Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Perjalanan ke Timur, Rujak Mak Pat, dan Tiga Situs Majapahit

15 Juli 2024   11:53 Diperbarui: 15 Juli 2024   22:13 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warung Rujak Mak Pat sudah ada sejak akhir tahun 1970-an. Kini dikelola oleh generasi kedua. Mak Pat meneruskan keahlian meracik bumbu rujak cingur dari Bu Tholib, ibunya.

Kesohoran warung ini memang sebermula dari rujak cingur. Sekarang tersedia pula gado-gado, es kolak, es dawet, dan camcao.

Rujak cingur dan gado-gado/Foto: Hermard
Rujak cingur dan gado-gado/Foto: Hermard
"Bahan-bahan mentahnya dibeli dari pasar Tanjung di Jalan HOS Cokroaminoto, tak jauh dari sini. Dulu setiap ibu berbelanja, saya boncengkan motor, pulang pergi beberapa kali. Sekarang, saya menggunakan jasa becak, cukup sekali angkut," jelas Mak Pat, wanita berusia di atas lima puluh tahunan.

Pelanggan yang datang akan merasakan kelezatan rujak dengan sensasi cingur lembut, empuk, dan kenyal. Baik rujak cingur maupun gado-gado disajikan dalam porsi jumbo, meskipun begitu harga tetap ramah di kantong. Pesanan gado-gado diracik Mbak Aning, adik Mak Pat, dengan rasa gurih pedas ngangeni.

Keelokan Gapura Wringinlawang/Foto: Hermard
Keelokan Gapura Wringinlawang/Foto: Hermard

Petualangan di tlatah kerajaan Majapahit terasa hambar kalau tidak mengunjungi situs jejak sejarah Majapahit. Tanpa janjian, kami menemui Pak Djono di situs gapura Wringinlawang, desa Jatipasar, Trowulan. 

Lelaki berusia 70 tahun itu mengaku turut memelihara situs Wringinlawang karena semasa sekolah dasar tahun 1970-an sering membantu ayahnya mencabuti rumput di area situs Wringinlawang.

"Sisih wetan gapura, rumiyin wonten mergi, lajeng panggenan wijik. Sakderengipun mlebet saking arah gunung Penanggungan iring wetan menika, tamu nglewati panggenan wijik-wijik. Lajeng mlebet kairingan gamelan saking punthuk gong---di timur gapura dulu ada jalan dan sumur tempat mencuci kaki. Tamu yang datang dari arah gunung Penanggungan mencuci kaki, masuk diiringi gamelan dari punthuk gong," jelas Djono, warga Gang Mushola, Jatipasar.

Pintu gerbang Majapahit/Foto: Hermard
Pintu gerbang Majapahit/Foto: Hermard
Jika ada merti dusun, hajatan warga, sering diadakan pergelaran wayang kulit di area barat laut gapura Wringinlawang. Hal ini dilakukan untuk memanjatkan doa dan menghormati pepunden. 

Menurut Djono, lelaki dengan lima anak, pagelaran wayang kulit maupun tari-tarian umumnya dilaksanakan pada malam Selasa Kliwon.

"Acara itu tidak hanya dilakukan masyarakat sekitar. Tapi ada yang berasal dari Banyuwangi dan Bali. Hal ini tidak mengherankan karena gapura Wringinlawang merupakan peninggalan Hindu dan masyarakat Bali asal muasalnya dari sini," jelas Djono meyakinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun