Usai dosen meninggalkan ruang kelas, Roi menghampiri mejaku tepat saat aku mengeluarkan kotak bekal makan siang dari tas kain yang sedari pagi diam-diam kulirik dan kudambakan.
"Ideku bagus 'kan?" tanyanya.
"Bagus. Aku takjub, tapi apa kamu benar-benar serius?"
"Tentu! Sudah tidak bisa kutunda lagi. Jadi, aku mohon dengan sangat kepadamu, Tam, bantu aku."
"Lihat. Aku ingin mengisi tenaga dulu. Sudah sejak pagi aku kelaparan."
"Ya, ya, makanlah. Aku tinggal ke kantin dulu ya!"
Roi pergi begitu saja, meninggalkan secarik kertas di atas mejaku. Kali ini tulisannya agak panjang sehingga membuatku berdecak. Jatuh cinta telah membuatnya lebih produktif menulis, batinku.
Sambil mengunyah nasi putih dengan lauk telur dadar, aku membaca tulisan Roi.
***
Seorang pujangga menuliskan ungkapan yang menyentuh hatiku pada postingan media sosialnya hari ini. Ia menulis: Tahun baru tidak memberikan pengaruh apa-apa bagi mereka yang tidak jatuh cinta.
Aku langsung merenungkan ungkapan itu. Saat ini aku sedang jatuh cinta kepadamu. Aku memikirkanmu setiap hari, sepanjang waktu. Mungkin terdengar sangat gombal, tetapi makin hari, memang hatiku makin condong kepadamu. Mungkinkah memang kau orang yang tepat?
Namun, aku belum tahu, pengaruh apa yang kudapatkan dari perasaan cinta terhadapmu, yang terkait dengan tahun baru ini? Apakah sebuah resolusi? Impian dan cita-cita baru?
Seketika itu juga aku membuka catatanku, lalu mulai menuliskan tujuan-tujuan hidupku. Jujur, sebelumnya aku tidak begitu yakin, apa sesungguhnya tujuan hidupku selama ini. Aku merasa belum menemukan hal-hal pasti yang ingin kutuju dan kuwujudkan. Selama ini aku lebih sering menjalani kehidupanku dengan apa adanya dan mengalir begitu saja. Jika ada tujuan, itu hanyalah tujuan-tujuan jangka pendek yang bisa kupikirkan dan kuperjuangkan seiring berjalannya waktu. Bukan tujuan-tujuan jangka panjang yang membuat hidup makin bergairah dan berhasrat atau bahkan berambisi penuh.
Aku tidak tahu, apakah ini terjadi karena sedikit atau banyak pengaruh dari mencintaimu. Namun, sudah jelas ini merupakan kehendak Tuhan yang Maha Kuasa atas hidupku. Mungkin, melaluimu, aku kembali termotivasi untuk bergerak lagi. Ternyata benar, seperti yang kutulis dalam buku harianku, sejak bertemu denganmu, aku berani bermimpi lagi. Sejak mencintaimu, aku berani menatap masa depan dengan lebih percaya diri.
Aku tidak ingin melupakan hari ini. Hari ketika aku menemukan tujuan hidupku. Hari ketika aku merasa bahagia merinci semua keinginan dan langkah-langkah untuk mewujudkannya. Alhamdulillah.
Semoga Tuhan memudahkan jalanku. Semoga Tuhan menyampaikan rasa terima kasihku kepadamu. Aamiin.
-Roi.
***
Roi benar-benar jatuh cinta pada perempuan itu. Dari tulisannya, tampak sekali dia ingin perempuan itu tahu perasaannya. Seperti biasa. Dan kini, aku mesti menulis ulang tulisan-tulisan itu dengan rapi agar lebih enak dibaca.
Ya, inilah tugasku, membantu Roi mendapatkan hati perempuan idamannya. Setiap tulisannya yang kutulis ulang, Roi akan memberiku amplop yang isinya akan kutabung sebagai dana darurat atau dana khusus untuk menikmati akhir pekan.
Roi bilang tulisanku tampan, meski aku seorang perempuan. Aku sering terheran-heran kenapa dia mengatakan itu padahal tulisan tidak memiliki jenis kelamin. Namun, aku senang-senang saja.
"Hei! Sudah kau tulis, Tam?" suara Roi melintasi ruangan, menjangkauku yang duduk di bangku paling pojok belakang. Di pintu yang terbuka, dia bersandar, sesekali menenggak minuman dingin.
Aku menggeleng. "Memangnya kapan akan kau berikan padanya?" tanyaku, memastikan kepentingan klien kali ini terburu-buru atau tidak.
"Nanti sore. Saat dia latihan teater di laboratorium drama."
"Aku tidak mau menjadi burung penyampai pesan," tegasku.
"Haha. Tenang saja, aku sudah punya orang untuk itu. Kau hanya perlu berpura-pura tidak tahu apa-apa saat latihan nanti. Dan ingat, jangan mengaku itu tulisanmu ya!"
Sedetik kemudian, muncul bunyi notifikasi pada ponselku. Tanpa membuka pesan, aku membaca pesan grup yang bisa kulihat dari pop up. Itu pesan dari perempuan idaman Roi di grup WhatsApp TEATER KITA yang juga berisi aku sebagai peserta.
Pesan itu singkat, hanya tiga kata. Namun, seketika membuatku tegang.
Skip. Sedang kencan.
Aku memandang wajah semringah Roi dengan perasaan berkecamuk. Tanganku tiba-tiba gemetar, tak sanggup menggoreskan tinta pada kertas putih yang sudah kusiapkan sebagai media pernyataan cintanya.
Juli dan Desember, 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H