapi pada tataran implementasi kebijakan yang kontraproduktif (belum berpihak).
Misal isu terbaru dalam proses pemilihan anggota KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 di Komisi II DPR. Dimana dari 14 orang calon KPU terdapat 4 orang calon perempuan, sedangkan Bawaslu dari 10 calon tersapat 3 calon perempuan.
Tetapi hasil penetapan Komisi II DPR hanya memilih 1 orang calon perempuan dari 7 calon anggota KPU yang lolos sebagai komisioner pada periode 2022-2027.Â
Seharusnya paling minimal 2 atau maksimal 3 orang apabila disesuaikan dengan kehendak UU dengan memperhatikan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.
Hal yang sama terjadi pada calon Bawalu periode 2022-2027 dimana sebanyak 10 orang calon terdapat 3 orang calon perempuan. Tetapi yang ditetapkan Komisi II DPR dari 5 orang Bawaslu hanya 1 perempuan yang diakomodir.Â
Apabila mengikuti aturan quota minimal memperhatikan 30% keterwakilan perempuan, maka seharusmya 2 orang calon perempuan yang diloloskan.
Banyak pihak yang menyoroti keputusan DPR ini, tetapi menurut Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Junimart Girsang, menilai seharusnya pihak yang menyayangkan hasil tersebut juga melihat berapa jumlah calon penyelenggara pemilu yang diajukan oleh tim seleksi (Timsel). Apakah kami harus pilih 3 itu? Kami kan tidak mau terjebak karena jumlah perempuan yang ditawarkan Timsel jumlahnya hanya 30 persen. Komisi II DPR tentu harus objektif memilih calon-calon perempuan yang benar-benar layak untuk dipilih. Jadi kami jangan dibenturkan kepada dilematis.
"Kecuali 5 diajukan perempuan ke KPU, kami kan enak, nyaman untuk menentukan. Tapi kalau 3 dari 14 sementara kami pilih 7, ini bagaimana? Apakah yang tiga harus kami loloskan? Kita harus objektif juga lah menyikapi ini," ujar Junimart di Gedung DPR, Kamis, 17 Februari 2022.