"Mbok, Rum sungguh bersyukur bisa bertemu dengan Bu Indah. Jika Rum berbuat aneh-aneh, Rum tak hanya mengecewakan Simbok, tapi juga mengecewakan Bu Indah. Itu artinya, Rum tak pandai bersyukur dan berterima kasih."
Simbok kembali mengusap kepala Ruminah, menatapnya dalam-dalam. Dan tak ada sedikitpun keraguan yang bisa ditemukannya di dalam diri anak gadisnya. Ya, Ruminah tak mungkin berbuat macam-macam seperti yang dikatakan tetangga-tetangganya. Kedalaman batinnya dapat merasakan kejujuran Ruminah.
Selama seminggu Ruminah berada bersama-sama Simbok, suasana hati Simbok menjadi lebih tenang dan nyaman. Simbok begitu bahagia anak gadisnya bisa pulang menemuinya. Baginya, seminggu bersama Ruminah di saat-saat seperti ini sungguh berarti dan tak tergantikan dengan sekedar kiriman uang sebanyak apapun. Sekarang Simbok hanya butuh melihat, mendengar dan memegang Ruminah. Ruminah seorang.
***
Rum mengepak barangnya dengan mata basah. Satu minggu terasa sangat singkat untuk Rum. Rindunya belum tertuntaskan sepenuhnya. Tapi apa daya, masih ada kewajiban lain yang menantinya.Ia masih harus menapak jalan menuju tangga impiannya. Ia harus kembali ke Amerika.
Mata Rum melihat ke sekeliling kamarnya, kamar sederhana yang selalu dirindukannya. Matanya beralih pada sebuah benda di atas meja.
"Astaga, novel dari John! Surat! Ya, surat itu belum kubaca sama sekali!"
Ruminah bergegas membuka lembaran halaman novel, tapi tak ditemukan sepucuk suratpun disana. Semua laci lemari bajunya diperiksa. Tak ada!
"Cari, apa, tho, Rum?" Ruminah tersentak, Simbok tahu-tahu sudah di dekatnya. "Emm...cari surat, Mbok..." Jawab Rum pelan. "Ini maksudnya...?" Simbok bertanya sambil memberikan sepucuk surat. Suratnya John. "Eeh, iya Mbok....kok suratnya ada di Simbok?" Tanya Ruminah heran. "Lho, surat itu ada di kasur Simbok, semalam kan kamu tidur sama Simbok, mungkin terjatuh sebelum sempat kamu baca, Rum!" Ruminah dengan agak malu-malu mengambil surat itu dari tangan Simbok. "Surat penting, Nduk?"
Ruminah hanya tersenyum tipis, malu ia untuk berterus terang. Lagipula ia belum membacanya memang, seminggu berada di rumah membuatnya lebih fokus ke Simbok dan Darno.
"Aryo jadi mengantarmu nanti sore?" tanya Simbok, tanpa mempermasalahkan surat Rum lagi. Mungkin Ruminah sungkan membicarakannya, begitu pikir Simbok.