Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meminjammu kepada Petang (Cerpen)

30 Juni 2023   12:18 Diperbarui: 30 Juni 2023   12:47 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber: Hadeelmdp

Asmara mengerti keresahan Pia. Namun, Asmara tidak punya pilihan dan tidak pula bisa memilih. Glioblastoma yang dideritanya telah tumbuh dengan sangat baik. Asmara kehilangan sebagian fungsi otak dan gerak tubuhnya, penglihatannya perlahan memburuk, ingatannya apalagi, dan setiap hari, Asmara harus menahankan sakit luar biasa di kepalanya.

Satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah menghadapi kematiannya dengan baik.

"Aku hanya berharap rasanya tidak akan terlalu sakit, Pia," kata Asmara.

Di dingin lantai ruangan persegi itu, Asmara pernah duduk---terjatuh setelah tak mampu menjangkau tempat tidurnya. Matanya yang buram, tak sengaja menatap potret kelulusannya sewaktu SMA yang terletak di atas nakas. Ayahnya merangkulnya dengan erat dan bahagia di foto itu.

Asmara akan mati. Mereka akan bertemu tak lama lagi. Namun, Asmara malah merasa iri sebab kematiannya nanti tidak sebaik kematian ayahnya.

"Ayah beruntung memiliki aku," ujarnya lirih. "Setidaknya dia memiliki sesuatu yang ingin dia lakukan sebelum mati. Meski sebatas memastikan seseorang hidup baik-baik saja, setidaknya ayah memilikinya."

Asmara akan mati tanpa diiringi cinta, seperti kala dia mengiringi kepergian ayahnya. Asmara akan mati tanpa seorangpun yang mendoakannya. Bagian terburuknya, Asmara mungkin hanya akan diingat sebagai bawahan, atasan, dan rekan bekerja.

Tidak ada yang mengingatnya sebagai Asmara.

Saat itulah, Asmara berpikir bahwa pernikahan dan cinta bukan dua hal yang buruk untuk dia miliki. Bahkan jika dua hal itu terlalu mahal, Asmara hanya berharap memiliki seseorang yang akan mengingatnya setelah mati.

***

Dan, namanya Sentana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun