"Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Arti dari sumpah tersebut yaitu:"Jika telah menundukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit, aku (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah aku (baru akan) melepaskan puasa"[1].
Sumpah yang mendapatkan ejekan ini dibuktikan oleh Sang Mahapatih Gajah Mada dengan merebut tempat-tempat (negara) yang disebutkan itu. Sumpah itu sendiri menjadi roh di tengah ejekan (buli) semua kalangan.
Mungkinkah para pemuda pada 28 Oktober 1928 setelah bersumpah mereka mendapatkan ejekan? Paling kurang ada 3 dampak yang terlihat dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagaimana catatan seorang blogger:
Â
Sebagai bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mendapatkan kemerdekaan.
Â
Menjadi pemersatu bangsa bagi pemuda dari berbagai penjuru Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekan.
Â
Menjadikan rakyat Indonesia semakin cinta tanah air melalui bahasa, persatuan, dan perjuangan dalam memperoleh kemerdekaan.
Â