Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meminjammu kepada Petang (Cerpen)

30 Juni 2023   12:18 Diperbarui: 30 Juni 2023   12:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber: Hadeelmdp

Asmara menatap Sentana lurus-lurus. "Aku akan mati," akunya. "Tapi aku masih ingin hidup lebih baik, meski sedikit, meski sekali. Tidak bisakah kau lakukan itu untukku?"

"Apa?" Sentana bertanya dingin.

"Mencintaiku," sahut Asmara cepat. "Aku punya harapan, Sentana. Aku ingin hidup sedikit lebih lama."

"Dicintai tidak akan membuatmu hidup lebih lama, Mara."

"Kau tahu, hidup hanya akan terasa lama jika kau menghargainya."'

"Mara...."

"Sentana, tolonglah! Kupikir aku sudah hidup dengan baik. Kupikir apa yang kupunya sudah cukup. Tapi setelah dokter memvonis usiaku tak akan lama, aku menyadari bahwa tidak ada satupun hal berharga yang kumiliki."

"Kau memiliki dirimu, Mara. Itu sudah lebih dari berharga."

"Tapi aku juga akan kehilangannya," sela Asmara. "Sekali saja, Sentana. Kalau waktu beberapa pekan terlalu lama, sepekan saja. Ah, tidak. Sehari. Sehari saja. Bahkan kalau sehari terlalu lama dan melelahkan untukmu, satu jam saja. Hanya satu jam. Tolong lihat aku sebagai wanita yang kau cintai."

Suara Sentana berikutnya, terdengar lebih lunak. Pria itu menatapnya sama seperti saat Asmara menangis karena ibunya menikah lagi. "Apa dicintai akan membuat hidupmu lebih berharga?" tanya pria itu.

Asmara mengangguk. Tangisnya luruh dengan senyum haru. "Aku akan mati dengan ingatan bahwa ada seseorang yang mencintaiku, dan melepas kepergianku dengan doa. Ingatan seperti itu bisa membuatku pulang dengan perasaan yang lapang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun