Mohon tunggu...
Heru Wahyudi
Heru Wahyudi Mohon Tunggu... Dosen - Lecture

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dualitas Arsitektur, Keraton dan Kota Belanda di Indonesia

3 Desember 2023   17:08 Diperbarui: 5 Desember 2023   06:26 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua arsitektur berbeda (Sumber : gingsul.com)

Arsitektur, bagi saya, tak hanya bangunan fisik; arsitektur adalah adonan dari cipta, rasa dan karsa suatu kota. 

Saat saya mengayunkan kaki di antara bangunan-bangunan bersejarah, seolah-olah diundang untuk merasakan denyut waktu di masa lalu.

Kota lama, peninggalan adiluhung dari keraton, seperti Kota Lama Semarang, Kasunanan Surakarta, dan Keraton Yogyakarta jadi bangunan saksi bisu kejayaan di masa lampau. 

Bangunan-bangunan kokoh yang renta, ornamen dan simbol artistik, semuanya menceritakan "narasi visual" tentang kehidupan di eranya.

Melenggang di antara keraton yang pernah digdaya, mau tak mau, saya terpesona oleh keindahan dan keagungan yang terpahat dalam setiap batu dan ukirannya.

Yah, seberapapun kita mencintai dan melestarikan warisan masa lalu, tak bisa dipungkiri bahwa ada kota baru yang tumbuh dengan identitas yang berbeda.

Kotabaru Jogja, sebagai contoh, menghadirkan wujud kota elite dengan konsep "garden city" yang dipersembahkan untuk orang-orang Eropa.

Ketika berjalan di jalanan yang tersusun rapi, saya tertegun pada perubahan arsitektur di era kolonial. Sepintas, dalam keelitan ruang terbuka hijau, saya juga melihat "kelas sosial" yang diciptakan.

Tentunya, saya sadar bahwa arsitektur tak hanya tentang bahan bangunan dan desain estetis. Arsitektur juga simbol dalam menyampaikan cerita, kuasa, dan relasi sosial. 

Dari dualitas arsitektur tersebut, Indonesia mencipta sebuah peta memori yang mengajak kita untuk menyelami "sinkretisasi" identitas.

Tantangannya, walau bagaimanapun, menjaga keseimbangan antara melestarikan warisan dan membuka ruang bagi inovasi dan revitalisasi, agar setiap kota tetap hidup dan bernapas dengan karakter kearifan lokalnya.

Arsitektur Kota Lama Peninggalan Keraton di Indonesia

Menelusuri kota lama yang dipagari oleh keraton, seperti Surakarta dan Yogyakarta, seperti masuk ke lorong waktu dengan warisan budaya Jawa. 

Saat berjalan melewati bangunan-bangunan keraton megah, alun-alun yang ramai, pasar tradisional yang bersahaja, dan masjid-masjid bersejarah, saya merasakan keanggunan arsitektur yang begitu kaya dan sarat makna.

Keraton Kasunanan Surakarta, sebagai inti konsep tata ruang kota Solo, memberikan kehadiran monumental, sementara Keraton Yogyakarta menyuguhkan kawasan yang mencerminkan kehidupan istana dan kesetiaan masyarakat di sekitarnya.

Arsitektur kota lama yang menjadi peninggalan Keraton tak hanya sekadar struktur fisik, tapi juga menjadi jendela dalam kehidupan masyarakatnya. Dampaknya terasa dalam segala hal, dari budaya hingga tradisi, bahkan nilai-nilai sosial.

Tata ruang kota lama tersebut mengartikan kosmologi dan orientasi budaya Jawa, yang membentuk dasar kehidupan sehari-hari. Setiap bangunannya menjadi bagian dari narasi identitas dan sejarah masyarakat setempat.

Arsitektur Kota Baru Peninggalan Belanda

Ketika menjelajahi kota-kota baru yang menyimpan warisan Belanda, seperti Kotabaru di Yogyakarta dan Semarang, mau tak mau saya juga terpesona oleh arsitektur yang menyuguhkan jejak kolonial Belanda di masanya. 

Kotabaru Yogyakarta, sebagai contoh, tampaknya dirancang sebagai sebuah alternatif pemukiman bagi orang Belanda, memajang  konsep "garden city" dan arsitektur yang meniru gaya Eropa, khususnya London.

Di sepanjang jalan-jalan Kotabaru, bangunan-bangunan bersejarah Belanda tersebar, termasuk Gereja Santo Antonius Kotabaru, yang tak hanya jadi bagian integral dari kota tersebut, tapi juga menandai sejarah yang pernah dilewati.

Pengaruh arsitektur kota baru tak hanya pada struktur fisik saja , tapi juga sistematis ke dalam pola pemukiman, tata ruang, dan gaya hidup masyarakat. 

Kotabaru Yogyakarta, semisal, terasa seperti sebuah kota yang memiliki kehidupan sendiri, dengan tata kota yang cantik, saling terhubung, dan gampang diakses.

Sadar, bahwa arsitektur yang ada di sekeliling tak hanya keindahan visual, tapi juga membentuk perkembangan sosial masyarakat. 

Meng"konstruksi" perubahan dalam mata pencaharian dan modernisasi di berbagai aspek kehidupan, mengutip sumber dari oleh A. N. Khairunnisa, et. al (2022).

Perbandingan Pengaruh Arsitektur Kota Lama dan Baru

Nah, setelah menelusuri perbandingan antara kota lama dan kota baru, saya pikir perlu menceritakan pandangan pribadi ini tentang dampak arsitektur pada kehidupan masyarakat. 

Kota lama, seperti Surakarta dan Yogyakarta, punya keindahan arsitektur yang jadi ciri khas dan identitas kota. Walau demikian, perlu diakui bahwa masalah seperti degradasi bangunan dan kurangnya perawatan terhadap warisan sejarah bisa menjadi pekerjaan rumah selanjutnya.

Sebaliknya, kota baru, contohnya Kotabaru di Yogyakarta dan Semarang, menampilkan kenyamanan dan infrastruktur yang modern. Tapi toh, ada kekhawatiran akan hilangnya identitas lokal dan keunikan dalam perencanaan ruang kota baru tersebut. 

Arsitektur yang mungkin jadi penghambat perkembangan sosial masyarakat dan pola pemukiman, jadi catatan kedepannya.

Benang merah dari reportase diatas, perbedaan utama antara kota lama dan kota baru terletak pada dampak arsitektur di kehidupan masyarakatnya. 

Kota lama bangga akan identitas budaya dan sejarahnya, meskipun menghadapi tantangan perawatan.

Di sisi lain, kota baru menawarkan kenyamanan dan infrastruktur yang maju, tapi risiko kehilangan identitas lokal perlu diwaspadai. 

Sebagai masyarakat tentunya ada kewajiban untuk menghargai dan merawat warisan sejarah, sambil  tetap terbuka pada revitalisasi dan inovasi yang ditawarkan oleh kota baru. (*)

Heru Wahyudi

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun