Mohon tunggu...
Herlina Dwi Rozadie
Herlina Dwi Rozadie Mohon Tunggu... Guru - SMAIT Latansa Cendekia

Guru bahasa Inggris SMAIT Latansa Cendekia, hobi Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Kisah Sejarah

25 Januari 2023   14:24 Diperbarui: 25 Januari 2023   14:29 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            

Pada temaram sore, dirumah sederhana dengan pohon alkasia melambai dan menggugurkan bunga-bunganya, ada yang putih, dan ungu. Sesosok tubuh ringkih berjalan pelan mengambil bunga yang jatuh, terlihat bunganya masih segar walaupun sudah terjatuh. Lalu sosok ringkih tersebut masuk ke dalam kamar dengan sekuntum bunga akasia putih yang masih digenggamnya. Di letakannya bunga itu di sebuah meja sebelah kiri tempat tidurnya. Tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh dari laci mejanya, sesuatu yang sangat usang..." Masya Allah,..Surti...!" sosok tersebut bergumam sendiri.

" Lapor..pasukan siaaap!" Letnan Kardi memberikan penghormatan kepada Shodancho Supriyadi sebagai Komandan Peleton tertinggi di kompi Heiho ini. Shodancho Supriadi lantas memberikan penghormatan, lalu menurunkan tangannya kembali. Letnan Kardi segera menurunkan tangannya lalu berbalik badan menuju anggota pasukannya yang menunggu.

Sungguh hari ini sangat beruntung sekali bisa memberikan penghormatan langsung kepada Shodancho Supriyadi seorang Tentara Indonesia dari PETA yang sangat disegani oleh Jepang. Biasanya Letnan Kardi hanya bisa melihat dari kejauhan karena Letnan Kardi ada dibawah komando Letnan Suparman, tetapi hari ini Letnan Suparman sedang kurang sehat, maka segala keperluan anggota pasukan PETA diserahkan sementara pada Letnan Kardi.

" Kardi....!" terlihat Jenggala melambaikan tangannya, " Yuuk , makan..!" sambil mengacungkan semangkuk nasi dan sayur.

Kardi segera bergegas. Hari ini menunya adalah sayur asem, tempe goreng dan sambal. Hemmmm nikmat sekali. Mata Kardi melihat ke sekeliling dapur seperti sedang mencari sesuatu.

" Sudah kembali ke kamp nya...., Surti kan?" timpal Jenggala. " Lagian kamu tadi lama Kardi, apakah ada hal penting atau informasi dari Sudancho Supriadi?" tanya Jenggala

" Cuma melaporkan keadaan pasukan saja, dan memang ada beberapa rencana yang sedang kita susun untuk segera bisa lepas dari Jepang!" Kardi berbisik.

 ###

" Mas Kardi memang dari daerah mana?...Surti bertanya malu-malu setelah memberikan masakan untuk para pasukan PETA.

" Aku dari Rangkas bitung, jauh sekali dari sini, aku kesini karena rasa kebangsaanku, ingin membela tanah air. Sampai sejauh ini di Blitar. Aku diajak oleh temanku Suparman. Letnan Suparman, dulu adalah kakak kelasku di Sekolah Rakyat Rangkas Bitung," Kardi menjelaskan panjang lebar

" Oalaah, kirain dari Jawa toh mas. Yok wis mas, tak balik dulu, mari," Surti tersenyum manis dan melangkah keluar dari dapur umum pasukan PETA.

Mungkin bukan salah Surti, tetapi akhir-akhir ini kenapa Kardi sering berpikiran tentang Surti, gadis jawa yang sangat santun dan menyerahkan hidupnya untuk kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai PMR pasukan PETA di Blitar.

Pertemuan - pertemuan terjadi di dapur Pasukan PETA. Kardi dan Surti menjadi dekat dan saling mengenal satu sama lain, mungkin saling menyukai juga karena Surti memberikan sebuah photo hitam putih sebagai kenangan buat Kardi. Kardi berbunga-bunga menerimanya, dan sejuta asa ingin Kardi wujudkan bersama Surti kelak.

###

" Kardi, bangun, mari kita bergerak!" Seru letnan Suparman. Pagi ini adalah 14 Februari 1945

" Siaaap !" Semua pasukan segera bergerak mengendap-ngendap pada pagi buta diselokan dan rerumputan lereng gunung Kelud. Sekitar 20 orang tentara pasukan PETA yang memiliki misi rahasia ini bergerak. Mereka merencanakan akan melakukan pemberontakan dan menyerang pasukan Jepang.

Tetapi tiba-tiba....

Dooooorrr...doorrr...door...tembakan - tembakan terdengar dari atas selokan dan pasukan Jepang ternyata mengikuti dan meyergap pasukan pemberontak PETA yang dipimpin oleh Sudahncho Supriyadi.

Kardi terperangah, keringat dingin mengucur deras.

