Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meminjammu kepada Petang (Cerpen)

30 Juni 2023   12:18 Diperbarui: 30 Juni 2023   12:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber: Hadeelmdp

"Tapi aku tidak bisa menjadi obatmu, Mara."

Asmara sudah menebaknya, bahkan sebelum Asmara berniat menemuinya.

"Setidaknya berbaik hatilah pada orang yang sedang sakit."

 "Maaf."

Asmara tidak menyahut. Perempuan itu mengedarkan pandangan di rumah Sentana yang tidak berubah. Bahkan setelah lima tahun, Sentana tidak membuang apapun. Tidak foto Asmara di dekat tangga, sepatu lusuh, atau hanya gelas yang dibelikan Asmara. Namun, Asmara tidak ingin berbaik sangka dengan berpikir Sentana telah berubah. Alasan Sentana masih menyimpan bau Asmara di rumahnya terlalu jelas---pria itu malas membuangnya.

"Sentana, aku akan mati," ungkap Asmara tiba-tiba.

Sentana menoleh. "Semua orang juga akan mati," sahutnya.

Senyum getir Asmara terkembang. "Tetapi mereka tidak seberuntung aku. Mereka tidak tahu kapan mereka akan mati."

"Tidak ada waktu yang pasti untuk kematian, Mara."

"Setidaknya mereka yang sudah diprediksi kapan akan mati, bisa mempersiapkan diri."

Sentana tidak menyahut. Asmara sadar dirinya dipandangi lekat-lekat oleh pria itu. Pria yang hingga detik ini, jauh dalam diri Asmara, masih menempati hatinya---sepenuh dirinya. Ah, bagaimana bisa cinta pertama berakhir seburuk ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun