Bagi penulis sama sekali tidak menemukan sudut pandang baru, yakni menolak perpindahan IKN sekaligus memberikan solusi konkret seperti apa? Kalau tidak pindah lalu setelahnya apa? lalu harusnya kapan?
Jangan-jangan, pergerakan ini hanya sekedar demi eksistensi, latah-latahan dan entah ujungnya seperti apa. Kalaupun targetmya politik untuk menurunkan wibawa Presiden dan pemerintahannya atau mosi tidak percaya dan berhasil. Lalu mau apa selanjutnya? ini yang sama sekali tidak ada narasi analisis yang kongkret dan menawarkan solusi. Akhirnya mentok pada narasi-narasi provokatif.
Tapi sampai saat ini terus saja menggembar-gemborkan bahwa sebetulnya perpindahan IKN adalah proyek oligarki dan sekaligus melindungi cukong dan para pebisnis tambang yang merusak lingkungan. Namun lagi-lagi, penulis merefleksi kebelakang dimana semenjak kajian pindah IKN masuk di program Bappenas, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan :Â Dahulu kenapa program IKN tidak ditolak ramai-ramai sebelum RUU IKN disahkan? dan sekarang setelah disahkan lalu menolak IKN, lalu apa?"
Bisa saja, kita umpanya sudah tahu apa yang kita tolak dan mengapa kita menolak IKN. Namun, jika ternyata dibatalkan IKN, lalu setelah itu apa lagi? pembangunan awal IKN sudah berjalan. Kalau aspek lingkungan dianggap sudah rusak atau dulu tempat jin membuang bayi, lalu kenapa dan buat apa narasi provokatif seperti ini tanpa data dan kajian analitis.
Tentu saja kaum oposan tidak memiliki amunisi menjawab dan solusi kongret karena narasinya hanya untuk provokasi saja. Pindah atau tidak IKN bukan itu tujuannya karena targetnya agar wibawa Presiden Jokowi dan pemerintahnya itu setiap hari harus dicibir dan dicecar oleh rakyat.
Penulis sepakat bahwa kritik kepada Pemerintahan sungguh penting sebagai kontrol tetapi harus disertai dengan cara yang intelektual, data-data tersaji dengan akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan serta disertai solusi kongretnya.
Jadi misal begini, salah satu hal yang sederhana kenapa ibukota negara Jakarta harus pindah karena tingkat kemacetan tinggi, alasan perkotaan yang sulit ditata rapi dan soal banjir Jakarta yang tak kunjung dapat diatasi.
Lalu kritikan kita adalah tidak harus solusinya pindah ibukota tetapi menyelesaikan permasalahan yang ada di DKI Jakarta.Â
Lalu bagaimana dan pakar mana yang bisa selesaikan masalah yang ada di DKI saat ini? buktinya tidak ada juga yang mampu menyelesaikan masalah perkotaan Jakarta.
Bahkan masalah Jakarta siapapun pemimpin DKIÂ tetap saja akan menuai kecaman dan sorotan walapun dikelilingi sejumlah pakar dan ahli ekonomi, ahli polusi udara, maupun ahli permasalahan perkotaan.
Penulis menjamin kalau pakar-pakar penolak IKN ini tidak bisa juga menemukan dan menyelesaikan dengan solusi kongkret mengatasi masalah kemacetan tinggi, soal tatakota perkotaan, soal tingkat polusi yang tinggi, dan mengatasi banjir, dan apalagi disertai gempa.Â