" Berdiri semua, keluar.....!" Kempetai Jepang berteriak, kontak fisik tidak terelakan, terjadilah baku tembak dari jarak dekat. Kardi, yang untuk pertama kalinya berperang dengan Jepang, tampak gugup dan berkeringat dingin. Tiba-tiba " Dorr!" tembakan pasukan Jepang tepat mengenai sasaran pasukan PETA yang berdiri didepan Kardi, dan Kardi secara tiba-tiba tertimpa tubuh pasukan yang tertembak. Blusssk Kardi berusaha menarik nafas dari himpitan jasad pasukan yang tewas dan diantara air parit yang hitam dan kotor.

Karena tentara Jepang sangat banyak, akhirnya prajurit PETA kalah dan menyerah kepada Jepang. Sisa pasukan PETA yang masih hidup hanya sekitar enam orang lagi, dan kelak mereka yang tertangkap dihukum mati atau dipenjara seumur hidup oleh Jepang. Kardi tidak bisa sama sekali menggunakan senjatanya karena tertimpa oleh tentara PETA yang mmeninggal tertembak oleh Jepang. Kardi hanya telungkup di parit kotor dingin jika keluar, maka Kardipun akan ditembak atau ditawan, akhirnya Kardi bertahan dengan lumpur parit dan jasad yang menimpanya.

###

Pagi hari menggeliat, Kardi mencoba mengeluarkan badanya dari parit hitam dan beberapa jasad pasukan PETA yang sudah menyelimutinya semalaman. Perlahan Kardi menggendong jasad temannya Hasan, Karto dan Pardi yang sudah tidak bergerak, lalu pelan-pelan Kardi membacakan doa untuk mereka, semoga mereka semua mendapatkan tempat terbaik disisi-NYA .Kardi menangis. Kardi tergopoh-gopoh mencari sungai dengan kelelahan yang sangat, lalu membasuh badannya. Setelah itu Kardi melanjutkan perjalanan tanpa tentu arah.

Pada sebuah desa kecil ada sebuah bangunan sekolah yang sudah ditinggalkan karena serangan dari Jepang. Tiba-tiba Kardi terhenyak,..karena di tembok terlihat sebuah gambar pencarian orang.

 " Dicari para pemberontak pasukan PETA, HIDUP atau MATI: Supriyadi, Supraman,...Kardi !"

Darah Kardi terkesiap, segera Kardi berbalik arah, berlari sejauh-jauhnya, Kardi ketakutan.

Pada sore hari Kardi menepi pada sebuah desa kecil di daerah Blitar. Di sebuah warung kopi, Kardi mencoba meminta segelas minuman. Warga pribumi Blitar yang melihat Kardi seperti seorang pejuang PETA segera memberikan minuman dan makanan gratis. Kardi bersyukur sekali.

" Mas, mau kemana?" tanya pegawai warung itu.

" Saya nggak tau, mungkin ingin pergi saja ke tempat yang aman!"

Untuk beberapa hari Kardi bemalam di desa Wengi. Kardi teringat pada Surti, dimanakah dia?"

Kardi mencoba kembali ke tempat kamp Pejuang PETA di Blitar,..tetapi semua sudah porak poranda. Mungkin Jepang sudah memborbardir tempat ini karena pemberontakan yang telah dilakukan oleh pasukan PETA. Lalu "Surti dimanakah kau..?"

Beberapa hari setelah itu, Kardi mendapatkan kabar bahwa Shodancho Supriyadi dan Letnan Suparman menghilang secara misterius. Mungkin pasukan Jepang yang kejam itu sudah membunuhnya. Kardi kembali menangis.

###

Waktu berlalu begitu cepat, berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun. Semua hanya tinggal kenangan. Tangan rapuh itu bergetar,...photo usang itu kembali mengingatkan pada semuanya yang terjadi di masa lalu, sepenggal kisah sejarahnya, teman-temannya dan Surti gadis yang memberikan angan dan harapan untuk segera dinikahinya.

" Kakek,..ko ditanya diam saja,..emang lagi apa kek,...?" sosok kecil itu menyapanya.

Kardi segera mengusap matanya yang berair.

" Tidak apa-apa nak, sini mau main sama kakek?"

"  Kake dari tadi dipanggil-panggil diam saja, ini photo siapa Ke?"

"   Ini bukan apa-apa, nak," Kardi segera memasukan photo usang itu pada saku bajunya.

"  Ayah, apakah itu photo teman masa kecil Ayah ?" Ratna memeluk pundak Kardi

###

Duduk tersimpuh pada sebuah makam, Kardi menangis, membaca tulisan pada batu Nisan itu " Surti binti Asyam"

Surti meninggal ketika Jepang memporak porandakan kamp PETA di Blitar karena pemberontakan itu. Kardi mendapatkan informasi tersebut setelah dibantu oleh Ratna anaknya.

" Surti,...aku yakin kau sudah mendapatkan tempat terbaikmu disisi-NYA. Maafkan aku Surti, tidak bisa menepati janjiku, semoga kita kelak bisa bertemu lagi disana, di alam yang indah dan abadi, Aamiin,"  Kardi kembali menangis, segenggam mawar putih diletakannya di makam Surti.

 TAMAT

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun