Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Abuse of Power dan Praktik Kriminalisasi

16 Februari 2022   00:04 Diperbarui: 16 Februari 2022   00:08 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kenapa hal ini penting agar pihak berwenang dapat berfungsi dalam kewenangan jabatanya memeriksa atau membina kelalaian aparatnya yang melanggar tugas dalam jabatan. Karena ketika kasus itu masih bersifat administratif atau prosedur kebijakan yang harus dinilai dalam kapasitas jabatan, maka belum dapat dikategorikan dalam tanggungjawab dengan kapasitas pribadi (persons).

Kalau semua pelanggaran dan kelalaian jabatan dapat dipidana maka sudah tidak ada orang yang berani bekerja menjadi aparatur sipil negara. Kalau ujug-ujug aparat hukum menarik semua tanggungjawab jabatan menjadi tanggungjawab personal (persons), maka seperti yang tampak adalah penegakkan hukum yang ugal-ugalan dan tidak berkerja dengan asas kepastian dan kemanfaatan.

Penulis menyadari bahwa sesungguhnya praktik kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan sudah marak sejak dahulu. Pemidanaan yang dipaksakan ini menyasar tidak mengenal status dan korban terbesar adalah kalangan aparatur level bawah atau masyarakat awam. Kasus rekayasa dan kriminalisasi ibarat gunung es, karena publik bahkan media sekalipun secara relatif tidak mempunyai akses hukum yang memadai dalam menelisik secara mendalam proses lidik maupun sidik.

"Memang benar hukum itu memaksa, tetapi hukum bukanlah alat untuk dipaksakan agar orang terjebak, dijebak atau dipaksa bersalah akibat kewenangan diskreksi aparat penegak hukum. Bahkan ada pula akibat dengan pola balas dendam yang menggunakan mekanisme kekebalan aparat yang seharusnya tidak ada lagi demi kesetaraan di hadapan hukum."

Beberapa kasus yang menjadi korban kriminalisasi dengan label tersangka dan ditahan dalam sel tahanan (titipan), lalu didakwa adalah bagian dari upaya-upaya diskriminasi terhadap warga negara yang bersifat intimidatif dengan dan/atau tanpa kekerasan untuk memaksakan kasus yang tidak seharusnya melekat pada korban-korban yang tidak bersalah.

Praktik-praktik kriminalisasi  dan rekayasa pemidanaan oleh aparat penegak hukum telah menihilkan bahkan menabrak prinsip rule of law. Sementara, publik pun tahu dipihak lain ada kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum atau pejabat politik yang sengaja dipeti-eskan sebagai bentuk keistimewaan atau kekebalan hukum yang tidak sepatutnya.

Prinsip penegakkan hukum yang jujur ditiadakan dan praktek kriminalisasi terkadang menyandarkan proses hukum pada irasionalitas dan pemaksaan. Penetapan tersangka dan pemaksaan penahanan dan menjadi terdakwa terhadap orang-orang yang direkayasa dan dikriminalisasi adalah tindakan berlebihan dan kesewenang-wenangan.

Kesimpulan

Penulis mengamati kondisi ini masih terus terjadi di Indonesia. Banyaknya kasus-kasus titipan apakah motif tertentu ditambah minimnya kemampuan aparat penyidik untuk mengejar bukti dan fakta, pembuktian atau pengakuan dari pihak ketiga dan kultur arogansi aparat hukum bahkan pesanan politik tertentu menjadi alasan utama mengapa kriminalisasi yang acapkali berujung pada penyiksaan fisik, psikis dan sosial bagi korban dan keluarganya masih menjadi metode yang ampuh untuk diterapkan.

Motif  kasus kriminalisasi biasanya bermuara pada rekayasa kasus karena tergantung branding dari suatu kasus yang ditangani, sehingga korban kriminalisasi adalah individu atau kelompok yang oleh karena latar belakang atau profesinya, harus menghadapi proses hukum yang dipaksakan. Termasuk mengalami diskriminasi, upaya paksa yang berlebihan dan kesengajaan untuk tidak mempercepat penanganan perkaranya, dan lain sebagainya.

Padahal yang namanya penyelidikan/penyidikan adalah suatu tindakan penyelidik/penyidik untuk menentukan ada tidaknya suatu tindak pidana. Sehingga harus terlebih dulu mencari dan mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat terang dan setelah adanya bukti, baru dapat menentukan tersangkanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun