Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suramnya Masa Depan Demokrasi Kita Tanpa Revisi UU Pemilu

26 Maret 2021   14:33 Diperbarui: 26 Maret 2021   14:35 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan dalam negara yang berdasarkan atas hukum, dalam hal ini hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam suatu negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi hanya dapat tegak kalau konstitusi perundangan maupun peraturan yang dibuat tidak menimbulkan permasalahan, kerumitan dan pertentangan yang menjadikan warganya berkonflik satu sama lain.

Oleh sebab itu, hukum yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat, ditarik atau akan diberlakukan tidak boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa atau segelintir elit politik. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi, karena hukum tidak dimaksudkan hanya untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang sehingga negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, tetapi demcratische rechtsstaat.

Maka apalah arti kita berdemokrasi dalam negara hukum kalau semua suara-suara warga negara untuk kepentingan perbaikan sama sekali tidak bernilai. Kalaupun hanya karena kepentingan Pemerintah tidak ingin merevisi UU Pemilu maka bermartabatkah DPR sebagai wakil rakyat hanya sebatas berkata "kami tidak ingin berseberangan dengan kebijakan Pemeirntah". Sikap DPR ini sungguh mengecewakan publik dan tak meniliki nalar yang berkeadilan.

Lalu ditempatkan dimana suara-suara publik untuk kebaikan dalam menata mozaik tatanan demokrasi kita. Siapa yang harus bertanggung jawab atas dampak hukum, politik dan sosial kedepan ? ketika lembaga KPU tidak dapat membuat peraturan dibawah UU karena ketiadaan norma dalam perundangan itu sendiri. Bolehkan KPU menjadikan posisinya dengan fungsi legislasi untuk membuat peraturan KPU tanpa amanat atributif dan tanpa norma yang mengatur dalam Undang-undang ?

Sampai disini penulis tidak dapat membayangkan bagaimana seramnya perdebatan kedepan, suramnya demokrasi dan cara kita berhukum. Semoga saja ulasan singkat ini ada kesadaran bersama untuk kembali dalam bingkai negara demokrasi yang berhukum untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia tercinta.

Sekian..!

Bumi Anoa, 26 Maret 2021
Oleh: Hidayatullah, S.H*)
*) Penulis; Ketua Presidium JaDI Sultra/Praktisi  Hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun