Mohon tunggu...
Heri Purwoko
Heri Purwoko Mohon Tunggu... Dosen - Words & Images

Dosen penulisan skenario, editor-in-chief beberapa media internal, dan chief creative officer sebuah perusahaan desain kecil di Jakarta. Suka jalan-jalan, sambil bersepeda. :)\r\n\r\ne: heriko.media@gmail.com\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Weekend di Bukit Barisan Selatan

8 Juni 2014   22:00 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:41 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya diberi kesempatan langka dan pertama kali oleh WWF Indonesia untuk mengunjungi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, 29 Mei – 1 Juni kemarin. Kenapa saya? Sederhana, saya membuat video pendek di Vine untuk tema 'go green' yang akhirnya dipilih oleh @atamerica dan WWF_ID. Bersama dengan @ester_oi, saya adalah orang yang beruntung dengan reward berupa trip tersebut, which is ini priceless buat saya.

Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Lampung

Hari pertama, saya berangkat pukul 02.00 dari rumah. Mencari taksi, lalu bersambung dengan bus Damri dari Pasar Minggu. Sesampainya di bandara, pukul 04.10, Mas Irza (Oi) dari WWF Jakarta sudah menunggu di depan terminal 2D. Di sana, saya pertama kali dengannya, juga Mbak Nefa, Vira, Iqbal dari WWF, pasangan Pak Chairil dan Ibu Lutfia dari Bandung-supporter, Ibu Dian dari Kalimantan-supporter, Mbak Hera dari Media Indonesia, Mbak Nuri dari Femina, dan tentu saja Ester, perupa grafis yang kini berbisnis cake.

Setelah berkenalan singkat, kami pun bertolak menuju Bandar Lampung dengan GA 070 pukul 05.40 (on-ticket-schedule). Berangkat dengan perasaan penasaran dan riang segera membuncah ketika tiba di Bandara Raden Inten II Bandar Lampung. Di sana, telah menunggu Pak Klass, Mbak Liza, dan Mbak Susi dari WWF; Mbak Putri, Uni Pipie, Mas Agus, Mas Ali dan Mas Tarno dari WWF Lampung; Mbak Maria dari Bali-supporter; dan Mbak Nova dari WWF Surabaya-fundraiser.

Dengan menu makanan di Rumah Makan Padang 'Begadang' yang menurut saya terlalu 'berat' untuk sarapan sepertinya segera disambut baik oleh yang lainnya. Sambil bercerita tentang program dan agenda acara, Mbak Susi dan Mas Ali juga mempersilahkan peserta yang lain untuk memperkenalkan diri. Dengan segera, kekakuan kami ketika bersalaman di awal segera cair. Mbak Hera yang saya kira pendiam, segera memecahkan suasana dengan joke-joke pendeknya ketika menimpali orang lain yang bicara serius. Begitu pula dengan Mbak Maria yang paling lepas tawanya, seakan pekerjaannya sebagai air-traffic controller begitu menuntut keseriusan. :D

Usai sarapan, kami segera meluncur dengan empat buah mobil Innova menuju Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Saya satu mobil dengan Pak Klass, Mas Iqbal, Mas Agus, dan tentu saja supir cekatan kami, Mas Kelik. Pak Klass yang sudah 17 tahun di Indonesia dan beristerikan perempuan Tulungagung itu banyak bertanya tentang saya; tentang apa film yang saya buat sehingga bisa ikut trip ini, tentang pekerjaan, hingga tentang pilihan siapa yang pantas jadi RI1. :D

Jalan Bukan Tempat Sampah

Saya bercerita pada Pak Klass tentang film pendek 6 detik saya yang diunggah ke Vine, tentang sampah tisu yang banyak digunakan orang untuk sesaat, lalu beberapa saat kemudian dibuang karena usang, jadi sampah. Padahal dengan banyaknya tisu yang berumur pendek itu, dari yang bahan bakunya adalah batang pohon itu, kita bisa membuat hal lain seperti kertas atau paper-notes yang jauh lebih berguna.

Pak Klass menangkap sisi lain tentang terminologi 'sampah' yang saya sebut. Betapa dia sangat membenci orang-orang yang membuang sampah di jalan, khususnya di jalan raya. Dari mobil angkot hingga mobil-mobil mahal, sering dijumpai orang di dalamnya membuang sampah begitu saja keluar jendela, entah itu sampah kemasan makanan atau buah. Padahal, mobil-mobil mewah tentu punya tempat sampah di dalamnya, kenapa tidak dibuang di situ? Atau setidaknya, jika tidak ada, bisa ditaruh di banyak bagian di dalam mobilnya, jika tidak mau menaruhnya di saku pakaian, untuk kemudian dibuang ke tempat sampah.

"Saya seperti mau turun dan melemparkan kembali sampah ke wajahnya," ujar Pak Klass kesal. "Untungnya istri saya selalu menahan saya, khawatir malah saya bisa dipukuli orang-orang," sambungnya.

Yeah, keinginan 'melemparkan kembali sampah ke pembuangnya' itu juga selalu muncul di benak saya. Tapi saya belum siap untuk mendapat pukulan balik. Ironi, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun