Soekarno menganggap sistem parlementer membuat negara tak stabil dan selalu berujung kebuntuan dalam pengambilan keputusan. Sistem Parlementer tumbang dan akhirnya, semua keputusan ditumpukan ke pemimpin negara, Soekarno.
Dan  Dwitunggal benar-benar bubar dan nyata, koin terbelah menjadi dua. Sejak saat itu hatta secara terbuka menjadi oposisi Soekarno.
Tahun 1960, Hatta menulis artikel panjang berjudul "Demokrasi Kita", yang memuat kritik tajam terhadap Soekarno dan kepemimpinannya.
Diadalam artikel tersebut Hatta menulis, "Bahwa Soekarno seorang patriot jang tjinta pada Tanah Airnya dan ingin melihat Indonesia yang adil dan makmur selekas-lekasnya, itu tidak dapat disangkal...Tjuma, berhubung tabiatnya dan pembawaannya, dalam segala tjiptaannya ia memandang garis besarnja sadja. Hal-hal yang mengenai detail, jang mungkin menjangkut dan menentukan dalam pelaksanaannya, tidak dihiraukannja."
Soekarno amat marah dengan tulisan yang diterbitkan pertama kali oleh majalah Pandji Masjarakat. Takkhayal Pandji Masyarakat dibredel. Pemimpin redaksinya, Hamka, ditahan. Hatta jadi sulit menulis di media massa. Namun bukan Hatta namanya jika ia berdiam diri. Pria Minangkabau itu mengirimkan surat-surat pribadi untuk menyampaikan kritik kepada Soekarno.
Persahabatan Yang Tak Luntur Oleh Badai, Â Tak Lapuk Oleh HujanÂ
Waktu berlalu Bung Karno masih menjadi Presiden Indonesia dengan Sitem Demokrasi Terpimpin, namun pada 1963 ditempat lain Bung Hatta terkena stroke. Walapun Hatta menjadi musuh politik Soekarno, namun presiden pertama RI tersebut  datang ke rumah sakit untuk menjenguk. Lantas beliau menawarkan agar Hatta berobat ke Swedia dengan biaya dari negara.
Lantas Hatta berkenan berobat ke Swedia. Mereka bertemu di Istana sebelum keberangkatan. Sebelum berpisah, Soekarno berujar ke sekretaris pribadi Hatta, I Wangsa Widjaja,"Wangsa, jaga baik-baik Bung Hatta."
Mendapatkan perawatan yang intensif di Swedia kondisi kesehatan Bungg Hatta perlahan membaik. Dan setelah pulih beliau berkeliling ke sejumlah negara Eropa dan Amerika untuk berceramah. Tapi, seorang  sahabat  yang bernama Hatta tidak pernah mengkritik Soekarno secara frontal di negara-negara yang dikunjunginya..
Pada ceramahnya di Amerikat Serikat  Hatta mengatakan, "Dalam banyak hal saya tidak setuju dengan Bung Karno. Tetapi, ia Presiden Republik Indonesia, negeri yang kemerdekaannya saya perjuangkan selama bertahun-tahun...Benar atau salah, ia presiden saya."
Tahun-tahun berlalu, terjadi gejolak besar dalam sejarah bangsa  setelah Indonesia merdeka. 1965 terjadi gerakan makar  yang  dilakukan oleh PKI yang dikenal dengan Gerakan 30 September. Â