Hikmah #4 : Istirahatkan Dirimu dari Mengatur Urusanmu, karena Segala yang Telah Diurus oleh Selainmu, Tak Perlu Engkau Turut Mengurusnya.
Tentang apa yang akan aku makan, tentang bagaimana aku akan hidup, dengan siapa, dan bahkan sampai kapan aku akan hidup; semua itu, dan yang lain-lain, adalah Allah yang telah dan akan mengurusnya. Maka mengapa pula ikut campur? Sedangkan Tugasku, satu-satunya Tugasku, yaitu ber-Ibadah kepada-Nya, kalau bukan aku yang mengurusnya, lalu siapa?
Tapi apakah ini berarti engkau tidak perlu bekerja untuk mencari makan, atau berusaha untuk tetap sehat dan panjang umur? Tentu saja tidaklah demikian; karena secara alamiah itulah urusanmu. Yang tanpa diperintahkan siapa pun; itu lah yang akan otomatis engkau kerjakan sepanjang waktu. Seperti daun mendongak ke cahaya matahari, seperti setiap burung keluar sarang di pagi hari, seperti semua orang suci, para Nabi dan Rasul keluar rumah juga untuk menyelesaikan urusannya.
Hanya, akan seperti apa hasilnya; Dia-lah yang akan mengaturnya. Karena engkau tahu apa dengan Apa yang terbaik bagi dirimu sendiri, dan Kapan yang terbaik bagimu, dan dengan Cara Apa yang terbaik bagimu? Sedangkan Dia-lah Yang Maha Tahu. Sedangkan Dialah Yang Maha Kasih Sayang, yang selalu menginginkan yang terbaik buat dirimu? Maka; disanalah engkau tidak perlu ikut campur; dengan mengangankan model spesifik hasilnya, dengan waswas menunggu kapan hasilnya segera engkau nikmati, dengan khawatir tidak segera tercapai hasilnya. Lepaskanlah semua itu; Serahkanlah pada-Nya.
Lakukanlah semua detail prosesnya fisiknya; lalu serahkanlah pada-Nya dengan ridha, ikhlas dan penuh syukur apapun kemungkinan hasilnya, dengan berbisik “Berlakulah Semua KeHendak-Mu, ya Allah”.
Hikmah #5 : Kesungguhanmu Mengejar Apa yang Sudah Dijamin Untukmu, dan Kelalaianmu Melaksanakan Apa yang Dituntut Darimu, adalah Bukti dari Rabunnya Mata Batinmu.
Kita sungguh perlu selalu ber-Do’a, agar senantiasa mendapatkan bimbingan-Nya, dengan Ilmu, Kecerdasan dan Kebijaksanaan. Dan tentu saja Kekuatan dan Kemampuan untuk mengamalkannya. Karena, betapa sering sesungguhnya yang terjadi; kita sudah memahaminya secara intelektual, mendapatkan ilmunya; tapi toh tetap kita mengabaikannya, tidak dapat mengamalkannya.
Dan satu-satunya tugas kemanusiaan kita ini, yang dituntut dari Hidup kita ini, Hanyalah untuk Beribadah kepadaNya. Dan ini, sungguh sudah sejak kecil kita mengetahuinya. Bahkan segala detail teknis bentuk-bentuk ibadah itupun sungguh sederhana dan mudah saja untuk memahaminya. Tapi, siapa bilang kita telah bebas dari ke-Rabun-an Mata Batin ini?
Mungkin kita tidak Buta; tapi siapa bilang kita tidak Rabun?
***
Sebenarnyalah, kita memang masih perlu selalu berlatih melakukannya. Tidak bisa hanya karena tahu dan ingin; dan kita langsung akan dapat melakukannya. Dapat melakukannya sekali; bukan pula jaminan untuk dapat melakukannya untuk kedua kalinya dan seterusnya. Melaksanakan tugas, setiap tugas, apa pun itu; perlu kesungguhan usaha, dalam latihan dan melakukannya. Bahkan sesederhana golf swing; siapa bilang tidak perlu bertahun-tahun latihan, never ending study and practice?
Jika untuk hasil usaha urusan duniawi itu, apa, kapan dan bagaimananya, kita percayakan sepenuhnya kepadaNya, itu karena adalah tanggungjawab-Nya, Dia yang akan mengaturnya, dan lagi pula Dia-lah yang lebih mengetahuinya; meski demikian, tetap saja untuk melakukannya proses fisiknya, kita harus melakukannya, dan berlatih memperbaiki dan menyempurnakan prosesnya. Maka untuk urusan ukhrawi kita ini, yang adalah kita petugasnya, maka kita lah yang sepenuhnya harus bertanggungjawab melakukannya, memperbaikinya, menyempurnakannya, dari ujung ke ujung, secara keseluruhan.
Seperti dengan Golf Swing, beribadah kepada-Nya pun, membutuhkan never ending study dan practice.
***
Ibadah-Ibadah kepada-Nya pun beragam; Mahdhoh dan Ghairu Mahdhoh. Atau aku suka membaginya dengan; Ibadah Fisik dan Ibadah Batin. Kalau yang pertama adalah seperti Shalat, Puasa, Zakat, Sedekah, Haji, Umroh dan seterusnya, maka yang kedua adalah seperti ridha, ikhlas, tawaddhu, syukur, sabar dan seterusnya.
Lalu dapat engkau lihat, bahkan rela, ridha, ikhlas dan syukur yang adalah Ibadah Batin, kita perlu selalu melakukannya di dalam setiap urusan duniawi kita sekali pun. Jadi pada akhirnya, sebenarnya kita pun menyelesaikan urusan duniawi kita sekaligus bersama dengan tugas-tugas ukhrawi kita juga. Tapi bukan hanya mengakhirinya; bahkan memulai urusan duniawi kita pun, kita memulainya dengan manteg niat, dengan di-iringi Bismillah, yang itu juga ukhrawi.
Maka, artinya; kita telah memulai urusan duniawi kita dengan langkah-langkah ukhrawi, dan mengakhirinya dengan langkah-langkah ukhrawi juga. Maka sebenarnya; dunia dan ukhrawi ini bisa selalu berkelit-kelindan. Tidak perlu dianggap selalu terpisah. Dan memang bukanlah hal yang terpisah. Tinggal bagaimana kita menjalaninya.
Kita berDo’a; semoga kita senantiasa mendapatkan bimbingan-Nya, dengan Ilmu, Kecerdasan dan Kebijaksanaan. Semoga Mata Batin kita senantiasa Bercahaya, dan di-jauh-kan dari ke-Buta-an dan ke-Rabun-an.
***
Hikmah #6: Tertundanya Pemberian setelah Engkau Mengulang-Ulang Permintaan, janganlah membuatmu berpatah Harapan. Allah menjamin Pengabulan Doa sesuai dengan apa yang Dia Pilih buatmu, bukan menurut apa yang Engkau Pilih sendiri, dan pada saat yang Dia Kehendaki, bukan pada Waktu yang Engkau Ingini. Dia sangat senang berbincang. Untuk apapun yang akan kamu sampaikan pada-Nya; permohonan, curhat, atau ocehan kekanak-kanakanmu. Atau memanjatkan Puji Syukur.
Adakalanya, permohonanmu seperti masih ditahan-tahanNya; sekedar untuk mendengarkan engkau memohonkannya kembali dan kembali. Atau karena Dia tahu; ketika permohonanmu telah dipenuhiNya, maka engkau akan mulai jarang dan lupa untuk kembali.
Maka, sekiranya engkau senantiasa berSyukur atas apa pun yang engkau peroleh, dan tidak pernah berhenti berSyukur; boleh jadi Dia tidak akan menahan-nahan permohonanmu, sekedar agar engkau kembali berbincang denganNya. Karena Dia tahu, engkau toh akan kembali juga kepadaNya; untuk selalu memanjatkan Puji Syukur kepadaNya, untuk berbincang denganNya.
Malah dengan rasa gembira. Dan bukan dengan tangisan keluh kesah. Dan tentu saja, Dia akan lebih senang melihatmu kembali kepadaNya dalam kegembiraan, ketimbang dalam keluhan, tangisan dan mungkin dalam keputus-asaan.
Maka, pastikan engkau senantiasa berSyukur, disamping engkau selalu memohon kepadaNya. Dengan senantiasa berSyukur; Insya Allah permohonanmu tidak akan sering ditahan-tahanNya.
***
Jika setiap Do’a permohonanmu bisa engkau akhiri dengan sikap ridha dan ikhlas; alangkah akan luar biasa, alangkah akan menyenangkanNya. Do’a disampaikan benar-benar sekedar untuk menunjukkan ke-hamba-anmu. Do’a disampaikan sekedar karena engkau ingin berbincang denganNya. Sedangkan atas hasilnya, engkau sungguh akan senantiasa ridha dan ikhlas akan keputusanNya.
Alangkah luar biasa jika engkau dapat melakukannya. Dan luar biasanya lagi, sangat boleh jadi justru permohonanmu akan tidak terhalang.
***
BerDo’a bisa saja seenakmu, kapan saja. Tapi, bila tiap sebentar-sebentar engkau berDo’a kembali dan kembali, perlu engkau periksa dirimu sendiri; engkau ini sekedar type orang cerewet, atau malah sebenarnya engkau tidak percaya kepadaNya?
Bila setiap kali engkau selesai berDo’a, lalu hatimu bukannya menjadi ringan dan pikiranmu tenang, malah terus menerus engkau mengingat hasratmu dengan cemas dan khawatir, menunggu kapan permohonanmu dikabulkanNya, dan tentu saja diikuti oleh kecewa; engkau sungguh-sungguh perlu memeriksa dirimu, sebenarnya engkau ini ber-Iman kepadaNya ataukah tidak?
Sangat boleh jadi, Do’a-mu yang diulang-ulang itu, atau ingatanmu yang tidak berkesudahan tentang hasratmu itu; malah justru akan menjadi penghalang bagi dikabulkanNya permohonanmu itu. Karena sebenarnya, dalam Do’amu yang berbusa-busa itu; engkau pada hakekatnya tidaklah berDo’a kepadaNya. Di dalam hatimu yang paling dalam, engkau sebenarnya tidak pernah me-mohon kepadaNya. Di lubuk hatimu yang paling tersembunyi, engkau sebenarnya tengah bergelantungan pada angan-angan kemampuanmu sendiri, mengira dirimu lah yang melakukan dan menghasilkannya.
Hanya engkau masih juga selalu mengira engkau sedang berDo’a kepadaNya.
***
Jika engkau mendapati dirimu jarang memanjatkan Puji Syukur kepadaNya, bahkan sekali pun engkau mengira telah menghabiskan banyak waktumu untuk berDo’a; engkau patut juga dengan hati-hati memeriksa dirimu sendiri. Benarkah engkau sedang berDo’a ketika berDo’a itu? Benarkah engkau berDo’a memohon kepadaNya, dan percaya bahwa Dia-lah yang mengabulkan semua hasratmu? Karena jika benar engkau Mohon KepadaNya; lalu mengapa engkau tidak ingat untuk berSyukur kepadaNya?
Setidaknya, lihatlah dirimu sendiri, ketika membaringkan diri di malam hari. Adakah engkau teringat untuk menSyukuri hari-harimu, setidaknya hari itu? Apapun itu; besar atau kecil, banyak atau sedikit? Jika itu tidak engkau lakukan, jarang engkau lakukan, aku khawatir, sebenarnya engkau memang lalai dari berSyukur kepadaNya.
Dan jika engkau tidak bisa benar-benar berSyukur kepadaNya; percayalah, sebenarnya engkau juga tidak pernah benar-benar bisa berDo’a kepadaNya.
***
Untuk berbincang denganNya, engkau perlu menarik diri dan menoleh ke dalam. Berpaling dari Dunia Benda. Tutuplah pintu dan jendelamu; dan duduklah diam dan tenang.
Itulah caranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H