Soal lain berkaitan dengan syarat pencalonan pilkada 2024, bagiamana teknis dan kepastian hukum. Misal hasil Pemilu 2019 lalu bahwa Partai Politik punya kursi memenuhi syarat mencalonkan Pilkada, lalu ketika akan digunakan ketentuan pada hasil Pemilu 2024 umpanya tiba-tiba ada Partai Politik hasil Pemilu 2019 menjadi menurun drastis perolehan hasil suaranya di Pemilu 2024, dan apakah bisa atau tidak bisa mencalonkan pilkada ?
Tentu saja problematika ini tanpa didukung adanya upaya revisi UU Pemilu tidaklah dapat diturunkan dalam ketentuan teknis. Hal ini disebabkan karena lembaga KPU hanya bersifat pelaksana Undang-undang, sehingga berkaitan dengan norma pengaturan semisal hak kosntitusional baik hak memilih maupun hak untuk dipilih harus memiliki norma pengaturan dalam isi dan materi batang tubuh dalam perundangan.
Atau sebaliknya, kita gunakan hasil Pemilu 2019 tentu tidak memenuhi syarat mencalonkan, dan kalau menggunakan hasil pemilu 2024 apakah bisa mencalonkan ? Tentu saja hal-hal seperti ini harusnya menjadi pertimbangan DPR dan Pemerintah. Kekhawatiran sejumlah pihak bahwa penyelenggara pemilu kedepan nanti bekerja dengan situasi perdebatan konstitusional karena tidak dilandasi asas kepastian hukum. Belum lagi sejumlah kerumitan dan kesulitan dalam merumuskan beleidsregel dalam peraturan teknis baik Peraturan KPU maupun perunujuk teknis nya.
Lalu harus bagaimana dengan desain jadwal tahapan yang bersambung setelah Pemilu April 2024 kemudian lanjut tahapan Pilkada pada Novermber 2024. Kita gambarkan secara teknis berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 lalu. Misal coblosan April 2019, KPU menetapkan hasil Pemilu Mei 2019 dan ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi hingga putusan pada Agustus 2019.
Dalam konstruksi jadwal seperti itu, maka hasil Pemilu 2019 lalu punya kepastian hukum pada Agustus 2019. Bagaimana dengan Pilkada 2024 coblosan November 2024 ? Maka untuk pencalonan Pilkada berarti sekitar Juni atau Juli 2024 dan menetapkan hasil pasti melewati tahun 2024 apalagi kalau sampai ada gugatan di Mahkamah Konstitusi.
Hal lain juga soal beban kerja penyelenggara pemilu yang sungguh berat karena harus menyelenggarakan tujuh jenis pemilihan di tahun yang sama, yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serentak dengan pemilihan umum anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupten/Kota), lalu pemilihan  serentak Gubernur dan Wakil Gubernur serta pemilihan  Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Bagaimana jalan keluarnya baik secara teknis dan hukum dalam menyiapkan regulasi Pemilu dan Pilkada 2024 oleh KPU.
Demokrasi dan Negara Hukum
Uraian singkat diatas hanyalah beberapa aspek yang tampak dipermukaan dimana sejumlah kerumitan dan problematika hukum yang merintangi capaian kualitas Pemilu 2024 yang diharapkan berjalan secara Jurdil.
Penulis melihat sepertinya kita akan memasuki masa-masa suram demokrasi yang sudah tidak berdiri diatas negara yang demokratis dan berhukum. Kenapa itu terjadi ? Â Karena demokrasi adalah sebuah konsepsi untuk membangun mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Sehingga hukum dan konsepsi demokrasi punya kaitan yang sangat erat satu sama lain yang tidak mungkin dapat dipisahkan.
Demokrasi itu adalah suatu konsepsi yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia, sedangkan negara hukum memberikan batas tegas bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia, tetapi hukum.
Dalam tataran praksis, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang  dibuat, diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan kebutuhan untuk keadilan warga negaranya.