Mohon tunggu...
HERI SURAHMAN SMAN 2 JORONG
HERI SURAHMAN SMAN 2 JORONG Mohon Tunggu... Guru - Guru

Heri Haliling nama pena dari Heri Surahman. Kunjungi link karyanya di GWP https://gwp.id/story/139921/perempuan-penjemput-subuh https://gwp.id/story/139925/rumah-remah-remang https://gwp.id/story/139926/sekuntum-mawar-dengan-tangkai-yang-patah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesatria Kecubung

4 Agustus 2024   02:20 Diperbarui: 4 Agustus 2024   00:33 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

          "Saudara Belong, tahukah kalau teman saudara, si Komer, Regol, Bogel, dan tiga lainnya sudah meninggal?"

        Aku terkejut. Bayangan ketiga sahabatku itu masih membekas. Kampret, mengapa bisa begini.

       "Mereka yang meninggal selain keracunan juga karena efek oplosan itu. Bogel misal dia mabuk tanpa baju dan celana lalu lari ke tengah jalan tol. Sebuah tronton mengklakson tapi Bogel malah menyerangnya. Regol lebih kacau lagi. Dia mabuk dan naik flayover. Teriak my trip my adventure dia meloncat ke tengah jalan raya di mana tubuhnya segera disambut bis. Temanmu yang lain seperti Dirga dan Lember mati keracunan."

         "Komer bagaimaa?" 

         "Komer sempat di rawat di rumah sakit ini" kata Bertus . "Dia kritis sama kayak kau. Tapi napasnya lebih berat karena ada riwayat Tbc. Akhirnya dia tak tertolong."

      "Makanya kau bersyukur, Belong" ujar emak. "Kau hampir bernasib sama kayak Bogel. Kata warga kau teriak genjeh genjeh di tengah jalan raya. Menatang siapa saja yang lewat sampai mau modar begitu. Untung kau masih dikasihani warga. Dibawa kau ke sini gak dilempar ke comberan."

  "Ah, emak. Gak enak banget mulai tadi ngomongnya" kataku sedih bercampur malu.

         "Kau yang gak bisa dibilangin, Long" celetuk Bertus. "Emak kau kerepotan bilangin kau. Tak mendengarkan jika diberitahu dan malah kerap keluyuran dengan geng ahli neraka itu."

       "Eh, Diam kau Bertus" protesku tak terima. Aku mau berdiri dan menghadiahkan bogem mentah ini ke mulutnya. Meski kelakuan mereka urak urakan dan bar bar tapi tetap mereka adalah sahabatku.

"Lha, emang benar bukan? Mereka ahli neraka sekarang. Masa hidup hanya digunakan untuk ngelem dan berbuat onar. Syukur sih, beberapa ratik sudah terbuang" ejeknya. 

       "Awas kau dasar penguntit!" Aku lempar minyak angin mukanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun