Marjuddin mengedepankan bahasa yang lugas, spontan; sedangkan Yuliani dengan diksi yang dipertimbangkan  sungguh-sungguh. Sampai-sampai ia harus memungut kata-kata yang tak biasa: jerebu (kabut, asap), kesiur (bersiul, berbunyi),  lelatu (bunga api), sumir (singkat, pendek, ringkas), selincam (sekejap, sebentar), melunyah (menginjak-injak tanah), melindap (redup, samar), rungsing (lekas marah, jengkel), konfeti (potongan-potongan kertas kecil berwarna yang ditaburkan),  dan kelat (tali besar berpilin empat, pohon kayu keras).
Pemanfaatan kata-kata "istimewa" tersebut pada titik tertentu akan mampu menciptakan jarak komunikasi dengan pembaca. Efeknya tidak semua pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami sepenuhnya oleh pembaca.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI