Indonesia termasuk salah satu negara yang sudah memiliki kesadaran terhadap affirmative action. Seperti telah disinggung sebelumnya, salah satu sarana terpenting untuk menerapkan affirmative action ini adalah adanya hukum dan jaminan pelaksanaannya dalam konstitusi dan UU. Artinya, diperlukan pengaturannya melalui hukum yang berlaku dalam suatu negara.
Dari perspektif hukum itulah negara memiliki kewajiban afirmatif dalam rangka mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan hak-hak yang relevan dan kompensasi tertentu.
Negara perlu menetapkan pendekatan khusus agar kelompok masyarakat yang selama ini terdiskriminasi dapat menikmati sebesar mungkin hak asasi mereka. Karena itu, tindakan affirmatif menjadi signifikan dilakukan oleh negara.
Dalam konteks Indonesia, amandemen II UUD 1945 menarik untuk dikaji. Sebab, dengan amandemen II inilah pengaturan Hak Asasi Manusia dalam konstitusi Indonesia dimuat secara khusus dalam Bab X A.11 Dalam pasal 28H ayat (2) secara jelas memuat dan mengatur tentang prinsip affirmative action.
Pasal tersebut berbunyi :
 "setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan".
Dengan demikian, konstitusi Indonesia juga mengadopsi prinsip perbedaan (difference principle). Hal ini tentunya dapat menjadi dasar penerapan affirmative action atau positive discrimination itu secara konstitusional.
Sesuai dengan prinsipnya yang memberikan hak istimewa kepada kelompok minoritas dan terdiskriminasi, maka untuk konteks Indonesia affirmative action dapat lakukan pada perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas. Karena hanya ada 3 kelompok masyarakat yang masih terdiskriminasi dan negara harus ikut campur dan intervensi.
Sebab, secara faktual kelompok tersebut yang selama ini kurang mendapatkan perlindungan melalui sistem yang ada.
Bahwa dengan menerapkan prinsip hukum secara merata dan kebijakan yang bersifat meritokrasi telah membuat kelompok-kelompok ini kurang mampu untuk mengakses hak-hak dasarnya, yang pada gilirannya membuat mereka semakin tidak terperhatikan.
Sama hal dengan pemenuhan Pemilu berkualitas dilihat dari apakah negara memenuhi kewajiban konstitusinya terhadap keterwakilan perempuan 30%. Karena konsep affirmative action itu adalah sebuah frase positive diskrimination.